Mohon tunggu...
Dayan Hakim
Dayan Hakim Mohon Tunggu... Dosen - persistance endurance perseverance

do the best GOD do the rest

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pro-Kontra Pembebasan (Tak) Bersyarat ABB

27 Januari 2019   00:00 Diperbarui: 27 Januari 2019   04:11 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Presiden Jokowi menyatakan akan membebaskan ABB dengan alasan kemanusiaan. Jokowi menyatakan keputusan tersebut telah dibahas bersama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan penasihat hukumnya Yusril Ihza Mahendra.

Hal ini telah menimbulkan polemik di medsos. Beberapa hari kemudian http://wartakota.tribunnews.com/2019/01/21/wiranto-jelaskan-soal-rencana-pembebasan-abb-butuh-pertimbangan-dari-berbagai-aspek Wiranto meralat keputusan tersebut dan mengatakan bahwa rencana tersebut membutuhkan pertimbangan dari berbagai aspek.

Ada pihak yang mengatakan bahwa pembatalan tersebut disebabkan intervensi asing, misalnya Australia yang menyatakan keberatan mengingat banyak warga negaranya yang menjadi korban saat pemboman bali tersebut. Ada juga pihak yang mengatakan bahwa pembatalan tersebut disebabkan banyaknya ancaman golput yang beredar di medsos. Namun ada pula pihak yang mengatakan bahwa pembatalan tersebut disebabkan ketidaksetujuan beberapa petinggi parpol pendukung jokowi.

Meskipun demikian, ada beberapa fakta yang perlu dikemukakan dalam permasalahan prokontra pembebasan (tak) bersyarat ABB. Pertama rencana tersebut dengan alasan peri kemanusiaan membebaskan teroris tidak berperikemanusian yang sudah membunuh 200 orang dan melukai 200 orang lainnya.

Hal ini tentu melukai perasaan banyak orang yang berjuang untuk tegaknya Pancasila dan UUD 45 di republik tercinta. Pengorbanan tersebut sekarang dibalas dengan tindakan blunder dari petahana yang ingin mempertahankan kekuasaannya. Jadi muncul istilah, SBY yang menjarain, Jokowi yang bebasin.

Fakta kedua adalah tanggal 17 April 2019 akan dilangsungkan Pemilu untuk memilih wakil di DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI, DPD dan Presiden/Wapres. Menjelang pemilihan umum ini situasi politik menjadi semakin panas. Masing-masing pihak mencoba merebut hati konstituen pemilihnya dengan caranya sendiri.

Black campaign dan Negative Campaign dipergunakan untuk merebut simpati pemilih. Namun yang diributkan hanya masalah receh. Tidak ada pihak yang menerangkan Roadmap menuju Indonesia Emas. Masa kampanye yang terlalu panjang membuat muak sebagian besar masyarakat. Mereka mulai gerah dengan kondisi begini. Akhirnya banyak yang mulai apatis. Paslon nomor 10 Nurhadi-Aldo menawarkan alternatif penyegaran timeline.

Fakta ketiga adalah masa lalu salah satu paslon yang terlibat dalam kasus HAM, sedangkan disisi lain penyelesaian kasus HKBP Philadelfia dan GKI Yasmin, pemenjaraan ibu Meliana dan SP3 HRS yang dilakukan pada era petahana membuat sakit hati sebagian pihak. Apalagi pemilihan wapres petahana dari pihak yang dianggap bertanggungjawab atas kericuhan politik di Jakarta dan meningkatnya radikalisme agama. Akhirnya mereka mulai mengancam untuk menjadi Golongan Putih dengan alasan tidak ada calon yang menyatakan dengan tegas akan menjaga keutuhan NKRI dan Pancasila.

Fakta keempat adalah bebasnya BTP alias Ahok membuat gerah kedua pasang calon. Disatu pihak, BTP adalah bekas kader parpol dan dipihak lain BTP adalah wagub dari petahana. Semua tidak mau mendekat pada BTP menimbulkan simpulan sementara bahwa Pemilu 2019 bukan untuk minoritas. Ada pihak yang mengatakan bahwa "satu jari syariah, dua jari khilafah, 10 jari NKRI happy". 

Keempat fakta tersebut seharus menyadarkan pemerintah saat ini bahwa permasalahan ini sudah mengancam keutuhan berbangsa dan bernegara. Untuk itu sebaiknya pemerintah secara tegas menolak untuk membebaskan ABB. Dari blundernya permasalahan tersebut, jelas yang paling diuntungkan saat ini adalah Partai Bulan dan Bintang dengan manuver YIM tersebut.

Yang berhasil mencuri keuntungan adalah Partai Hanura disaat yang tepat melalui Pak Wiranto mengambil keputusan yang tepat. Yang paling dirugikan adalah partai PSI yang secara serta merta menyatakan sikap mendukung kebijakan petahana. Yang agak dirugikan adalah PDIP yang konon benteng Pancasila namun tidak berbuat apa-apa terhadap orang yang hendak mengganti Pancasila.

==rgds / Dokday

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun