Mohon tunggu...
Sembodo Nugroho
Sembodo Nugroho Mohon Tunggu... Peternak - Master of Animal Science

Bersepeda adalah hal yang sangat menyenangkan bagi saya, dengannya bisa mendapatkan tubuh yang sehat, inspirasi baru untuk dibagikan dan menikmati kesegaran udara dengan bonus pemandangan nan indah...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kapitalisasi di Desa, Salah Siapa?

2 Juni 2020   23:00 Diperbarui: 2 Juni 2020   23:05 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang Warga desa sedang mengayuh sepedanya (dokpri)

Diantaranya adalah, banyaknya hutang beserta bunga terhadap bank yang harus segera dilunasi karena ketidak sanggupan untuk melunasinya jika tidak menjual tanah. 

Kebijakan bank dalam mempermudah peminjaman terhadap orang desa, baik bank BUMN, swasta maupun bank keliling membuat banyak yang terlilit hutang, hal ini dikarenakan ketidak konsistenan dan minimnya pemasukan bulanan yang didapat dibandingkan dengan setoran bulanan. 

Tidak sedikit juga orang meminjam lebih dari satu bank, hal tersebut guna untuk menutup tunggakan setoran berikut bunga dari bank yang lainnya, demikian seterusnya hingga pihak bank tidak sedikit yang memasukan ke daftar hitam peminjam. 

Tidak adanya generasi penerus dalam pengolahan lahan (menjadi petani:Red), minimnya antusias generasi muda pada dunia pertanian sehingga mereka memilih menjual tanahnya setelah orang tuanya wafat atau sudah tidak lagi bertani karena faktor usia. Hasil penjualan tanah biasa digunakan untuk membangun rumah, modal usaha atau menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi.

Ketiga, Harapan besar dapat bekerja di perusahaan yang akan dibangun. Angka pengangguran yang tinggi di desa karena minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia menjadi salah satu alasan untuk membebaskan lahan. 

Berharap supaya sumber daya lokal dapat bekerja di perusahaan nya nanti setelah beroperasi. Hal inilah yang kait eratnya dengan jiwa gotong royong di pedesaan yang masih kental, dimana pengorbanan akan dilakukan oleh warga desa supaya yang lain dapat menikmati hasilnya yakni dapat bekerja di tempat perusahaan tersebut setelah beroperasi, meskipun faktanya daya serapo Sumber daya Manusia (SDM) lokal terbilang rendah karena tidak masuk kualifikasi perusahaan, baik secara pendidikan maupun ketrampilan atau bahkan minimnya informasi yang didapatkan saat perekrutan berlangsung.

Keempat, Rasa Rikuh Pekewuh ( Rasa tidak enakan), masyarakat desa apalagi yang di pulau Jawa akan mengedepankan rikuh pekewuh apalagi yang meminta atau membujuknya adalah orang yang mempunyai kedudukan baik secara sosial maupun struktural, sehingga akan sulit untuk menolaknya meskipun terkadang apa yang didapatnya cenderung merugikan dirinya sendiri.

itulah alasan kenapa orang di desa cenderung lebih mudah melepas lahannya daripada mempertahankannya, di samping jika mempertahankannya akan mendapatkan sanksi sosial oleh lingkungannya baik oleh perangkat desa ataupun oleh calon pejual lainnya, karena berpotensi menggagalkan secara keseluruhannya apalagi mereka yang mempunyai lahan luas di tempat strategis di desa. 

Alasan - alasan tersebut merupakan hasil analisis lapangan dan wawancara yang saya lakukan secara pribadi di beberapa desa ( tempat saya rahasiakan untuk menjaga ketertiban : Red).

Apakah mereka akan berhenti begitu saja ? jawabannya adalah tidak, karena akan mengundang para pemodal lain untuk hadir lebih banyak lagi, baik kompetitor perusahaan ataupun turunan bisnis lainnya. 

Apakah orang lokal terakomodir, jawabannya juga tidak, karena faktor SDM yang tidak terkualifikasi. Hal ini tentunya akan menjadi ancaman di kemudian hari bagi penduduk asli yang tinggal di desa, mereka akan terusik dan akan terjadi kesenjangan dengan pendatang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun