Mohon tunggu...
Doharman Sitopu
Doharman Sitopu Mohon Tunggu... Penulis - Manajemen dan Motivasi

Seorang Pembelajar berbasis etos , Founder sebuah lembaga Training Consulting, Alumni YOKOHAMA KENSHU CENTER--JAPAN, Alumni PROAKTIF SCHOOLEN JAKARTA, Penulis buku "Menjadi Ghost Writer"--Chitra Dega Publishing 2010, Founder sebuah perusahaan Mechanical Electrical (Khususnya HVAC), Magister dalam ilmu manajemen, Memiliki impian menjadi Guru.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gurita Cikeas, direspon dua Buku

7 Januari 2010   11:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:35 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_49960" align="alignleft" width="300" caption="di Cikeas ada Gurita?"][/caption]

BukuMembongkar Gurita Cikeas” karangan George Junus Aditjondro yang terbit di awal tahun ini, sempat menghebohkan sejumlah kalangan di tanah air. Pada awal penerbitanya, tiba-tiba buku itu menghilang secara misterius tanpa ada yang tahu kemana perginya, bagaikan ditelan bumi.

Dalam kondisi seperti itu muncul pertanyaan besar, ”Apakah di era reformasi ini masih perlu melarang terbitnya karya seseorang, terlebih sebuah buku yang merupakan sarana pembelajaran?” Bukankah hal ini akan kontraproduktif dengan nuansa demokrasi yang telah puluhan tahun kita sosialisasikan dan perjuangan dengan susah payah?

Tanpa berpihak  perlu kita camkan bersama, bahwa dalam hal kepenulisan, kita terikat di dalam etika kepenulisan itu sendiri, dan batas-batas moral kewajaran, tidak mendiskreditkan orang lain dengan berbagai fakta dan data yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Jadi tidak tidak perlu was-was, dan terlalu reaktif terhadap sebuah karya cipta, seperti buku Gurita Cikeas ini. Biarkanlah data berhadapan dengan data, demikian juga fakta berhadapan dengan fakta. Buku dengan buku.

Akan berbeda kondisinya, bila buku itu dipersilahkan beredar, dan kemudian masyarakatlah yang menilai konten dan keakuratan data-data di dalamnya, apakah sesuai atau tidak dengan norma kewajaran, moral kewajaran, dan etika kepenulisan, apa bila tidak, maka masyarakat itu sendirilah yang akan melakukan penghakiman ( Judgement ), dan membuang buku serta isinya yang berupa sampah itu ke tong sampah.

Jadi tidak perlu melakukan upaya-upaya yang tidak elegant terhadap sebuah karya cipta seperti buku George ini, karena hal ini malah membuat publik semakin penasaran untuk mencarinya, dan berasumsi bahwa konten dan data di buku tersebut adalah benar adanya. Kalau tidak, mengapa perlu dilarang ?

Namun setelah mengikuti perkembanganya, ada berita menggembirakan, penjualan buku Karya George Junus Aditjonro ini tetap berjalan, seperti yang diberitakan di KOMPAS.com tanggal 3 January 2010 dengan judul ‘Penjualan "Gurita Cikeas" Laris, Tapi Galangpress Tak Kemaruk’Dikabarkan pula bahwa cetakan pertama sejumlah 4.000 eksemplar sudah ludes diserap pasar, dan dikabarkan akan naik cetak ulang dengan tiras 6.000 hingga 10.000 eksemplar.

Yang lebih menggembirakan lagi adalah dengan hadirnya dua buku tandingan yang merupakan respon untuk buku terdahulu. Menurut KOMPAS.com tanggal 7 Januay 2010 — Setelah Hanya Fitnah dan Cari Sensasi, George Revisi Buku karya Setyardi Negara, kini diluncurkan lagi buku baru untuk menjawab buku Gurita Cikeas-nya George Junus Aditjondro.

Buku baru ini berjudul Cikeas Menjawabkarya pengarang asal Yogyakarta, Garda Maeswara. Buku setebal 172 halaman yang diterbitkan penerbit Narasi itu diluncurkan di Sleman, DI Yogyakarta, Kamis.

Dijelaskan pula bahwa Dalam buku ini, Garda merangkum pandangan berbagai pihak, seperti politisi, ilmuwan, dan tokoh-tokoh nasional lainnya yang tidak sependapat dengan buku George. Metode yang dipakai juga serupa dengan yang digunakan George, yakni menggunakan sumber-sumber sekunder, seperti kutipan artikel, berita, ataupun wawancara yang ada baik di media cetak maupun elektronik.

Sebuah nuansa alam demokrasi yang patut kita sambut dengan positif. Memang Buku harus direspon dengan Buku, data harus direspon dengan data, bukan dengan reaksi yang tidak elegant dan emosional, apalagi dengan respon was-was.

Akhir kata, dengan perkembangan perbukuan yang diawali dengan pelarangan penerbitan, kemudian malah mendapat respon dari dua pengarang buku lain terhadap buku terdahulu, maka kita dapat membandingkan mana dari ketiga buku tersebut yang paling faktual dan paling dapat dipertanggung jawabkan.

Kita tunggu perkembangan selanjutnya.

Salam Buku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun