Mohon tunggu...
Dody Kasman
Dody Kasman Mohon Tunggu... Administrasi - Manusia Biasa

Wong Ndeso yang bukan siapa-siapa. Twitter : @Dody_Kasman

Selanjutnya

Tutup

Film

Review Jujur "Warkop DKI Reborn" Versi Saya

16 September 2019   02:15 Diperbarui: 16 September 2019   09:13 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : liputan6.com

Pertanyaan muncul saat adegan Kasino dan Indro menyelinap ke markas Amir Muka. Di dalam satu ruangan tersembunyi Kasino dan Indro mendapati puluhan perempuan muda ditawan dan minta tolong untuk dibebaskan. Muncul pertanyaan lagi, praktek money laundrynya di mana dan seperti apa? Apakah maksudnya pencucian uang untuk praktek trafficking juga atau bagaimana? Atau Komandan Cok mendapat informasi salah tentang misinya? Bingung saya.

Tak jelas juga bagaimana mereka tiba-tiba bisa terdampar di Maroko. Apa juga alasannya membawa mereka ke sana? Apakah ada memang misi untuk membebaskan Aisyah (Aurora Ribero) dari tawanan penjahat? Lantas kembali ke misi utama, apa hubungannya juga dengan money laundry?

Capek, itu yang saya rasakan begitu film sudah memasuki paruh kedua dengan lokasi syuting benua Afrika. Jujur, mata ketika itu sudah mulai terasa berat, bahkan guyonan yang disajikan serasa sulit membelalakkan mata saya. Hingga akhirnya kesadaran saya pulih ketika lagu "Cintaku Terbagi Dua" menjadi penutup kisah yang ternyata masih juga terbagi dua. Masih ada sambungannya! Lah, apa lagi yang harus disambungkan? Mana lagi yang harus dilanjutkan? Semakin capek lah saya.

Bersambungnya film ini setidaknya menjawab keresahan saya terkait ketidakjelasan cerita. Mungkin memang ceritanya sengaja dibuat tidak jelas dan menggantung sebab masih ada kelanjutannya. Tapi strategi ini menurut saya justru menjadi blunder. Dengan ketidakjelasan alur cerita dan humor garing yang membosankan di episode pertama ini, penonton akan malas untuk menyaksikan episode berikutnya.

Diselipkannya beberapa parodi film populer seperti "Dilan 1991", "Ayat Ayat Cinta 2", "Pengabdi Setan" dan "Bumi Manusia", bagi sebagian orang mungkin cukup menghibur sekaligus sebagai ajang reuni film-film favorit mereka. Namun bagi sebagian lagi menjadi sangat mengganggu sebab membuat cerita menjadi tak fokus. Semestinya, kisahnya fokus pada petualangan trio Warkop DKI, tidak dibuat lari keman-mana ala parodi rombongan "Scary Movie."

Keterlibatan aktor-aktor muda seperti Aliando Syarief dan Adipati Dolken memunculkan komentar pro dan kontra. Di satu sisi keterlibatan mereka mampu menjadi daya tarik bagi generasi milenial di sisi lain, bagi fans berat Warkop DKI versi original bisa jadi sangat mengganggu. Harus diakui, memerankan komedian legendaris sekelas Warkop DKI tentu menjadi beban berat bagi Aliando, Adipati dan Randy.

Bagaimanapun kerja keras mereka menghidupkan kembali Warkop DKI dalam format yang lebih fresh patut mendapat apresiasi. Terutama Aliando yang harus mati-matian menyesuaikan kontur mulut dengan gisi palsu yang harus dipakainya sepanjang proses syuting. Sepintas memang penampakan Aliando sangat mirip Dono saat remaja termasuk gestur khasnya. Hanya saja saat dialog, gigi palsu yang dipakainya masih terasa mengganggu.

Semetara Adipati Dolken bermain aman sebagai Kasino yang tak perlu make over khusus sebagaimana Dono. Gaya bicaranya juga terkesan sekenanya saja, tak mirip meski terdengar berusaha dimirip-miripkan Kasino. Sementara Randhy Danistha dengan kumis tipisnya sepintas mirip  Indro di masa muda, namun gaya bicara dan bahasa tubuhnya belum mirip Indro aslinya.

Khas film-film Warkop DKI jaman dahulu, versi reborn ke-3 ini kembali menghadirkan artis-artis cantik dan sexy, baik di jajaran pemain utama maupun artis pendukung. Sebut saja aktris muda cantik Salshabilla Adriani sebagai Inka dan Aurora Ribero sebagai Aisyah. Kehadiran mereka setidaknya membuat "Warkop DKI Reborn" menjadi sedikit lebih hidup. Ditambah lagi kemunculan Annelies (Mawar Eva De Jongh) yang cantik tanpa tanding pada selipan "Bumi Manusia" yang diparodikan menjadi "Bunyi Manusia", serasa menjadi pembasuh dahaga di tengah kering kerontangnya plot film ini.

Meski banyak miss dan lubang plot yang membuat alur cerita menjadi tak nyaman untuk diikuti, bukan berarti film ini tak punya nilai plus sebagai penyelamat. Dari desain produksi, nampak jika "Warkop DKI Reborn" benar-benar digarap dengan serius. Sinematografinya keren dengan color grading yang nyaman di mata. Demikian juga tata suara dan ilustrasi musik yang mampu membawa suasana serasa kembali ke era kejayaan Warkop DKI dahulu kala.

Namun tak dapat dipungkiri bahwa kekuatan sebuah film bukan semata pada aspek sinematografi yang aduhai dan audio yang bikin terbuai, tapi pada kekuatan alur cerita yang mampu membawa penonton hanyut pada kisah yang disajikan hingga tak merasa bosan meski dengan durasi panjang sekalipun. Inilah yang tak saya temui di "Warkop DKI Reborn" sebagaimana telah saya jelaskan di bagian awal tulisan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun