Mohon tunggu...
Dody Kasman
Dody Kasman Mohon Tunggu... Administrasi - Manusia Biasa

Wong Ndeso yang bukan siapa-siapa. Twitter : @Dody_Kasman

Selanjutnya

Tutup

Film

Review Jujur "Warkop DKI Reborn" Versi Saya

16 September 2019   02:15 Diperbarui: 16 September 2019   09:13 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : liputan6.com

Setiap mendengar dan membaca tulisan Warkop DKI, ingatan saya terbawa puluhan tahun ke belakang. Saat saya masih anak-anak, sejak baru bisa memahami cerita pada sebuah film. Kala itu justru saya lebih dulu tahu kepanjangan DKI adalah Dono Kasino Indro. Baru setelah itu familiar bahwa DKI juga singkatan untuk Daerah Khusus Ibu Kota.

Jika dibilang die hard fans Warkop DKI, tidak juga. Tapi harus diakui saya sangat respek pada tiga personel Warkop DKI tersebut. Dedikasi pada karier, kesetiannya menghibur penggemar, kekompakan dan profesionalisme mereka patut menjadi contoh generasi masa kini. Bahkan hingga tinggal tersisa Indro, Warkop DKI tetaplah Warkop DKI, tentu tanpa mengesampingkan dua personel lainnya Rudy Badil dan Nanu Mulyono.

Kini setelah hampir setengah abad sejak terbentuk, Warkop DKI kembali hadir menghibur rakyat Indonesia, termasuk generasi milenial yang notabene belum terbiasa dengan lawakan-lawakan mereka. Ya, sejak tahun 2016 Warkop DKI bangkit kembali dalam format baru, menggunakan idola masa kini yang berperan sebagai diri mereka.

Diawali film "Warkop DKI Reborn : Jangkrik Bos! Part 1" (2016) dengan Abimana Aryastya sebagai Dono, Vino G. Bastian sebagai Kasino dan Tora Sudiro sebagai Indro. 

Warkop DKI format baru ini disambut antusias oleh penikmat film komedi tanah air utamanya penggemar Dono Kasino Indro. Terbukti film ini tercatat sebagai film Indonesia terlaris sepanjang masa dengan perolehan 6.858.616 penonton. Disusul kemudian sequelnya, "Warkop DKI Reborn : Jangkrik Bos! Part 2" (2017) masih dengan pemain yang sama. Film kedua ini berhasil mengumpulkan 4.083.190 juta penonton.

Dan kini di tahun 2019 Warkop DKI dibangkitkan kembali dalam film "Warkop DKI Reborn" tanpa embel-embel "part." Film yang memang bukan kelanjutan dua film sebelumnya ini hadir dengan format terbaru. Ada Aliando Syarief sebagai Dono, Adipati Dolken sebagai Kasino dan Randy Danistha sebagai Indro.

Peluncuran film arahan sutradara Rako Prijanto ini juga terbilang istimewa sebab bertepatan dengan momen hari ulang tahun ke 46 Warkop DKI. Tak tanggung-tanggung, mega premiere film berdurasi 1 jam 40 menit ini digelar serentak di bioskop seluruh Indonesia tanggal 7 September 2019 pukul 19.00 WIB dengan harga tiket super murah, hanya Rp. 5.000,- saja.

Namun entah mengapa, Sabtu malam itu saya sama sekali tak tertarik untuk ikut menontonnya pada saat mega premiere dan justru memilih kembali menonton "Bumi Manusia" untuk yang keenam kalinya. Baru seminggu kemudian, di hari kedua setelah tanggal tayang perdana, setelah membaca aneka ragam review yang terbelah antara yang positif dan negatif, tapi lebih banyak yang respon miring, membuat saya penasaran untuk menontonnya.

Dan setelah menontonnya secara utuh, tak ada kesan istimewa yang saya dapat. Kebalikan dari film "Bumi Manusia" yang meninggalkan kesan mendalam dan memberikan pengalaman spiritual tersendiri saat dan seusai menontonnya. "Warkop DKI Reborn" justru memunculkan pertanyaan "lucunya di mana?." Terkejut juga dengan endingnya, bukan karena plot twist, tapi karena ternyata film ini masih ada sambungannya. 

Saat menonton "Bumi Manusia" saya betah duduk tercekat hingga film benar-benar usai walaupun durasinya lumayan lama, tiga jam. Begitu terkesannya pada kisah yang disajikan membuat saya masih berkeinginan untuk menontonnya lagi dan lagi. Pengalaman menonton semacam ini tak saya dapatkan pada "Warkop DKI Reborn." Separuh perjalanan film terasa membosankan. Entah selera humor saya yang rendah atau joke-joke yang disajikan levelnya terlalu tinggi hingga saya kesulitan untuk mencernanya.

Ide ceritanya sebenarnya sederhana, namun kemudian berkembang menjadi tak jelas dan lari kemana-mana. Intinya, Dono, Kasino, Indro direkrut oleh Komandan Cok menyelidiki praktek money laundry di dunia perfilman dengan target rumah produksi milik Amir Muka yang diperankan oleh Ganindra Bimo. Misi tersebut  mempertemukan mereka dengan artis cantik Inka (Salshabilla Adriani) yang entah bagaimana kemudian membawa mereka terdampar di gurun pasir Maroko.

Pertanyaan muncul saat adegan Kasino dan Indro menyelinap ke markas Amir Muka. Di dalam satu ruangan tersembunyi Kasino dan Indro mendapati puluhan perempuan muda ditawan dan minta tolong untuk dibebaskan. Muncul pertanyaan lagi, praktek money laundrynya di mana dan seperti apa? Apakah maksudnya pencucian uang untuk praktek trafficking juga atau bagaimana? Atau Komandan Cok mendapat informasi salah tentang misinya? Bingung saya.

Tak jelas juga bagaimana mereka tiba-tiba bisa terdampar di Maroko. Apa juga alasannya membawa mereka ke sana? Apakah ada memang misi untuk membebaskan Aisyah (Aurora Ribero) dari tawanan penjahat? Lantas kembali ke misi utama, apa hubungannya juga dengan money laundry?

Capek, itu yang saya rasakan begitu film sudah memasuki paruh kedua dengan lokasi syuting benua Afrika. Jujur, mata ketika itu sudah mulai terasa berat, bahkan guyonan yang disajikan serasa sulit membelalakkan mata saya. Hingga akhirnya kesadaran saya pulih ketika lagu "Cintaku Terbagi Dua" menjadi penutup kisah yang ternyata masih juga terbagi dua. Masih ada sambungannya! Lah, apa lagi yang harus disambungkan? Mana lagi yang harus dilanjutkan? Semakin capek lah saya.

Bersambungnya film ini setidaknya menjawab keresahan saya terkait ketidakjelasan cerita. Mungkin memang ceritanya sengaja dibuat tidak jelas dan menggantung sebab masih ada kelanjutannya. Tapi strategi ini menurut saya justru menjadi blunder. Dengan ketidakjelasan alur cerita dan humor garing yang membosankan di episode pertama ini, penonton akan malas untuk menyaksikan episode berikutnya.

Diselipkannya beberapa parodi film populer seperti "Dilan 1991", "Ayat Ayat Cinta 2", "Pengabdi Setan" dan "Bumi Manusia", bagi sebagian orang mungkin cukup menghibur sekaligus sebagai ajang reuni film-film favorit mereka. Namun bagi sebagian lagi menjadi sangat mengganggu sebab membuat cerita menjadi tak fokus. Semestinya, kisahnya fokus pada petualangan trio Warkop DKI, tidak dibuat lari keman-mana ala parodi rombongan "Scary Movie."

Keterlibatan aktor-aktor muda seperti Aliando Syarief dan Adipati Dolken memunculkan komentar pro dan kontra. Di satu sisi keterlibatan mereka mampu menjadi daya tarik bagi generasi milenial di sisi lain, bagi fans berat Warkop DKI versi original bisa jadi sangat mengganggu. Harus diakui, memerankan komedian legendaris sekelas Warkop DKI tentu menjadi beban berat bagi Aliando, Adipati dan Randy.

Bagaimanapun kerja keras mereka menghidupkan kembali Warkop DKI dalam format yang lebih fresh patut mendapat apresiasi. Terutama Aliando yang harus mati-matian menyesuaikan kontur mulut dengan gisi palsu yang harus dipakainya sepanjang proses syuting. Sepintas memang penampakan Aliando sangat mirip Dono saat remaja termasuk gestur khasnya. Hanya saja saat dialog, gigi palsu yang dipakainya masih terasa mengganggu.

Semetara Adipati Dolken bermain aman sebagai Kasino yang tak perlu make over khusus sebagaimana Dono. Gaya bicaranya juga terkesan sekenanya saja, tak mirip meski terdengar berusaha dimirip-miripkan Kasino. Sementara Randhy Danistha dengan kumis tipisnya sepintas mirip  Indro di masa muda, namun gaya bicara dan bahasa tubuhnya belum mirip Indro aslinya.

Khas film-film Warkop DKI jaman dahulu, versi reborn ke-3 ini kembali menghadirkan artis-artis cantik dan sexy, baik di jajaran pemain utama maupun artis pendukung. Sebut saja aktris muda cantik Salshabilla Adriani sebagai Inka dan Aurora Ribero sebagai Aisyah. Kehadiran mereka setidaknya membuat "Warkop DKI Reborn" menjadi sedikit lebih hidup. Ditambah lagi kemunculan Annelies (Mawar Eva De Jongh) yang cantik tanpa tanding pada selipan "Bumi Manusia" yang diparodikan menjadi "Bunyi Manusia", serasa menjadi pembasuh dahaga di tengah kering kerontangnya plot film ini.

Meski banyak miss dan lubang plot yang membuat alur cerita menjadi tak nyaman untuk diikuti, bukan berarti film ini tak punya nilai plus sebagai penyelamat. Dari desain produksi, nampak jika "Warkop DKI Reborn" benar-benar digarap dengan serius. Sinematografinya keren dengan color grading yang nyaman di mata. Demikian juga tata suara dan ilustrasi musik yang mampu membawa suasana serasa kembali ke era kejayaan Warkop DKI dahulu kala.

Namun tak dapat dipungkiri bahwa kekuatan sebuah film bukan semata pada aspek sinematografi yang aduhai dan audio yang bikin terbuai, tapi pada kekuatan alur cerita yang mampu membawa penonton hanyut pada kisah yang disajikan hingga tak merasa bosan meski dengan durasi panjang sekalipun. Inilah yang tak saya temui di "Warkop DKI Reborn" sebagaimana telah saya jelaskan di bagian awal tulisan ini.

Saya sependapat jika banyak yang menilai cerita yang disajikan "Warkop DKI Reborn" absurd, tak jelas mau di bawa kemana. Bersambung ke bagian kedua juga terasa mengada-ada dan sesungguhnya memang tak perlu ada. Atau Falcon Pictures memang telah menyiapkan strategi khusus dengan kejutan yang mungkin akan dimunculkan di seri berikutnya.

Bahkan bagi saya yang sejak SD sudah sangat familiar pada lawakan Warkop DKI versi original, versi remake ataupun reborn dengan menggunakan aktor lain sebagai pemeran Dono, Kasino dan Indro untuk sebuah film fiksi sesungguhnya tidak perlu. Kecuali jika suatu saat memang akan dibuat biopic tentang kisah hidup dan perjalan karier mereka yang mau tak mau harus diperankan orang lain.

 Dalih melestarikan warisan Warkop DKI dengan cara membuat versi remake ataupun reborn pada akhirnya memunculkan prasangka itu semua sekedar eksploitasi popularitas mereka demi mendapatkan keuntungan semata. Tanpa harus membuat remake ataupun reborn, pelestarian warisan Warkop DKI bisa dilakukan dengan memberi sentuhan teknologi terbaru pada puluhan film lawas mereka yang secara fisik mungkin sudah termakan usia, dengan restorasi dan digitalisasi misalnya.

Kini akhirnya "Warkop DKI Reborn" telah hadir menyapa penikmat film tanah air. Dengan kelebihan pada sinematografi yang tak mampu menutup kelemahan pada alur cerita dengan segala ketidakjelasannya, film ini telah tercatat sebagai warisan Warkop DKI yang paling banyak diperdebatkan hingga membuat penggemar mereka terbagi dua, antara yang pro dan kontra versi remake ataupun reborn.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun