Aku melihat sesuatu yang belum pernah aku lihat. Bahkan aku tidak pernah membayangkannya. Pemandangan yang membuat mataku perih dan meneteskan air mata. Aku tak bisa berkata-kata. Benarkah apa yang aku lihat? Benarkah wanita yang menyandarkan kepalanya pada bahu seorang laki-laki itu adalah Aisyah? Aisyah yang masih menjadi kekasihku saat ini?
Ya, aku tahu lelaki itu meski belum mengenalnya. Dia adalah Roy mahasiswa fakultas kedokteran. yang aku tahu Aisyah tidak ada urusan dari diri Roy. Tapi yang ada di depan mataku mereka sangat dekat. Tidak mungkin aku salah lihat. Kurasa mataku masih normal.Â
"Aisyah....!" teriakku dengan nada bergetar. Aku berusaha tenang menahan emosiku yang membuncah. Aku tidak mau Aisyah melihatku menangis. Aisyah tidak suka  melihat laki-laki yang cengeng, meskipun aku selalu mendebatnya, karena menurutku menangis bukanlah tanda suatu kelemahan. Melihatku Aisyah menjadi salah tingkah.
"Bi.. Maaf jangan salah faham."
Aisyah bangkit dari tempat duduknya. Dia pasti mengejarku. Tetapi Roy mencegah, malah Roy yang mengejarku. Aku tidak memperdulikan mereka. Aku tidak tahan menahan sesak didada. Jam kuliahku sudah selesai. Aku ingin segera pulang. Biarlah Aisyah bersama Roy. Â Tetapi Roy berhasil menarik pergelangan tanganku. "Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu, Robi. Ini penting tentang Aisyah" ucapnya.
"Aku tidak tahu apa yang akan engkau bicarakan, sekarang aku mengerti tentang sikap Aisyah kepadaku. Biarlah dia bersamamu Roy. Mungkin itu lebih baik" aku tidak yakin dengan ucapanku sendiri. Mungkin hatiku memang belum sepenuhnya pasrah Aisyah bersama dengan Roy.
"Dengarkan aku Robi"
Aku pulang dan mengabaikan Roy yang masih termangu di belakang. Percuma aku mendengarkan penjelasannya. Toh, Aisyah tetap disitu dia, dia tidak mengejarku.
Dadaku sesak ketika mengenang masa-masa indah bersama Aisyah. Adalah hal yang indah dan berwarna saat aku masih bersamanya, namun bunga mawar tak selamanya mekar, seperti kisahku bersama Aisyah. Menjadikan aku sakit dan terluka diakhir cerita.
Sejak kejadian itu aku tidak lagi menemui Aisyah. Aku memilih menghindar jika Aisyah menghampiriku. Amarahku saat kejadian kemarin masih belum bisa kuredamkan, Aisyah berulang kali menghubungi ponselku, namun aku enggan berbicara kepadanya. Aisyah juga berulang kali mengirim pesan, namun tak satupun kubaca. Tanpa kusadari didalam lubuk hati yang paling dalam aku merindukannya. Sudah lama aku tidak membuka buku catatan yang selalu dia bawa, meskipun sering kali dia marah saat aku membacanya karena semua tulisan dia tentang aku.
Robi, Salahkah jika seorang kekasih merindukan kekasihnya? begitu pesan Aisyah yang aku baca dari ponselku. Aku tidak mengerti kenapa Aisyahmasih menganggapku kekasih, dan masih merindukanku. seperti halnya diriku yang merindukannya. Hati kami masih berdegub dengan irama yang sama yaitu rindu.