Mohon tunggu...
Dodik Suprayogi
Dodik Suprayogi Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Independen

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Sapaan Babi Hutan Penghuni Sumbing

13 Agustus 2022   08:21 Diperbarui: 16 Agustus 2022   17:30 2101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampakan Gunung Sumbing Dari Kledung (Dokpri)

Awalnya cukup ngeri, Ketika mendengar “di bawah tebing”, setelah dituntun dan ditemani pemuda desa cukup aman jalur yang dilalui untuk turun menuju sungai. 

Khas sungai pegunungan, air yang jernih, sejuk dan suara rintikan air yang mengalir pelan cukup membuat syahdu suasana. Bergantian kami membasuh muka, merasakan kesegaran air murni pegunungan sumbing, segar sekali rasanya. 

Cukup lama kami beristirahat di tempat ini, setelah shalat asyar dan dhuhur yang kami gabung dan cukup mengambil pasokan air, kami kembali bergegas  menuju waktu kasur. Tidak terasa sudah pukul 17. 00 WIB.

Melanjutkan perjalanan menuju pos segara wedi, salah satu rekan kami mengalami kelelahan hebat, alhasil kita beristirahat kembali dan menyuplai tubuh dengan makanan yang kita masak. 

Sambil menikmati makanan yang kita masak, begitu indah sekali matahari yang terbenam diantara pegunungan sindoro dan prau. Merah jingga khas senja yang “didewakan” anak indie begitu nyata cantiknya dari atas sumbing.

Senja Terlihat Di atas Gunung Sindoro (Dokpri)
Senja Terlihat Di atas Gunung Sindoro (Dokpri)

Malam semakin menggelap, untungnya sinar rembulan begitu terang, membantu kami berjalan. Di luar kehendak kami, kami terpisah dengan pemuda desa yang menjadi tourguide. Padahal Sebagian besar pembekalan kami ada disana. 

Berjalanan perlahan sambal membopong ringan langkah kaki teman kami yang sedang sakit, kami menyusuri jalan hanya berdasarkan feeling, karena belum ada yang pernah mendaki sumbing via jalur religi. 

Suasana semakin menegang dan mencekam, kami tersesat tinggal bertiga. Teman kami yang sakit dan yang membopongnya jauh tidak terlihat, padahal kami berjalan tepat di depan mereka. Pikiran sudah berkecamuk, hingga pukul 22.00 WIB kami belum juga sampai di segara wedi, sekali lagi kami menyimpulkan bahwa kami benar-benar tersesat.

Angin  malam yang begitu riuh, kabut yang semakin tebal memaksa kami mendirikan tenda darurat menghindari jika ada binatang buas atau cuaca yang berubah menjadi ekstrim. 

Terlelap dalam tidur singkat, suara langkah kaki mendekati tenda. Kami saling melempar kuasa siapa yang berani mengecek keluar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun