Mohon tunggu...
Dodi Bayu Wijoseno
Dodi Bayu Wijoseno Mohon Tunggu... Belajar, membuat hidup lebih indah

Penyuka Sejarah, hiking dan olah raga

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film Kadet 1947, Epiknya Kisah Nyata Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

28 November 2021   14:33 Diperbarui: 28 November 2021   14:42 3317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Kadet 1947. Sumber: kompas.com

Film Kadet 1947 baru saja dirilis di gedung-gedung bioskop pada tanggal 25 November 2021 yang lalu dan menyapa para pecinta kisah sejarah Indonesia yang merindukan film-film bertema sejarah perjuangan bangsa yang besar ini. Film kadet 1947 disutradai oleh; Rahabi Mandra dan  Winaldo Artaraya Swastia serta didukung sejumlah artis ternama sebagai pemeran utamanya  seperti: Bisma Karisma (sebagai Sutardjo Sigit), Kevin Julio (sebagai Mulyono), Omar Estaghlal (sebagai Suharnoko Harbani),Mariothino Lio ( sebagai Bambang Saptoadji), Wafda Saifan (sebagai Sutardjo), Fajar Nugraha (sebagai Kaput), Chicco Kurniawan (sebagai Dul) dan masih ada sejumlah artis ternama yang mendukung film bertema sejarah ini: seperti Ibnu Jamil yang memerankan Halim Perdanakusuma dan sebagainya.

Film ini berfokus pada 7 orang pemuda: 4 orang Kadet atau siswa calon penerbang dan 3 orang teknisi yang terlibat dalam misi pertama operasi pengeboman udara Angkatan Udara Republik Indonesia. Merupakan sebuah kisah epik dimana para pemuda dengan segala ciri khasnya: semangat tinggi dan emosi yang masih meledak-meledak serta agak sedikit sembrono memberikan kontribusi besarnya dalam mempertahankan kemerdekaan dan  membela harga diri bangsa Indonesia.

Dalam artikel berjudul " TNI AU Hebat Juga" yang menjadi bagian buku Edisi Koleksi Angkasa II-"Pesawat Pembom Sepanjang Masa":(PT. Gramedia 2002) dituliskan ulah kenekatan"anak-anak" usia 20 tahunan ini membuat Belanda kalang kabut dan merasa benar-benar kecolongan hingga Belanda memerintahkan pemadaman listrik di seluruh daerah pendudukannya di Pulau Jawa.

Bertepatan dengan bulan November yang terkenal dengan hari Pahlawannya, film ini  membantu memvisualkan kembali kisah sejarah yang  layak untuk diceritakan yang diharapkan dapat menambah wawasan tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan serta menumbuhkan dan memelihara semangat patriotisme kepada para generasi penerus.   

Berlatar belakang revolusi fisik mempertahankan kemerdekaan di tahun 1947


Film ini mengambil setting tahun 1947 di mana setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945 dan kalahnya Jepang dalam pertempuran Pasifik, Belanda dengan segala cara liciknya berusaha menguasai kembali Indonesia dengan membonceng tentara Sekutu yang akan melucuti tentara Jepang di Indonesia. Karena gentingnya situasi, atas saran Sri Sultan Hamengkubuwono IX,  Ibu Kota negara Republik Indonesia telah dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta pada tahun 1946 dalam sebuah misi senyap yang tidak terdeteksi oleh pihak Belanda. 

Sejumlah literatur sejarah menuliskan bahwa pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melanggar perjanjian Linggar Jati dengan melakukan agresi  militer pertamanya menyerang wilayah Republik Indonesia yang telah diakuinya secara de facto dalam perjanjian tersebut. Operasi militer Belanda bertajuk  "Operatie Product" dilakukan atas wilayah Sumatra dan Jawa termasuk penyerangan sejumlah pangkalan udara milik Republik Indonesia oleh pesawat-pesawat pemburu dan penyerang Belanda P-40  Kitty Hawk dan si" cocor merah" P-51 Mustang . 

Pangkalan Udara Maguwo di Yogyakarta juga tidak luput dari serangan tetapi untungnya seperti digambarkan dalam sebuah adegan Film Kadet 1947, empat buah pesawat: sebuah Guntei, 2 Cureng serta sebuah Hayabusa sempat disembunyikan di balik pepohonan dan dedaunan di sekitar Pangkalan udara Maguwo. Peristiwa tersebut menyebabkan kemarahan pemuda yang sedang dididik menjadi calon penerbang di Maguwo. Selamatnya 4 buah pesawat tersebut dari serangan udara Belanda menjadi salah satu titik balik sejarah Angkatan Udara Republik Indonesia.

Diinspirasi dari kisah nyata operasi pengeboman udara pertama Angkatan Udara Republik Indonesia 

para pemeran Film Kadet 1947. Sumber gambar: cinemags.co.id
para pemeran Film Kadet 1947. Sumber gambar: cinemags.co.id
Film Kadet 1947 ini diinspirasi dari kisah nyata mengenai operasi pengeboman udara pertama Angkatan Udara Republik Indonesia. Meski kejadiannya nyata namun untuk membuat film menjadi menarik tanpa menghilangkan esensi utama film, sejumlah  cerita seperti kisah persahabatan di antara para kadet, kisah romantisme percintaan seorang Kadet hingga kisah penghianatan ditambahkan sebagai bumbu pemanis film.

Dalam Film Kadet 1947, setelah Belanda menyerang pangkalan udara Maguwo sejumlah pemuda siswa sekolah penerbangan  mengajukan diri untuk menerbangkan pesawat yang masih tersisa dan melakukan pengeboman terhadap markas Belanda di kota Semarang dan Salatiga. Bagi para pemuda pemberani tersebut prinsip "hari ini atau tidak sama sekali" tidak bisa ditawar, permintaan mereka akhirnya dikabulkan oleh para petinggi Angkatan Udara Republik Indonesia saat itu.

Sedianya ada 4 pesawat peninggalan Jepang yang disiapkan untuk menyerang markas Belanda di Semarang dan Salatiga: sebuah Guntei yang dikenal sebagai Japanesse Stuka merujuk kepada pesawat pembom tukik legendaris milik Luftwaffe (Angkatan Udara Jerman) Ju-87 Stuka, sebuah pemburu Hayabusa, dan 2 buah pesawat Cureng, namun pada hari-H pesawat Hayabusa mengalami kendala teknis yang menyebabkannya batal terbang.

Pada tanggal 29 Juli 1947, pada pukul 05.11 pagi hari dengan diterangi lampu mobil jeep, secara bergantian tiga pesawat take off (lepas landas) menuju sasaran di kota Semarang dan Salatiga. Beberapa saat setelah lepas landas,  pesawat menjatuhkan bom di atas sasaran utama yang telah ditetapkan, hanya satu pesawat yang menjatuhkan bom di sasaran alternatif di kota Ambarawa karena adanya kesalahan navigasi visual di awal penerbangan. Dalam Film Kadet 1947, tidak lupa sang sutradara memasukkan aspek humoris ketika para kadet sedang menjalankan misinya.

Serangan tersebut berhasil membuat Belanda kalang kabut dan tidak menyangka Republik Indonesia mampu membuat serangan kejutan. Tiga pesawat yang melakukan operasi pengeboman tersebut berhasil kembali dengan selamat  ke Pangkalan Udara Maguwo setelah mentari merekah. Pesawat-pesawat segera disembunyikan, pesawat pemburu Belanda yang akhirnya mengejar hingga ke Maguwo tidak menemukan pesawat-pesawat tersebut.

Namun ada yang tidak diceritakan dalam film tersebut secara detail bahwa  di hari itu juga terdapat kisah sedih ketika pesawat pemburu Belanda menembak pesawat angkut Dakota yang juga diawaki oleh Adisutjipto, pesawat tersebut sedang membawa obat-obatan dari Singapura dan seharusnya tidak boleh ditembak.  Komodor Muda Udara Agustinus Adisutjipto bersama sejumlah orang gugur dalam serangan pengecut Belanda tersebut.

Pangkalan udara Maguwo, salah satu pangkalan udara yang melegenda dalam sejarah  Republik Indonesia

potret asli para anggota tim operasi pengeboman pertama Angkatan Udara Indonesia. Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id
potret asli para anggota tim operasi pengeboman pertama Angkatan Udara Indonesia. Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id

Pangkalan udara Maguwo atau yang sekarang dikenal sebagai Pangkalan TNI AU Adisutjipto merupakan salah satu pangkakalan udara yang melegenda dalam sejarah Republik Indonesia.  Dalam artikel berjudul " TNI AU Hebat Juga" yang menjadi bagian buku Edisi Koleksi Angkasa II-"Pesawat Pembom Sepanjang Masa":(PT. Gramedia 2002) dituliskan lahirnya AURI pada tanggal 9 April 1946 membangkitkan kegairahan di kalangan pemuda dan beberapa nama yang sudah malang melintang di dunia penerbangan seperti Suryadi Suryadarma yang juga lulusan Akademi Militer Belanda Breda dan pernah menjadi navigator di skadron bomber B-10 Glenn Martin dipercaya sebagai Kepala Staff AURI dan ia segera berencana untuk mencetak penerbang berbendera merah putih.

Sejarah mencatat pada tanggal 1 Desember 1945, sekolah penerbang pertama di Republik Indonesia telah berdiri di Landasan Udara Maguwo. Kepala sekolahnya merupakan seorang yang sudah sangat berpengalaman dalam dunia penerbangan yaitu Komodor Muda Udara Agustinus Adisutjipto. Dari sekolah penerbangan tersebut lahir nama-nama besar penerbang TNI AU yang tercatat dalam sejarah dan tak akan pernah dilupakan.

Pangkalan udara Maguwo telah mencatatkan nama besarnya dalam sejarah Republik Indonesia dan dianggap sebagai sasaran vital oleh Belanda ketika melakukan serangan besar di akhir tahun 1948 dengan tujuan untuk menghancurkan Republik ini. Sebagai tambahan informasi, sebagaimana dituliskan dalam buku "Doorstoot Naar Djokja-Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer" karya Julius Pour (PT Gramedia:2010) Panglima KNIL Jenderal Spoor melakukan operasi militer besar bertajuk Operatie Kraii (Operasi Gagak)  pada tanggal 19 Desember 1948. Operasi militer tersebut dikenal dengan Agersi Militer Belanda II.

Pada operasi tersebut Jenderal Spoor mengerahkan 2 kompi pasukan payung elite Belanda KST (Korps Speciale Troepen) yang diterbangkan langsung dari pangkalan Andir dan diterjunkan untuk menguasai Pangkalan Udara Maguwo.  Dengan cepat Pangkalan Udara Maguwo dikuasai meskipun pasukan pertahanan pangkalan telah melawan sekuat tenaga dan terpaksa harus mengundurkan diri karena kalah jumlah dan teknologi. Dari Maguwo Jendral Spoor mendatangkan batalion pasukan darat dari Pangkalan Udara Kalibanteng Semarang yang langsung bergerak menguasai kota Yogyakarta dan menawan sejumlah pejabat penting Republik Indonesia. Pasukan TNI langsung melancarkan perang gerilya terhadap Belanda sejak saat itu.

Hanya 3 bulan setelah peristiwa Agresi tersebut, Jenderal besar Sudirman dari markas gerilyanya bersama para komandan lapangan TNI berhasil menyusun strategi Serangan Umum. Serangan besar-besaran TNI bersama laskar pejuang yang didukung segenap rakyat terhadap kedudukan Belanda di Yogyakarta berhasil dilakukan pada tanggal 1 Maret 1949 sehingga dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949. Serangan Umum tersebut berhasil menguasai kota Yogyakarta selama 6 jam dan membuka mata dunia bahwa Republik Indonesia dan TNI masih utuh. Serangan umum tersebut memberikan posisi tawar yang kuat Indonesia dalam diplomasi dan mengakhiri petualangan militer Belanda di Indonesia. Fakta sejarah mencatat bahwa hingga perang berakhir Belanda tidak mampu menemukan Jenderal Sudirman dan induk pasukan TNI.

Jenderal Sudirman juga digambarkan dalam salah satu adegan di Film Kadet 1947 ketika menyelamatkan para kadet dari tangan pasukan Belanda, ketika dikisahkan dalam film tersebut mereka nekat pergi menyeberangi garis demarkasi untuk mengambil onderdil pesawat yang dibutuhkan dari pesawat yang jatuh.


Pada porsinya memberikan wawasan sejarah kepada generasi penerus mengenai sejarah dirgantara bangsa Indonesia

salah satu adegan dalam Film Kadet 1947.Sumber gambar: imdb.com
salah satu adegan dalam Film Kadet 1947.Sumber gambar: imdb.com

Apresiasi yang tinggi perlu kita berikan kepada sutradara dan para pemain yang telah berusaha sekuat tenaga untuk menyampaikan pesan dalam Film Kadet 1947 ini. Pada porsinya Film Kadet 1947 ini telah memberikan wawasan sejarah kepada generasi penerus mengenai sejarah besar dirgantara bangsa Indonesia yang mungkin belum banyak dituliskan di dalam buku-buku sejarah. 

Sebagaimana diketahui bahwa penguasaan teknologi dirgantara juga menjadi salah satu tolok ukur majunya sebuah negara. Fakta sejarah membuktikan di umurnya yang masih sangat muda dan belum memiliki banyak ahli teknologi dirgantara di tahun 1947, Angkatan Udara Republik Indonesia telah mampu melakukan operasi pengeboman udara ke sejumlah sasaaran strategis milik Belanda dan berhasil meskipun dilakukan dengan sumber daya yang sangat terbatas. 

Jika suatu waktu ada kesempatan main ke Yogyakarta mampirlah sebentar ke Museum Pusat TNI Angkatan Udara Dirgantara Mandala di kawasan Bandara Udara Adisucipto, di museum tersebut terdapat narasi lengkap tentang sejarah kedirgantaraan Indonesia. Di sana terdapat pula sejumlah pesawat yang pernah dioperasikan TNI-AU dan telah dimuseumkan termasuk pesawat angkut legendaris C-130B Hercules dan pembom strategis buatan Rusia yang sangat ditakuti Belanda pada masa konfrontasi Irian Barat: Tupolev TU-16.

Museum Pusat TNI Angkatan Udara Dirgantara Mandala, Yogyakarta. Sumber gambar: tni-au.mil.id
Museum Pusat TNI Angkatan Udara Dirgantara Mandala, Yogyakarta. Sumber gambar: tni-au.mil.id

Semoga ke depannya diproduksi film-film bertema perjuangan lainnya karena banyak pertempuran hebat tentara dan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang tidak kalah seru dengan film-film  perang besutan Hollywood . Kecanggihan teknologi teknis  yang telah tersedia saat ini memungkinkan visualisasi kembali kisah sejarah seperti saat terjadinya di masa lalu . Satu lagi yang dapat dilihat dari film ini bahwa perjuangan  mempertahankan kemerdekaan Indonesia melibatkan kerja sama banyak sekali pihak dan tidak hanya menonjolkan satu karakter saja sehingga rangkaian narasi perjuangan di masa lalu dapat tersampaikan secara utuh . Sekali lagi salut!

Referensi:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun