Mohon tunggu...
Dodi Bayu Wijoseno
Dodi Bayu Wijoseno Mohon Tunggu... Administrasi - Belajar, membuat hidup lebih indah

Penyuka Sejarah, hiking dan olah raga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

5 Fakta Operasi "Gagak", Kisah Penyerbuan Pasukan Belanda ke Yogyakarta di Tahun 1948

21 Mei 2020   07:00 Diperbarui: 21 Mei 2020   07:03 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perhitungan Jenderal Spoor mengenai Republik Indonesia dan  pasukan TNInya ternyata meleset. Dari markas gerilyanya Panglima besar Jenderal Sudirman dan komandan-komandan TNI berhasil menyusun rencana dan strategi  serangan besar-besaran terhadap posisi pasukan Belanda di dalam kota Yogyakarta. Seiring dengan bunyi sirene tanda berakhirnya jam malam, pada tanggal 1 Maret 1949 pukul: 06.00 pagi pasukan TNI, para laskar pejuang yang didukung segenap rakyat merangsek masuk ke dalam kota Yogyakarta dan melakukan serangan besar-besaran terhadap posisi Belanda di Yogyakarta. 

Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949. Sumber gambar: kompas.com
Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949. Sumber gambar: kompas.com

Serangan besar-besaran tersebut dikenal dengan nama Serangan Umum 1 Maret 1949. Serangan pagi hari tersebut benar-benar mengejutkan militer Belanda. Pasukan TNI dan laskar pejuang berhasil menguasai kota Yogyakarta selama 6 jam. Setelah berhasil mengusai kota Yogyakarta selama 6 jam, pada jam 12.00 siang pasukan TNI dan para pejuang mengundurkan diri kembali ke kantong-kantong gerilyanya sementara pihak Belanda baru berhasil mendatangkan bala bantuan pasukan.

Berita mengenai Serangan Umum 1 Maret 1949 tersebut segera tersebar ke manca negara. Serangan tersebut berhasil membuka mata dunia bahwa Republik Indonesia dan pasukan TNInya masih solid dan utuh yang bertentangan dengan propaganda yang digaungkan oleh pihak Belanda bahwa pasukan TNI sudah tidak ada lagi. Keberhasilan Serangan Umum 1 Maret 1949 memberikan posisi tawar yang besar bagi Indonesia di meja diplomasi.

Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan tamparan besar bagi Jenderal Spoor. Kira-kira 2 bulan setelah peristiwa Serangan umum 1 Maret 1949, Jenderal Spoor tiba-tiba meninggal pada tanggal 25 Mei 1949. Versi resmi penyebab kematiannya adalah karena penyakit jantung. Jenderal Spoor dimakamkan di Makam Kehormatan Belanda (Ereveld) Menteng Pulo Jakarta.

Makam Jenderal Spoor di Makam Kehormatan Belanda (Ereveld) Menteng Pulo Jakarta. Sumber gambar: dok. pribadi
Makam Jenderal Spoor di Makam Kehormatan Belanda (Ereveld) Menteng Pulo Jakarta. Sumber gambar: dok. pribadi

4. Keraton Yogyakarta mendukung penuh Republik Indonesia

Relief Perjuangan Sri Sultan Hamengkubuwono IX di Keraton Yogyakarta. Sumber gambar: dok. pribadi
Relief Perjuangan Sri Sultan Hamengkubuwono IX di Keraton Yogyakarta. Sumber gambar: dok. pribadi

Salah satu tokoh besar yang memainkan peran penting sebagai pembela Republik Indonesia adalah Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Ketika beliau bertakhta sebagai Raja Yogyakarta,  pada tanggal 17 Agustus 1945 terjadi peristiwa besar yaitu lahirnya Negara Republik Indonesia. 

Dalam buku "Hamengkubuwono IX Pengorbanan sang Pembela Republik" (PT. Gramedia: 2018) dituliskan sesaat setelah Republik Indonesia diproklamirkan Sri Sultan Hamengkubuwono IX segera memberi selamat kepada Bung Karno dan Bung Hatta. Kemudian pada tanggal 5 September 1945  beliau mengeluarkan amanat posisi Yogyakarta yang menyatakan  Ngayogyakarta Hadiningrat adalah Kerajaan berwujud daerah Istimewa Republik Indonesia dan Sultan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Tidak hanya itu,  melihat gentingnya situasi ketika pasukan NICA Belanda membonceng pasukan Sekutu yang akan melucuti tentara Jepang di Indonesia  dan pasukan Belanda berusaha menguasai Indonesia kembali dengan   mulai melakukan pengejaran terhadap pejabat-pejabat Republik., Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengirimkan surat kepada Bung Karno dan mengusulkan agar Ibu Kota dipindahkan ke Yogyakarta yang disetujui Bung Karno. 

Pada sore hari tanggal 4 Januari 1946 sebuah Kereta luar biasa (KLB)  disiapkan di belakang Rumah Jalan Pegangsaan Timur 56. Tepat pukul 18.00 dengan mematikan lampu untuk menghindari kecurigaan tentara Belanda, kereta yang didalamnya sudah ada Presiden Sukarno, Wakil Presiden Moh. Hatta beserta istri dan sejumlah Menteri bergerak  meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta. Kereta berhasil sampai di kota Yogyakarta dengan selamat. Operasi senyap memindahkan ibu kota berhasil dijalankan dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX telah mempersiapkan segala sarana dan prasarana di kota Yogyakarta untuk kepentingan pemerintahan Republik Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun