Mohon tunggu...
Giyo Giyo
Giyo Giyo Mohon Tunggu... -

Dagang sandal jepit

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekonomi Ondel-ondel Lagi

16 Oktober 2009   08:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:35 1188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Beberapa yang lalu saya membaca berita laporan perbankan nasonal, terjadi kenaikan Deposito, sementara itu tawaran pinjaman perbankan nasional lebih terfokus pada pinjaman konsumtif. Disamping itu, pasaran harga emas mengalami penurunan yang mempengaruhi nilai tukar  US $ sehingga ada bebrapa negara untuk sementara memutuskan untuk mengalihkan transaksinya dalam mata Uero dan mata uang lainnya yang dianggap stabil. Di Indonesia, terjadi penguatan nilai rupiah  samapai dibawah level Rp. 10.000,-/ US $, di sentra perdagangan hasil perkebunan banyak pedagang hasil perkebunan terpaksa menyimpan stock karena harga yang terus menurun. Saat ini, nilai rupiah sudah menguat menembus angka dibawah Rp. 9.500,-/ US $, banyak pihak yang optimis rupiah terus akan menguat. Terfokusnya perbankan nasional pada pinjaman sektor konsumtif artinya perbankan  menilai masyarakat masih mempunyai daya beli cukup baik. Namun dengan melihat fokus pinjaman perbankan tersebut, sektor manufaktur  yang produknya adalah salah satu produk sasaran pinjaman konsumtif , sesungguhnya perbankan menilai bahwa produk import masih dapat mengimbangi ketersediaan pinjaman yang akan digulirkan. Artinya, industri manufaktur di Indonesia masih belum menjadi sektor aman bagi perbankan nasional. Dalam dunia usaha dimanapun, semua usaha akan terkait dengan permodalan, permodalan akan dilakukan melalui perbankan baik milik swasta maupun pemerintah.  Maka, peran bank pemerintah dalam memajukan sektor manufaktur menjadi sangat penting, sayangnya perbankan pemerintah dalam kenyataanya ikut bersaing dengan perbankan swasta yang berlomba merebut pangsa sektor konsumtif. Disektor perkebunan dan pertanian, sebagian besar sektor ini belum tersentuh oleh perbankan tetapi  dapat tetap hidup. Sesungguhnya sektor ini merupakan pondasi ekonomi yang paling utama, sebab dalam goncangan krisis ekonomi Indonesia 1997 sektor ini justru memperoleh keuntungan yang luar biasa karena selisih kurs. Pelemparan hasil produk ini yang sebahagian besar terserap pasar amerika dan Eropa, seperti halnya cacao, produk negeri2 eropa yang berbahan baku cacao dipastikan harus diimport antara lain dari Indonesia, merupakan keuntungan geografis Indonesia yang cocok untuk tanaman cacao. Harus diakui, bahwa perbankan tidak menyetuh sampai produsen cacao, lebih cenderung pada pembiayaan perdagangannya. Seharusnya, dengan melihat kenyataan tersebut, dimana pemerintah dalam kebijakan moneternya melakukan proteksi yang ketat terhadap peredaran keuangan yang sama saja artinya memproteksi perbankan, perbankan justru masuk dalam sektor konsumtif yang lebih memungkinkan perkembangan perdagangan produk import di Indonesia. Hal ini disebabkan, sektor manufaktur sebagai salah satu produk konsumtif tidak berkembang karena dianggap sektor yang penuh resiko, sama halnya seperti penilaian pada sektor perkebunan rakyat. Bedanya, sektor perkebunan rakyat dapat survive tanpa bantuan karena pengaruh ekonomi dunia. Dan ketika kurs rupiah menguat, seharusnya pemerintah mengambil langkah melakukan proteksi terhadap sektor perkebunan rakyat ini. Paling tidak pemerintah harus mampu menjaga ketersedaan pupuk. Ada yang diuntungkan dalam situasi penguatan rupiah, kenaikan nilai kurs rupiah tersebut dapat mendorong perburuan rupiah di pasar uang, jelas secara politis dapat menaikkan rangking posisi Indonesia dimata Internasional.  Tetapi harus dilihat pula akibatnya, kenaikan deposito rupiah mungkin saja akibat dari adanya kegiatan konversi mata uang yang artinya juga banyak orang yang enggan terjun kesektor riel. Namun sebaliknya, kenaikan nilai rupiah tersebut membuat produk indonesia menjadi lebih mahal, sekali lagi sektor manufaktur yang berorientasi export akan terpukul setelah terjadi goncangan akibat dinaikkan harga BBM beberapa waktu yang lalu. Demikian pula dengan komoditas perkebunan rakyat, kenaikan nilai rupiah akan memukul sektor ini juga, sebab industri pengolahan produk perkebunan ini sebahagian besar masih dikuasai oleh negara Eropa dan Amerika yang artinya menguatnya rupiah akan menurunkan pendapatan sektor ini yang transaksinya dilakukan dengan standart kurs US $. Pengangkatan menteri menteri masih harus menunggu waktu, terlepas siapa yang akan duduk dalam kabinet, bahwa tugas berat sudah menanti didepan mata. Diperlukan seorang koordinator menteri yang sangat faham dengan situasi ekonomi Indonesia dan mampu mengkoodinir para menteri bekerja untuk satu tujuan, tidak berjalan sendiri-sendiri. Sebab, selama lima tahun belakangan, kebijakan negeri ini masih terfokus pada pengendalian nilai kurs sehingga sektor yang sesungguhnya dapat dijadikan pondasi perekonomian justru dikerdilkan. Artinya, para menteri belum bekerja secara terintgrated, masih berjalan sendiri-sendiri. Sebuah pengharapan yang besar dari rakyat, bahwa sesungguhnya rakyat tidak butuh negara ini dipuji, tidak butuh negara ini dapat rangking, yang diperlukan adalah lapangan kerja yang riel, penghasilan yang riel.  Rakyat tidak perlu ekonomi Indonesia dipuji, besar tapi kosong seperti onde ondel.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun