Mohon tunggu...
Rudy
Rudy Mohon Tunggu... Editor - nalar sehat N mawas diri jadi kata kunci

RidaMu Kutuju

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kiat Selamat dari Jerat Pemikat

20 Februari 2020   16:31 Diperbarui: 21 Februari 2020   08:46 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: https://doa-logika.blogspot.com

Fakta memprihatinkan tentang masih (saja) banyak berjatuhan korban penipuan dari para calon jamaan haji dan umroh hingga hari ini menunjukkan bahwa di satu sisi pihak pelaku bisnis abal-abal terus "bergentayangan" bak mati satu tumbuh seribu seakan berlomba dengan 'kawan seprofesi di bidang korupsi', tak berhenti memutar otak untuk meng-create alias menggagas modus operandi baru dan mencari "mangsa". 

Di sisi lain, pihak korban dalam hal ini sebagian kalangan umat muslim belum juga mau atau mampu mencari tahu dan belajar dari kesalahan orang lain. Jika dirunut sejarahnya, tindak kejahatan tipu menipu di antara manusia sesungguhnya sudah seumur manusia. 

Di Indonesia kasus penipuan dalam investasi secara umum di bidang bisnis dengan modus operandi menjanjikan keuntungan besar yang menggiurkan sesungguhnya sudah ada sejak dekade 1950 . Sepanjang krisis ekonomi menjelang meletus peristiwa G30S-PKI dengan tingkat inflasi hingga 600% kasus penipuan dalam bidang investasi juga terjadi, meskipun tidak sampai mencuat ke permukaan karena masih terbatasnya media informasi dan jumlah kasus kala itu (simak: Jangan Mimpi Haji Jika Kepingin Pergi Haji).

Tulisan ini mencoba membedah dari perspektif psikososial sekaligus menjawab pertanyaan mengapa bisnis investasi abal-abal termasuk dengan modus pemberangkatan jamaah haji dan umroh (bisa) terjadi.

Tinjauan umum

Dari persepktif investor (calon korban)


Dari sisi investor (konsumen) yang notabene memiliki unsur dan faktor yang dapat berpotensi menjadi calon korban dari tawaran investasi abal-abal alias investasi bodong sebagai berikut:

  • Calon investor memiliki sendiri sejumlah uang atau memiliki peluang untuk mendapatkan uang yang dapat atau akan diinvestasikan, misalnya dengan cara berhutang atau mengajak orang lain sebagai pemilik uang.
  • Calon investor mengetahui dan menyadari bahwa uang yang ada ditangannya mandek dan tidak dapat berkembang, sehingga jika kondisi tersebut terus berlangsung maka lama kelamaan uangnya akan habis dibelanjakan.
  • Oleh karenanya, calon investor disadari atau tidak disadari, sengaja atau tidak disengaja, biasanya cenderung timbul keinginan untuk "mencari kelebihan" dari uang yang dimiliki atau dikuasainya. Dalam situasi dan kondisi psikologis demikian, keinginan tersebut segera berubah menjadi sebuah kebutuhan (demand), dimana kadarnya bisa gradual mulai dari kebutuhan biasa, mendesak atau mendesak sekali.
  • Calon investor tidak memiliki informasi yang cukup dan benar dalam bidang investasi, satu dan lain hal antara lain karena malas atau tidak terpikir untuk mencari informasi, paling tidak dalam dua hal, yakni:

    • Jenis-jenis dan sistem atau tata cara berinvestasi.
    • Profil lengkap termasuk status legalitas perusahaan investasi.
    • Dalam kondisi dan situasi terdesak calon investor cenderung lebih dikuasai emosi dan kurang atau kehilangan kewaspadaan ketimbang berpikir jernih dan tenang.

Dari persepktif pengusaha (calon penipu)

Sementara dari sisi perusahaan investasi (produsen jasa) notabene memiliki unsur-unsur yang berpotensi besar sejak awal memang dengan sengaja dan direncanakan mencari "mangsa" atau korban dari usaha yang dijalankan, bertolak dari informasi yang dimilikinya meliputi hal-hal sebagai berikut:

  • Mengetahui sejumlah informasi mengenai kondisi psikososial "calon korban" dalam hal ini calon investior sebagaimana disebutkan di atas, dan "mencium" gelagat dan hasrat kelompok masyarakat yang pada dasarnya menginginkan cara investasi yang dapat memberikan keuntungan cepat dan bila perlu berlipat.
  • Berpenampilan mewah untuk menunjukkan bonafiditas dan kredibilitas perusahaan, seperti misalnya berkantor dengan cara mengontrak di wilayah dan lingkungan stratgeis dan elite, mengundang sekaligus memanfaatkan tokoh pejabat atau public figure, dengan sepengetahuan atau tanpa sepengetahuan dan disadari oleh figur yang bersangkutan.

Tinjauan khusus

Bagi masyarakat terutama yang berpotensi untuk menjadi korban, kata kuncinya adalah menahan hasrat dan keinginan untuk tidak mudah tergiur iming-iming keuntungan dan kemudahan yang melewati batas kewajaran untuk mencari keuntungan dalam bidang usaha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun