Mohon tunggu...
DNA Hipotesa
DNA Hipotesa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kajian Ekonomi oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi IPB University

Discussion and Analysis (DNA) merupakan sebuah divisi di Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (Hipotesa) yang berada di bawah naungan Departemen Ilmu Ekonomi, FEM, IPB University. As written in the name, we are here to produce valuable analysis of the economy, while building a home for healthy economic discussions. All of this is aimed to build critical thinking which is paramount in building a brighter future for our economy.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Belajar dari Bangkutnya Negara Srilanka: Akankah Indonesia Mengikuti Jejaknya?

31 Juli 2022   18:44 Diperbarui: 31 Juli 2022   19:04 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Indikator yang paling terlihat yaitu Utang Pemerintah  tidak pernah melewati 60% dari tingkat Pendapatan Domestik Bruto, selain itu Kebijakan Bank Indonesia yang cenderung tidak terlalu sering menaikkan tingkat suku bunga pun menjadi alasan mengapa perekonomian Indonesia cenderung stabil.

Indikator-indikator Pasar Keuangan Indonesia juga masih tergolong stabil. Jenis-jenis indikator yang dimaksud adalah berkaitan tentang kualitas kredit seperti atau pembiayaan seperti (NPL dan NPF), Permodalan, maupun likuiditas. 

Indikator NPL dan NPF tidak pernah melewati batas psikologis, dan cenderung berada di sekitar 3%, kemudian Capital Adequacy Ratio (CAR) dari perbankan pun terjaga di angka 20%, begitupun indikator untuk Industri  Asuransi seperti Risk Based Capital (RBC) yang sudah memenuhi threshold nya masing-masing. 

Terakhir, Sisi Likuiditas pun sudah dapat dikatakan aman, karena Sistem Keuangan di Indonesia memenuhi batas-batas likuiditas yang dipersyaratkan, seperti Rasio alat likuid perbankan terhadap non core deposit berada diatas 50%, dan juga Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga pun tidak pernah dibawah 10%. 

Kesimpulan 

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Krisis Ekonomi Negara Srilanka saat ini merupakan krisis yang bermula dari lemahnya fundamental negara yang sudah berlangsung sejak merdeka yang kemudian diperparah dengan adanya Gejolak yang terjadi di dunia seperti Pandemi Covid-19 dan juga Perang Rusia- Ukraina. 

Sayangnya hal ini tidak dapat ditanggulangi pemerintah. Beberapa Kebijakan dari pemerintah Srilanka justru menghantarkan Srilanka ke jurang kebangkrutan. 

Untuk Indonesia sendiri, sebelum pandemi datang Indonesia memang berada diposisi yang sebaik-baiknya, hal ini jugalah yang membuat kita bisa bertahan untuk menghadapi gejolak global yang terjadi. 

Namun, bukan berarti kita harus menurunkan kewaspadaan kita, langkah nyata dalam pengambilan keputusan yang bijak menghadapi gejolak yang terjadi menjadi kunci penting bagi kelangsungan negara kita, 

Seluruh pihak harus bisa beradaptasi dengan kondisi pasar global saat ini, begitu juga dengan pemerintah diharapkan dapat mengatur pengeluarannya khususnya terkait dengan pajak dan subsidi. Dan yang tak ketinggalan penting  yaitu menjaga kestabilan politik, Dimasa sulit seperti ini pejabat negara sangat dibutuhkan tangannya untuk membantu masyarakat, jangan sampai terdapat oknum-oknum semata yang justru memanfaatkan hal ini untuk kepentingan pribadi atau golongan

Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun