TTS dan Menulis
Dulu setiap bulan saya melatih otak dengan mengisi TTS. Kalau terisi penuh biasanya saya kirim dengan kartupos. Saya pernah dapat beberapa kali. Selain dengan kuis lain seperti Figjig dan tebak perkara.
Oh ya, pada 1980-an itu saya selalu meminta indeks isi Intisari. Kalau mengajukan permintaan, kita selalu dikirimi indeks itu. Indeks isi Intisari terbit setiap tahun. Jangan membayangkan kemewahan, karena lembaran-lembaran itu distensil menggunakan kertas koran.
Saya pikir masak saya jadi pembaca saja. Maka mulai 2000-an saya memberanikan diri menulis di Intisari. Sebelumnya saya sudah berhasil menjadi penulis di beberapa koran. Perlu diketahui, gaya bahasa koran agak beda dengan gaya bahasa majalah.
Saya menulis beberapa topik seperti arkeologi, sejarah, museum, fisiognomi, dan astrologi. Lumayanlah honorarium menulis di Intisari.Â
Saya menemukan selembar bukti pemotongan pajak di map arsip saya. Besarnya honorarium Rp 421.053 dengan pajak Rp 21.053. Jadi saya terima bersih Rp 400.000. Dulu honorarium dikirim dengan poswesel. Baru setelah itu melalui rekening bank.
Biasanya kalau tulisan kita dimuat, kita akan mendapat nomor bukti. Tidak heran koleksi Intisari saya ada yang dobel. Soalnya saya sudah berlangganan Intisari. Koleksi yang dobel biasanya saya berikan ke kerabat atau teman.
Sampai saat ini koleksi terbanyak saya adalah tabloid Mutiara dan majalah Intisari. Semoga nanti saya bisa membangun perpustakaan pribadi, mengingat buku-buku saya juga banyak.***