Salah satu dampak dari penjajahan di negara kita adalah larinya berbagai benda pusaka dan benda budaya ke mancanegara. Ketika itu akibat situasi tidak menentu, banyak benda dijarah dan dibeli oleh militer dan individu. Kemudian benda-benda itu dibawa ke negeri si penjajah. Banyak lagi benda budaya kita hancur atau rusak karena peperangan. Ironisnya, benda-benda budaya yang 'lari' itu tergolong masterpiece atau adikarya.
Khusus dengan Belanda, pernah ada perjanjian bilateral. Sebagian benda dibawa ke Belanda, sebagian lagi menjadi milik Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang sekarang menjadi Museum Nasional di Jalan Medan Merdeka Barat 12, Jakarta. Sebagai penjajah, tentu saja Belanda paling banyak menyimpan benda budaya kita.
Dekolonisasi membuat negara bekas jajahan menuntut kembali pusaka dan benda budaya yang menjadi identitas bangsa. Penjarahan benda pusaka dan budaya paling banyak terjadi di Asia dan Afrika.
Indonesia pernah menuntut dipulangkannya benda-benda budaya yang tersebar di Belanda saat  Konferensi Meja Bundar di Den Haag 1949.  Namun prosesnya tidak semudah membalikkan telapak tangan.  Pada 1970-an pemerintah Belanda mengembalikan arca Prajnaparamita, naskah Nagarakretagama, dan Gong Geusan Ulun. Kita juga pernah menerima barang-barang milik Pangeran Diponegoro. Pada akhir 2019 Museum Nasional menerima 1500 benda budaya dari bekas Museum Nusantara di Delft.
Beberapa tahun lalu kebijakan partai yang berkuasa di Belanda memang mulai berubah drastis. Akibatnya museum menjadi kurang perhatian. Hal itulah yang membuat wacana museum-museum di Belanda akan mengembalikan benda-benda asal Indonesia.
Setelah November lalu berlangsung pameran Pangeran Diponegoro, pada 12 Desember 2020 hingga 11 Januari 2021 akan berlangsung pameran bertajuk "Kembali Ke Tanah Merdeka". Pameran itu menampilkan 150 koleksi dari bekas Museum Nusantara, Deflt. Koleksi yang ditampilkan umumnya berupa koleksi etnografi yang dikumpulkan pada 1800-an hingga 2000-an, antara lain berupa patung, wastra, dan benda seni. Â
Secara resmi pembukaan pameran dilakukan secara daring pada Kamis, 10 Desember 2020 malam oleh Dirjen Kebudayaan Pak Hilmar Farid. Sebenarnya pameran itu akan berlangsung pada September 2020. Namun karena adanya wabah pandemi, pameran diundur.
Pameran bisa disaksikan dengan protokol kesehatan. Setiap hari berlangsung dalam empat jadwal. Masing-masing maksimum selama satu jam.***
Â
Â