Dulu telepon merupakan barang mewah. Pada 1970-an saja tidak banyak orang memiliki telepon. Saluran masih terbatas sehingga biaya pemasangan akan mahal. Maka untuk memudahkan masyarakat dalam berkomunikasi, di tempat-tempat publik dipasang telepon umum. Telepon umum pertama berupa telepon umum koin (TUK).
Ketika saya mulai kuliah di kampus UI Rawamangun pada 1979, TUK belum ada. TUK mulai diperkenalkan pada 1981. Menurut www.bobo.grid.id, Â sampai 1988 tercatat ada 5.724 unit yang terdaftar.
TUK sering dipakai mahasiswa dan penghuni asrama Daksinapati. Seingat saya dulu tarif berbicara per 3 menit Rp 25. Soalnya ada guyonan, "Nomor telepon gue 325650, artinya 3 menit 25, 6 menit 50". Kalau pembicaraan hampir habis, kita bisa memasukkan koin lagi. Namun TUK hanya bisa dipakai untuk telepon lokal.Â
Sekitar 1988 muncul telepon umum kartu. Dalam hal ini fungsi koin digantikan kartu magnetik. Â Pada kartu terdapat sejumlah nilai atau unit pulsa. Saya punya sekitar 10 koleksi. Saya lihat ada tulisan 20, 40, 60, 75, dan 100 unit. Harganya tentu beragam dan bisa dipakai untuk berbagai durasi. Kartu telepon dibeli pada gerai tertentu. Pada 1993, menurut www.bobo.grid.id, jumlah telepon umum kartu meningkat menjadi 7.835.
Telepon umum kartu memiliki kelebihan dibandingkan TUK karena bisa digunakan untuk sambungan interlokal dan bahkan internasional. Kelebihan lain, memiliki gambar-gambar menarik tentang kebudayaan, flora, dan fauna Indonesia. Gambar-gambar ini bisa untuk mempromosikan pariwisata Indonesia mengingat kartu telepon juga dikoleksi bangsa asing. Bahkan untuk mengetahui sejarah bangsa.
Selain kartu telepon reguler, ada juga kartu telepon edisi terbatas. Biasanya kartu ini diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan besar untuk menyambut momen tertentu, seperti ulang tahun dan kegiatan internasional. Nah, karena dicetak terbatas, kartu telepon tersebut menjadi buruan para kolektor.
Pada 1996 diterbitkan kartu telepon chip. Menurut www.colnect.com, kartu chip berlaku hingga 2009. Kartu ini pun sering menjadi barang koleksi. Karena kartu telepon sering dikoleksi, maka kemudian muncullah istilah telegris. Biasanya kolektor kartu telepon juga kolektor prangko dan kolektor mata uang.
Lambat laun keberadaan telepon umum semakin surut. Apalagi pada 1992 berdiri Asosiasi Pengusaha Wartel Indonesia (APWI). Wartel adalah Warung Telekomunikasi, yang kemudian mencakup pula Warnet atau Warung Internet.
Di akhir 1993 PT Telkom memulai proyek percontohan seluler digital Global System for Mobile (GSM). Disusul pada 1994 PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) beroperasi sebagai operator GSM pertama di Indonesia. Demikian menurut www.kompas.com.