Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keramik Kuno dari Kapal Tenggelam Banyak Dicuri Sindikat Internasional

22 November 2019   09:37 Diperbarui: 22 November 2019   09:41 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keramik biru putih yang lebih berharga (Dokpri)

Dalam dunia arkeologi, keramik dipandang sebagai artefak bertanggal mutlak. Artinya, oleh pakar yang berkompeten, pertanggalan dan asal keramik dapat diidentifikasi.  

Pertanggalan dan asal keramik diketahui berdasarkan warna glasir, teknik glasir, pola hias, teknis hias, jenis bahan, dan sisa pengerjaan. Keramik setiap negara memang memiliki karakteristik tertentu.

Dari kiri Pak Berthold (moderator), Ibu Zainab dan Ibu Yusmaini (Dokpri)
Dari kiri Pak Berthold (moderator), Ibu Zainab dan Ibu Yusmaini (Dokpri)
Pertanggalan  

Keramik kuno bisa memberi pertanggalan kepada artefak-artefak lain yang ditemukan di sekitar keramik tersebut. Umumnya keramik yang ditemukan para arkeolog berbentuk pecahan. Meskipun begitu, tetap mengandung data untuk penulisan sejarah kuno.

Lain lagi di mata kolektor. Mereka mengoleksi keramik utuhan, apalagi yang berkategori unik dan langka. Banyaknya koleksi keramik menjadi penanda status sosial mereka. Ini mengingat harga koleksi keramik sangat mahal di mata awam. Banyak kolektor juga memandang keramik sebagai benda investasi. 

Bagaimana pandangan arkeolog dan kolektor terhadap keramik, inilah yang diperbincangkan pada kegiatan Diskusi Arkeologi bertema "Keramik: Dalam Perspektif Peneliti Arkeologi, Kolektor, dan Pengampu Kebijakan".  Diskusi diselenggarakan pada Kamis, 21 November 2019 di  Marine Heritage Gallery, Gedung Mina Bahari 4 Lantai 2, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jalan Batu No. 16, Jakarta Pusat. Turut berperan dalam diskusi tersebut Himpunan Keramik Indonesia (HKI).

Kegiatan Diskusi Arkeologi menampilkan empat pemakalah, yakni  Boedi Mranata (Ketua HKI), Naniek Harkantiningsih (Ahli Keramik, pensiunan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional), Yusmaini Eriawati (Peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional), dan Zainab Tahir (Kepala Seksi BMKT, KKP).

Dari kiri, Pak Soni (moderator), Pak Budi, dan Ibu Naniek (Dokpri)
Dari kiri, Pak Soni (moderator), Pak Budi, dan Ibu Naniek (Dokpri)
Istimewa

Sebagai kolektor Pak Budi menganggap jika keramik bagus, maka kerajaan yang disinggahi kapal asing termasuk besar atau jaya. Sebaliknya jika keramik jelek, maka ditafsirkan kerajaan yang disinggahi kecil.

Pak Budi juga bercerita tentang martavan (semacam gentong) Tiongkok yang laku di Kalimantan dan banyak dipakai suku Dayak. Sampai sekarang budaya martavan, katanya, masih ada di Kalimantan. Jadi martavan merupakan asimilasi Dayak-Tiongkok.

Beliau juga mengungkapkan keramik yang disebut mi-se colour. Setelah lama terpendam, baru diperoleh informasi dari reruntuhan pagoda Famen. Mi-se termasuk istimewa karena merupakan sumbangan kaisar. Ada 16 benda mi-se yang disumbangkan ke pagoda tersebut. Ternyata keramik jenis ini ditemukan pada Cirebon Wreck yang tenggelam di perairan Nusantara. Bahkan berjumlah banyak sehingga menimbulkan beberapa tafsiran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun