Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dana Minim dan Tampilan Minimalis, Generasi Milenial Menyemarakkan Festival Museum

13 Oktober 2019   08:01 Diperbarui: 13 Oktober 2019   09:57 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dana minim dan tampilan minimalis, maklum punya komunitas (Dokpri)

Tepat pada Hari Museum Indonesia (HMI) 12 Oktober, kegiatan di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta, semakin semarak. Stan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman yang menggunakan tenda besar, banyak didatangi pengunjung. Stan besar itu menampilkan tema "Beda Rupa Banyak Cerita". 

Sejumlah koleksi museum mengisi pameran ini, antara lain dari Museum Nasional, Museum Kebangkitan Nasional, Museum Sumpah Pemuda, Museum Alkitab, Museum Santa Maria, Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, Museum Konferensi Asia Afrika, Museum Penerangan, Museum Asmat, Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia, Museum Bahari, Museum Tekstil, dan Perpustakaan Nasional. 

Stan besar ini sempat didatangi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy ketika menutup rangkaian acara HMI. Meskipun secara resmi sudah ditutup, namun hari ini pameran masih tetap berlangsung.

Foto berbicara tentang penambangan timah (Dokpri)
Foto berbicara tentang penambangan timah (Dokpri)

Berkunjung dan dikunjungi

Kemarin saya sempat berkunjung ke sejumlah stan. Di stan Museum Timah Indonesia saya sempat bertemu Pak Taufik, Kepala Museum Timah. Museum ini diresmikan pada 11 November 2013, menempati gedung bekas kantor pusat BTW (Hoofd Bureau-Banka Tin Winning) yang dibangun pada 1915. 

Museum Timah Indonesia memamerkan foto-foto alat-alat penambangan timah kuno, balok timah dari abad ke-8 hingga sekarang, dan penambangan timah pada masa Hindia-Belanda. Dalam pameran juga ada koin-koin kuno berbahan timah. 

Yang agak unik, ternyata ada prasasti yang berbahan timah. Biasanya prasasti ditulis di atas logam emas atau perunggu. Museum Timah Indonesia terletak di Pangkal Pinang dan Muntok.

Museum Komodo saya amati ramai dikunjungi. Daya tarik museum ini adalah seekor ular sanca. Pengunjung bisa mengangkat ular ini di atas leher kita lalu berfoto. Ada yang geli, ada yang takut, begitulah ekspresi pengunjung.

Museum dari luar Jakarta lain yang saya kunjungi adalah Museum Pendidikan Nasional Bandung, Museum Ranggawarsita Semarang dan Museum La Galigo Makassar.

Guru dan ruang kelas zaman dulu koleksi Museum Pendidikan Nasional (Dokpri)
Guru dan ruang kelas zaman dulu koleksi Museum Pendidikan Nasional (Dokpri)

Belajar aksara Pallawa

Stan Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI) masih ramai didatangi pengunjung. Umumnya mereka ingin belajar menulis nama menggunakan aksara Pallawa. Aksara kuno ini berasal dari sekitar abad ke-4. Diaz, mahasiswa arkeologi UI, memandu kegiatan tersebut.

Meskipun dana minim dan tampilan minimalis, tidak menyurutkan semangat generasi milenial ini menyemarakkan Festival Museum Enjoy Jakarta. KPBMI memang digawangi para generasi milenial dari beberapa perguruan tinggi dan beberapa disiplin ilmu. Untuk biaya mengikuti pameran ini, KPBMI menggunakan sebagian uang kas ditambah patungan beberapa orang pengurus.

KPBMI telah melakukan berbagai kegiatan untuk masyarakat, seperti sinau aksara, sinau keramik, lokakarya pemandu museum, lokakarya komik, lokakarya penulisan, diskusi budaya, blusukan, bahkan publikasi. Selama ini KPBMI telah menerbitkan lima buku dan komik.

Acara penutupan sekaligus penganugerahan museum terbaik versi Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (Dokpri)
Acara penutupan sekaligus penganugerahan museum terbaik versi Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (Dokpri)

Penutupan

Sore hari saya mengikuti acara penutupan. Pada kesempatan itu Pak Muhadjir Effendy menyerahkan penghargaan museum terbaik, yakni dalam kategori museum dengan pengelolaan terbaik, pemanfaatan program museum bagi edukasi terbaik, pemanfaatan nilai ekonomi bagi masyarakat terbaik, dan juga pelestari cagar budaya terbaik. Nanti saya akan tuliskan tersndiri. 

Terpilih sebagai museum terbaik Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, Museum Tubuh Malang, Museum Satwa Malang, Museum Sangiran Jawa Tengah, serta Museum dan Galeri Rahmat Medan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun