Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perlukah Komunitas Sejarah dan Budaya Berbadan Hukum?

5 Juli 2018   12:04 Diperbarui: 5 Juli 2018   14:42 2924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lokakarya komik oleh komunitas (Dokumentasi pribadi)

Karena itulah pemerintah memberi rambu-rambu untuk komunitas, antara lain memiliki akte notaris, memiliki surat keterangan domisili, memiliki NPWP atas nama komunitas, memiliki rekening bank atas nama komunitas, dan pengurus komunitas bukan keluarga inti (lihat foto di bawah).

Petunjuk teknis bantuan pemerintah Fasilitasi Komunitas Budaya di Masyarakat (Kemdikbud, 2018)
Petunjuk teknis bantuan pemerintah Fasilitasi Komunitas Budaya di Masyarakat (Kemdikbud, 2018)
Beberapa tahun lalu, ada komunitas penerima bantuan dari pemerintah. Karena mereka tidak berbadan hukum, maka bantuan dikirim kepada dinas terkait. Oleh dinas terkait, anggaran tersebut dipotong. Akibatnya dana yang diterima komunitas tidak sesuai bantuan dari pusat. Itulah sebabnya pemerintah mengatur rambu-rambu untuk bantuan fasilitasi.

Saya amati banyak komunitas memang bermotif ekonomi. Itu sah-sah saja karena kelangsungan hidup komunitas tergantung dana swadaya. Lain halnya jika berbentuk koperasi. Jelas ada motif ekonomi sekaligus motif sosial, yakni membantu kesejahteraan anggota koperasi.

Yang menarik, ada yang menamakan diri komunitas tapi yang eksis cuma satu-dua orang. Hal demikian saya lihat juga pada museum. Ada beberapa museum yang dikelola hanya oleh satu orang. Meskipun demikian, upayanya patut diberi apresiasi.

Kembali ke masalah komunitas sejarah dan komunitas budaya, timbul pertanyaan, apa sih bedanya karena semuanya bersinggungan. Komunitas sejarah sering melakukan kunjungan ke obyek-obyek arkeologi. Begitu pula komunitas budaya. Lalu bagaimana dengan komunitas arkeologi? Di banyak daerah banyak komunitas yang tertarik tinggalan arkeologi. Mereka melakukan blusukan, pencatatan, dan pendokumentasian. Bahkan ada yang membantu instansi arkeologi melakukan inventarisasi. Tapi mereka belum berbadan hukum.

Umumnya kegiatan komunitas berupa blusukan. Jarang sekali yang melakukan kegiatan di dalam ruangan, seperti pemberian award, diskusi, pelatihan, atau penerbitan. Yang jelas, apa pun yang dilakukan, komunitas harus menjadi mitra pemerintah. Untuk itu pemerintah harus membuat kisi-kisi, lalu melakukan standardisasi dan akreditasi terhadap komunitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun