Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tingginya Nilai Komersial Kapal Kuno yang Tenggelam di Perairan Nusantara

30 Maret 2017   06:23 Diperbarui: 30 Maret 2017   20:00 1457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbagai keramik temuan dari bawah air (Sumber: Dibalik Peradaban Keramik Natuna, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, 2015)

Pada Februari 1822 kapal Tek Sing menabrak pulau karang di Laut Tiongkok Selatan bagian perairan Indonesia. Akhirnya kapal itu tenggelam. Jumlah korban manusia sebanyak 400 awak kapal dan 1.600 penumpang.  Korban tragedi kapal Tek Sing lebih banyak daripada kapal Titanic. Kapal itu lantas dikenal sebagai ‘Oriental Titanic’.

Pendokumentasian dan pengukuran, penting sebagai rekaman para ilmuwan
Pendokumentasian dan pengukuran, penting sebagai rekaman para ilmuwan
Harta berharga dari kapal ini berupa sekitar 400.000 barang keramik jenis biru putih dari abad ke-18 dan ke-19. Teridentifikasi keramik-keramik tersebut diproduksi di tungku Dehua, Fujian. Dari reruntuhan kapal Tek Sing ditemukan pula meriam, barang-barang kuningan dan perunggu, jam saku, wadah tinta cina, dudukan lilin, pisau lipat, pedupaan, mata uang, dan masih banyak lagi. Seluruh muatan dijual melalui Balai Lelang Nagel di Stuttgart (Jerman) pada November 2000. Hasilnya mencapai 30 juta dollar.

Sebuah informasi menyebutkan sebenarnya barang keramik yang berhasil dikumpulkan berjumlah sekitar sejuta potong. Namun demi mendongkrak harga pasaran, Hatcher memerintahkan anak buahnya untuk menghancurkan sekitar 600.000 potong keramik.   Dalam prinsip ekonomi memang semakin langka barang, harga akan semakin mahal.

Pada 2010 Hatcher diduga berada di perairan Blanakan, Subang. Diperkirakan, dia baru saja menemukan harta karun dari Dinasti Ming yang tenggelam di perairan itu. Nilainya diperkirakan lebih dari 200 juta dollar. Jika berhasil diangkat, ini pencapaian tertinggi Hatcher sebagai pemburu harta karun.

Memang nilai-nilai komersial dari barang-barang berharga asal kapal-kapal tenggelam di perairan Nusantara sangat tinggi. Kita berhasil mendeteksi koordinat kapal-kapal itu. Tapi di banyak tempat—terutama di laut-laut dangkal—kita  kalah cepat dengan nelayan dan pemburu barang antik. Di laut dalam, kita kalah dengan para pemodal.

Dengan peralatan sederhana, hanya selang dan kompresor, para amatiran mampu menyelam sekaligus mengambil barang-barang berharga. Lalu dijual kepada para penadah. Dengan peralatan dan kapal modern, para profesional dan sindikat internasional mampu mengeruk kekayaan bahari yang luar biasa.

Meskipun sudah ada kesepakatan untuk mengganti istilah harta karun laut (karena cenderung bersifat ekonomis) dengan istilah cagar budaya bawah air (mengacu kepada pelestarian) tetap saja masyarakat menjarahi barang-barang itu. Jelas, Undang-undang Cagar Budaya harus dijalankan dengan ketat.

Sejak beberapa waktu lalu sudah dikeluarkan moratorium untuk mengangkat muatan kapal tenggelam. Semoga pemerintah kita mampu menangani sisa-sisa kapal. Bukan berdasarkan bagi hasil dengan investor lagi. Sejak lama sudah terjadi pencurian bahkan penjarahan muatan kapal tenggelam. Meskipun ada yang legal tapi tetap saja pengangkatan muatan tersebut tidak mengikuti kaidah-kaidah arkeologi. Kita kehilangan konteks temuan tersebut sehingga tidak ada cerita sejarah yang kita terima.

Para ilmuwan memang selalu kalah cepat dengan pelaku pencurian. Ironisnya, beberapa institusi malah ingin sekali menjadi lokomotif bagi lembaga semacam Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam (Pannas BMKT). Entah apa namanya sekarang, masih tetap atau sudah berubah.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun