Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pelestarian Aset Kereta Api, Mencari Keuntungan ataukah Memberi Manfaat?

26 September 2016   16:20 Diperbarui: 26 September 2016   17:03 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stasiun Kedungjati mirip Stasiun Ambarawa

Pelestarian itu rumit

Sepengetahuan saya pelestarian atau konservasi memang sulit karena ujung-ujungnya pariwisata. Pariwisata merupakan upaya memperoleh pemasukan atau devisa, jadi dianggap mendatangkan duit. Sebaliknya pelestarian sering dikaitkan dengan pemugaran, jadi buang-buang duit. Itulah sebabnya, kalau dibandingkan dengan rel kereta api, pariwisata dan konservasi tidak pernah berjalan sebagaimana rel kanan dan kiri yang berbarengan. Selalu saja ada gesekan.

Penulis di Stasiun Tanggung
Penulis di Stasiun Tanggung
Dulu kasus yang amat ramai tentang Candi Borobudur. Di satu pihak, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melakukan konservasi atau pemugaran yang menghabiskan biaya jutaan dollar. Di lain pihak Departemen Pariwisata memanfaatkannya untuk mendatangkan devisa sebanyak-banyaknya, apalagi dengan berdirinya PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Baka. Terbayangkah kalau Candi Borobudur rusak karena alas kaki pengunjung yang naik ke atas candi. Siapakah yang bertugas memperbaikinya? Yah kalangan arkeologi di bawah Balai Konservasi Borobudur. Lantas siapakah yang menerima pemasukan dari tiket dan lainnya? Yah taman wisata. Memang pihak Balai Konservasi Borobudur mendapatkan bagian, namun apakah sudah transparan, itu patut dipertanyakan.

Kembali ke Unit Heritage yang mengurusi bangunan cagar budaya milik PT KAI, sepanjang yang penulis tahu, unit ini  telah berhasil mempertahankan dan menghidupkan kembali aset-aset PT KAI, yang sebagian besar merupakan bangunan bersejarah cagar budaya peninggalan Belanda masa kolonial. Nah, berarti jangan sampai peninggalan berkategori heritage ini tidak ada yang mengurus.  

Sebagai cagar budaya, tentu saja pengelolaan heritage perkeretaapian perlu hati-hati. Harus Unit Heritage sendiri yang mengelolanya karena orang-orang yang berpengalaman memang ada di unit ini. Jangan diserahkan ke unit-unit lain atau anak-anak perusahaan PT KAI. Selama bertahun-tahun Unit Heritage sudah mempertahankannya. Bagaimana kalau aset bersejarah ini rusak jika ditangani unit lain?

Koleksi manual yang perlu dilestarikan karena kemungkinan berganti elektronik
Koleksi manual yang perlu dilestarikan karena kemungkinan berganti elektronik
Jelas pelestarian aset perkeretaapian itu rumit, sering berbenturan dengan kepentingan lain. Masalah budaya dan sejarah memang sulit akur dengan masalah pariwisata dan ekonomi. Apalagi saya yakin, Unit Heritage dianggap sebagai unit yang membuang-buang duit. Bukankah ada pemasukan dari beberapa museum yang dipugar? Ke mana masuknya? Harusnya masuk ke Unit Heritage sehingga bisa digunakan untuk melestarikan aset-aset lainnya.  


Jika heritage dikelola anak perusahaan jelas akan profit oriented atau mencari keuntungan. Hal ini akan bahaya buat Cagar Budaya karena perusahaan akan menghalalkan segala cara, misalnya menjual atau menyewakan suatu bangunan. PT KAI harus benefit oriented, memberi manfaat untuk masyarakat dari masa ke masa. Untuk mencari keuntungan, PT KAI harus memberikan pelayanan lebih kepada penumpang. Lewat pelayanan yang prima, bukan mustahil PT KAI akan memperoleh keuntungan finansial maksimal.

Untuk merawat heritage, anggap saja itu merupakan bagian dari CSR perusahaan. Bukan mengejar pendapatan sebanyak-banyaknya, lewat penumpang dan aset perkeretaapian. Menurut penulis, wajib pengelolaan heritage oleh pusat. Anak perusahaan cukup mengurusi pemanfaatan saja dengan tetap mempertimbangkan kelestarian. Penulis yakin ada anak perusahaan PT KAI yang memiliki manajemen baik.

Banyak negara menyesal karena menghilangkan aset-aset masa lampaunya. Dengan demikian generasi sekarang tidak lagi menjumpai objek sejarah sekaligus objek wisata. Semoga Unit Heritage PT KAI tetap langgeng memelihara aset-asetnya, terutama yang berusia lebih dari satu abad mengingat kereta api mulai beroperasi di Jawa pada 1867.

Semoga Unit Heritage tetap dipertahankan. Jangan ada penggembosan karyawan, misalnya memutasi pegawai senior atau pemutusan karyawan kontrak. Juga jangan ada pengabaian kegiatan dengan tidak memberikan anggaran. Memang unit ini tidak menghasilkan uang tapi justru uang masuk ke bagian lain, bukankah sama-sama milik PT KAI?

Malah Unit Heritage harus bekerja sama dengan instansi arkeologi. Selama 2010-2012 Direktorat Peninggalan Purbakala (sekarang Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman) pernah melakukan kegiatan Inventarisasi dan Pendokumentasian Perkeretaapian. Kegiatan difokuskan pada bangunan perkeretaapian, termasuk stasiun dan pendukungnya, jembatan, dan terowongan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun