Mohon tunggu...
joko lelono
joko lelono Mohon Tunggu... wiraswasta -

I am a realist as well as an idealist, and I think that it is incumbent upon those of us in opposition to try to work within what are always arduous circumstances to stretch the limits of the possible.I am a mixture of idealist and realist.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila

2 Juni 2013   02:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:40 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Penghargaan internasional, Word Statesman Award atau Anugerah Negarawan Dunia untuk Presiden SBY berkenaan dengan toleransi beragama, perdamaian, dan demokrasi di Indonesia seyogianya diterima dengan baik, walaupun beberapa pihak  mempertanyakan, bahkan menyatakan tidak setuju.

Mereka mendalihkan pada kekerasan terhadap kelompok minoritas Ahmadiyah, komunitas Syiah di Sampang Madura Jatim, dan pelarangan beribadah untuk komunitas sebuah gereja di Bogor Jabar yang mengindikasikan ketidakmampuan pemerintah melindungi kaum minoritas agama. Karena itu, beberapa pihak menyarankan SBY menolak penghargaan itu.

Toleransi beragama di Indonesia ini sebenarnya sudah lama terbangun. Semasa Kerajaan Majapahit misalnya, walaupun kerajaan ini menganut agama Hindu dan Buddha, realitasnya sangat toleran terhadap kehadiran Islam. Sunan Ampel, salah satu Walisongo bahkan datang ke Surabaya atas undangan raja Majapahit guna memberikan penyuluhan dan memperbaiki moral masyarakat yang dinilai sudah rusak.

Kerajaan Majapahit menjalankan politik secara sekuler karena itu sangat toleran terhadap tamu kerajaan dari golongan apa pun, semisal kehadiran Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam. Bahkan di situs bekas kota Majapahit di Trowulan Mojokerto Jatim ditemukan kompleks makam orang Islam. Zaman sebelum Majapahit pun toleransi beragama sudah terbentuk, semisal kerukunan antara agama Hindu dan Buddha yang terbangun sejak awal abad Masehi. Padahal di negara asalnya, di India, pengikut dua agama tersebut tidak bisa akur.

Contoh lain dari toleransi itu, yakni ketika Raja Wisnuwardhana dan Kertanegara dari Kerajaan Singasari memproklamirkan diri sebagai pemeluk Syiwa Buddha. Bukti atau testimoni mengenai hal itu kini masih bisa dilihat pada peninggalan Candi Jago dan Candi Singosari Malang.

Realitas itu menunjukkan bahwa toleransi kehidupan beragama di Indonesia sudah lama terbangun. Sebelum agama besar (Hindu, Buddha, Islam, Kristen, dan Katolik) masuk ke Indonesia, di Nusantara sudah berkembang kepercayaan asli yang bersumber pada pemujaan arwah leluhur. Karena itu, agama-agama ``asing`` yang datang kemudian, dalam proses budaya hanya diterima sebagai agama tamu yang harus dihormati.

Kalaupun akhirnya agama-agama besar itu diterima oleh masyarakat Indonesia, agama asli itu tetap menjadi akarnya. Dalam ajaran Pancayajnya di Bali misalnya, doktrin agama Hindu dan Buddha bisa bersatu-padu dengan akar penghormatan kepada roh dan arwah leluhur. Sebagian pemeluk Islam di Jawa ini pun tak bisa meninggalkan keyakinannya terhadap arwah leluhur dan tokoh masa lampau. Itu dimanifestasikan lewat wisata ziarah ke makam Walisongo atau para leluhur, terutama ketika nyadran dan Idul Fitri.

Sila pertama Pancasila, yaitu Ke Tuhanan Yang Maha Esa, merupakan hasil pemikiran mendalam penggali dan perumus Pancasila, dengan mengambil akar-akar agama dan kepercayaan, untuk disarikan guna menemukan persamaan. Akar-akar itu kemudian digunakan sebagai landasan pembuatan konsep sila pertama itu, yang mengandung pengertian bertoleransi dalam kehidupan beragama.

Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan toleransi agama ini sudah demikian mengakar dalam kehidupan masyarakat kita. Karena itu, penghargaan internasional untuk SBY itu layak diterima sebab sangat terkait dengan sila pertama Pancasila. Kalaupun saat ini masih ada persoalan terkait toleransi beragama, itu karena kekurangtegasan pemerintah menyikapi persoalan yang sudah digariskan dalam sila pertama itu.

Hal lain yang berkenaan dengan Pancasila adalah pengimplementasian sila-sila ataupun nilai-nilai luhur dalam Pancasila yang saat ini masih kacau-balau. Berbagai kejahatan dan kekerasan, juga diskriminasi merebak, smisal perampokan, penipuan, korupsi, terorisme, tawuran, kekerasan agama, kekerasan terhadap anak dan sebagainya.

Relevansi Nilai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun