Mohon tunggu...
Derlin Juanita
Derlin Juanita Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Perlindungan & Kesejahteraan Anak TKI: Apakah Sering Dilupakan?

3 September 2017   05:28 Diperbarui: 3 September 2017   06:50 2150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Penelitian yang dilakukan oleh Elspeth dan Lucy pada tahun 2011 dengan sampel sebanyak 3876 orang dari negara Indonesia, Fillipina, Vietnam, dan Thailand dengan menggunakan SDQ (Strengths and Difficulties Questionnaire) menunjukkan bahwa anak-anak TKI mengalami tekanan psikologis akibat ditinggal oleh ayah, ibu, atau kedua orang tuanya. Anak-anak yang ditinggal oleh ibunya lebih rentan mengalami masalah perilaku dan emosi dibandingkan ketika ditinggal oleh ayah yang bekerja sebagai migran.14 Studi longitudinal yang dilakukan oleh Yao Lu pada tahun 1993 hingga 2007 menunjukkan bahwa kepergian buruh migran dengan meninggalkan anak-anak dan keluarganya justru meningkatkan risiko terjadinya perpecahan dalam keluarga dan menimbulkan stres psikososial baik bagi migran itu sendiri maupun anggota keluarganya. 

Semakin lama perpisahan antara buruh migran dengan anaknya, maka semakin besar hilangnya peran orang tua dalam diri anak.15 Secara perlahan peran dari orang tua akan diganti oleh anggota keluarga lainnya yang akan menjadi pengasuh utama anak. Penelitian yang dilakukan oleh Graziano and Ma. Cecilia pada tahun 1996 di Fillipina menunjukkan bahwa anak-anak yang ditinggal pergi oleh orang tuanya mengalami rasa kesepian dan menunjukkan prestasi yang rendah di sekolah dibandingkan dengan teman-temannya karena anak sangat bergantung secara emosional dan ekonomi pada orang tua. Anak-anak yang ditinggal merasa ditolak, ditinggalkan, dan seringkali perasaan negatif itu tetap muncul meskipun ada kiriman dari orang tuanya.16

 Laporan yang dituliskan dalam UNDP tahun 2009 menunjukkan bahwa meskipun demikian, pada beberapa kasus, komunikasi melalui telepon atau email dapat membantu untuk mempertahankan hubungan keluarga dalam jarak jauh.12 Laporan UNICEF pada tahun 2007 menunjukkan bahwa anak-anak remaja yang ditinggal orang tuanya ke luar negeri lebih berisiko melakukan penyimpangan sosial, misalnya menyalahgunakan obat-obatan, alkohol, dan membolos dari sekolah. Selain itu, mereka juga lebih berisiko untuk terlibat dalam tindakan kejahatan dibandingkan dengan anak yang tinggal bersama-sama dengan orang tuanya.17

Penelitian yang dilakukan oleh Shawn dan Katharine pada tahun 1999 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa dana dalam jumlah besar yang dikirim dari orang tua kepada keluarga akan menurunkan laju mortalitas bayi, meskipun pada awalnya laju mortalitas ini tinggi. Hal ini disebabkan karena dana yang diberikan justru membantu keluarga yang masih untuk membiayai kebutuhan hidup mereka serta meningkatkan standar kualitas hidupnya dalam sanitasi, nutrisi, dan perumahan.18 Akan tetapi, meskipun dana yang dikirim oleh TKI bermanfaat bagi keluarganya dan juga bagi devisa negara, perpisahan buruh migran dengan keluarganya juga tidak jarang menyebabkan masalah kesehatan pada anak. 

Hal ini disebabkan karena adanya beban emosional yang dirasakan oleh anak ketika salah satu orang tua tidak ada atau kedua orang tua tidak dapat mengasuhnya.19 Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Claudia dkk pada tahun 2009 menunjukkan bahwa masalah emosi dan perilaku anak di Mexico memiliki hubungan bermakna dengan pengasuh utama yang bekerja sebagai buruh di negara lain, sementara penelitian Giannelli dan Mangiavacchi tahun 2010 menunjukkan bahwa migrasi orang tua memiliki dampak negatif pada pendidikan anak-anak di Albania.20,21

Berbagai penelitian telah menunjukkan adanya dampak negatif ketika adanya perpisahan antara orang tua dengan anak, terutama ketika selama perpisahan tersebut tidak terjadi kontak melalui telepon antara orang tua dengan anak. Penelitian lain untuk memahami mengenai perkembangan fisik, biologis, dan sosial anak-anak TKI yang tinggal di luar negeri bersama orang tuanya masih belum banyak dilakukan.

 Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan bagaimana efek perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anak-anak TKI di luar negeri dan anak-anak yang ditinggal di Indonesia. Yang pasti pelaksanaan dan penguatan Undang-Undang nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Indonesia serta UU RI nomor 6 tahun 2012 harus diperjelas, terutama mengenai hak anak-anak TKI untuk memperoleh akses kehidupan yang layak.9,22 Sudah sepatutnya pemerintah dapat merumuskan suatu peraturan mengenai teknis pelaksanaan perlindungan TKI dan anggota keluarganya. Bahkan lebih dari itu, sudah seharusnya dibuat peraturan Undang-Undang atau yang setara mengenai jaminan perlindungan anak-anak buruh imigran Indonesia.

 Selain itu, pernyataan yang pernah disampaikan oleh Payaman J. Simanjuntak, seorang ahli Hukum Ketenagakerjaan mengenai kebijakan pemerintah untuk mengutamakan pengiriman TKI sektor formal atau semi skillpatut untuk dipertimbangkan. Meskipun sempat terjadi perbedaan pendapat dengan Ketua Analisis Kebijakan Publik Migrant Care yang menganggap bahwa hal itu justru terkesan diskriminatif bagi TKI. Akan tetapi, perlu dikaji dan dianalisis lebih lanjut, bahwa tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk meminimalisir jumlah tenaga kerja yang kurang berkualitas untuk dikirim ke luar negeri.23 Jika ditinjau lebih lanjut, kasus penganiyaan dan pelecehan yang terjadi selama ini lebih banyak terjadi pada TKI informal, terutama mereka yang dijadikan sebagai asisten rumah tangga.7,24 

Seharusnya memang sebelum diberangkatkan ke negara lain, para pekerja ini harus dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang cukup. Selain itu, penting juga agar mereka mengetahui hak dan adanya jaminan perlindungan dari Negara Indonesia. Jangan sampai mereka tiba di negeri asing tanpa mengetahui apa-apa dan tidak memiliki keahlian tertentu. Alhasil, mereka justru sangat rentan dieksploitasi dan diperlakukan secara tidak manusiawi, apalagi dalam menghadapi hukum di Arab Saudi yang masih berat sebelah.7 

Kebijakan untuk menciptakan lapangan kerja baru perlu melibatkan seluruh komponen bangsa, dari pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat. Diharapkan penambahan lapangan kerja atau upaya menciptakan lapangan kerja oleh masyarakat itu sendiri dapat menurunkan angka migrasi TKI. Alangkah lebih baik jika jumlah anak-anak yang harus ditinggal orang tua untuk bekerja di luar negeri semakin berkurang. Setidaknya kita dapat meningkatkan persentase anak yang mendapatkan asuhan langsung dari orang tua. 

Untuk anak-anak TKI yang tidak mendapatkan pengasuhan dari orang tua pengganti, kini tersedia RPA TKI (Rumah Peduli Anak Tenaga Kerja Indonesia) yang berada di Kabupaten Bogor dan diresmikan pada tahun 2011. Rumah atau yayasan ini beroperasi di bawah bendera GNKS (Gerakan Nasional Kepedulian Sosial) dan bekerja sama dengan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI) serta Departemen Sosial Republik Indonesia. Di rumah ini, para buruh imigran dapat menitipkan anak-anaknya jika memang tidak mendapatkan perawatan/asuhan yang adekuat oleh orang tua pengganti.25 Sayangnya rumah ini baru terdapat di Kabupaten Bogor dan belum didirikan di daerah-dearah lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun