Mohon tunggu...
Mochammad Djais
Mochammad Djais Mohon Tunggu... -

Semarang

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Eksistensi Pengadilan Pajak

15 Juli 2011   03:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:39 2047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

EKSISTENSI PENGADILAN PAJAK

OLEH:

MOCHAMMAD DJA’IS, SH CN MHUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO

DISAMPAIKAN SEBAGAI SUMBANG PIKIR

DALAM SEMINAR SEHARI PERPAJAKANTGL12
MEI 2009

“EKSISTENSI PENGADILAN PAJAK DI ERA
GLOBAL& TEKNIS MENYELESAIKAN
SENGKETA PAJAK”

JAKARTA

2009

EKSISTENSI PENGADILAN PAJAK

OLEH:

MOCHAMMAD
DJA’IS, SH CN MHUM

FAKULTAS
HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO

A.KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara,
dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. [Pasal 24 (2) UUD1945 jo. Pasal 10
(1) dan (2) UU No. 4 Th 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman].

Menurut Jimly Asshidiqqie, cabang
kekuasaan kehakiman dikembangkan sebagai satu kesatuan sistem yang berpuncak
pada Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Sesuai dengan prinsip pemisahan
kekuasaan, maka fungsi-fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatifdikembangkan sebagai cabang-cabang kekuasaan
yang terpisah satu sama lain. Jika kekuasaan legislatif beruncak pada Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD, maka
cabang kekuasaan yudikatif berpuncak pada kekuasaan kehakiman yang juga dapat
dipahami terdiri atas Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.[1]

Selanjutnya oleh Jimly Asshidiqqie
dikatakan, bahwa MPR merupakan puncak dari kedaulatan rakyat, sedang MA dan MK
merupakan puncak dari kedaulatan hukum.[2]

Berdasar hal tersebut diketahui bahwa
secara konstitusional, kekuasaan kehakiman diselenggarakan oleh lebih dari satu
lembaga pengadilan. Masing-masing lembaga pengadilan memiliki kompetensi
absolut, yang satu berbeda dengan yang lain.

Pengaturan demikian bertitik tolak pada kelembagaan
berikut kompetensinya. Hal ini sejak awal mengandung kesalahan mendasar
dalam rangka upaya mewujudkan kebenaran dan keadilan. Padahal kebenaran dan
keadilan ini alasan utama diadakannya lembaga pengadilan. Tanpa pemberian
(mewujudkan) kebenaran dan keadilan, maka percuma saja dibentuk pengadilan.
Kesalahan mendasar dalam hal ini adalah kesulitan yang dihadapi oleh pencari
keadilan. Sejak awal pencari keadilan harus menentukan lebih dahulu, pengadilan
manakah yang berwenang secara absolut (kompetensi absolut) untuk memeriksa dan
mengadili (memberi keadilan) atas perkara yang sedang dialami. Menetukan
pengadilan yang memiliki kompeten absolut, merupakan suatu yang sulit, dengan
taruhan kalah bilamana si pencari keadilan keliru memasukkan perkara pada
pengadilan yang tidak kompeten. Kesalahan mendasar lainnya adalah, kemungkinan
terjadinya keadaan di mana suatu perkara yang masuk dalam (menjadi) kompetensi absolut
dari beberapa pengadilan (beberapa lingkungan peradilan). Kedua hal tersebut
jelas bertentangan dengan prinsip peradilan yang sederhana, cepat dan b iaya
ringan.

Pencari keadilan adalah pihak yang
menderita akibat tindakan pihak lain (pelaku). Penderitaan ini dapat menyangkut
harta benda bahkan harkat dan martabatnya, yang dapat pula menghilangkan
harapan hidup (layak) bagi diri dan keluarganya. Penderitaanmungkin saja berlangsung sebentar, atau
bahkan sudah berlangsung bertahun-tahun. Pihak yang sudah menderita ini pada
saat akan mencari keadilan, kepadanya dihadapkan pada persoalan formalitas
yaitu persoalan kompetensi, yang tidak ada sangkutpautnya dengan substansi penegakankebenaran dan keadilan. Ini sangat ironis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun