Mohon tunggu...
Kompasiana Cibinong
Kompasiana Cibinong Mohon Tunggu... Guru - Kompasiana Cibinong, menulis berita dan cerita dalam bahasa Sunda dan Indonesia

Kompasiana Cibinong, menulis berita dan cerita dalam bahasa Sunda dan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sastra Sunda dan Cerita Cinta

21 Juli 2019   06:21 Diperbarui: 21 Juli 2019   06:33 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebagai duta dari zamannya, sastra Sunda dari baheula hinggaayeuna umumnya menceritakan kehidupan masyarakat dan kebudayaan Sunda. Unak-anik seputaran di dapur, di sumur, dan di kasur masih dominan mewarnai jenre puisi dan prosa. Adalah persoalan cinta antarmanusia yang menjadi titik mulanya.

Cinta yang biasa disamakan dengan tresna, asmara, duriat, eceng,atau pulas kayas (pink) dari bihari hingga kiwari jadi pusat inspirasi dan referensi dari pelbagai bidang seni.

Dalam mengekspresikan cinta yang bergelora di pikiran dan jiwa rupa-rupa upaya dilakukan sangkan rasa cintanya bermuara pada yang diimpikannya. Salah satu caranya menumpahkan kegelisahannya melalui karya sastra. Hal itu wajar-wajar saja, sebab pada hakikatnya cinta datang dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Dari pelbagai jenre sastra, baik yang tradisi maupun yang kontemporer, kita akan mudah menemukan cerita cinta jadi tema utama dari masa ke masa. Dari entragan Kis WS, Sayudi, Wahyu Wibisana, Rachmat M.Sas Karana, Usep Romli, Dedy Windyagiri, dan Us Tiarsa saparakanca hingga ke angkatan Etty R.S., Deden Abdul Azis, Rosyid E Abby, Teddy AN Muhtadin, Deni Ahmad Fajar, Lismanah, serta Cucu Nurzaman dan kawan-kawan cerita cinta terus digurit jadi rupi-rupi puisi.

Dari angkatan Daeng Kanduruan Ardiwinata, Mas Atje Salmoen, Soekria-Joehana, Sarif Amin, Ahmad Bakri, Rahmatulloh Ading Afandi, M Rustandi Kartakusumah, Aam Amalia, Abdullah Mustappa, Pipit Senja, Holisoh ME, Tatang Sumarsono, Cecep Burdansyah, Godi Suwarna, Hadi AKS, hingga ke angkatan Darpan, Dede Safrudin, Hermawan Aksan, Dadan Sutisna, Dhipa Galuh Purba, Deni Hadiansyah, serta Dian Hendrayana saparakanca cerita cinta terus-terusan direka dalam wadah prosa.

Sejatinya, cerita cinta dalam khasanah kebudayaan Sunda tidak hanya terdapat dalam carita pondok(carpon), novel, atau sajak Sunda. Dalam seni pantun, wawacan, dongeng, longser, wayang golek, reog, sisindiran, atau pop Sunda cerita cinta kerap jadi menu utama dalam tiap temanya.

Membaca catatan cerita cinta dalam sastra Sunda bisa bermula dengan membaca judulnya. Bukankah judul cerita merupakan gerbang atau wakil dari keseluruhan cerita yang diusung para pengarang.

Dalam dangding atau tembang Sunda, cerita cinta umumnya banyak dieksplor dalam pupuh asmarandana.Asmarandana dalam kirata (dikira-kira nyata) basa Sunda berasal dari kata 'smara' yang berarti asmara, duriat, atau birahi, dan 'dahana' yang berarti api. Karenanya, oleh para pengarang Sunda, kata 'asmara' banyak dijadikan judul guna mewakili kandungan cerita yang direkanya.

Judul-judul tersebut di antaranya 'Asmaramurka jeung Bedog Si Rajapati' karya Ahmad Bakri, 'Asmaranala' karya Yoseph Iskandar, 'Asmaranirca' karya Fitri Sulastri, 'Asmarandana Okey' karya Aam Amilia, atau 'Asmarandana Kabeurangan' karya Dede Safrudin.

Meski kesemuanya memakai judul yang nyaris sama, 'asmara,' namun dalam kandungan karyanya memiliki ciri yang mandiri. Perjalanan cinta yang diceritakan Ahmad Bakri dalam novel 'Asmaramurka jeung Bedog Si Rajapati' mengambil latar perkampungan, dengan tokoh utama 'Amin.' 

Lazimnnya jajaka desa, Amin pun bersikap nyantri. Sayang, karena cintanya layu sebelum berkembangparipolah Amin jadi berubah seratus delapan puluh derajat. Bahkan Amin kungsi jadi 'tamu' Si Boyoh dan Si Asihubrug atau pealcur kampung yang sering turun meronggeng.

Sedangkan yang diusung oleh Fitri Sulastri dalam carpon'Asmaranirca' mah tentang konflik sosial para remaja kota. 'Asmaranirca' menceritakan tewasnya seorang bayi yang ditemukan tergelatak dalam sebuah lemari di barak kontrakan. Bayi tersebut hasil hubungan cinta pranikah atau kumpul kebo Neng Asih dengan pacarnya yang sama-sama lepas dari tanggung jawab.

Adapun cerita cinta yang direka Dede Safrudin dalam wanda carponterbilang unik. Dede dengan apik mengawinkan tokoh-tokoh cerita cinta yang sebelumnya lahir duluan dalam khasanah sastra Sunda.

Dalam carpon 'Asmarandana Kabeurangan' tokoh Sangkuriang yang dalam sasakala atau legenda Tangkuban Parahu dikenal mencintai ibunya sendiri, Dayang Sumbi, dipertemukan dengan tokoh sastra Sunda modern, Karnadi. Dalam "Rasiah nu Goreng Patut' (1928) karya Soekria-Joehana tokoh Karnadi tergila-gila pada Eulis Awang, mojang cantik dari Cigereleng. 

Berbeda dengan Sangkuriang, dengan segala tipu muslihatnya Karnadi mahkungsi mendapatkan cinta dari Eulis Awang, malah hingga menikah segala. Meski diujung cerita nasibnya amat tragis, sebab Karnadi bunuh diri di sungai Citarum.

Nah, Sangkuriang dan Karnadi oleh juru kisah dipertemukan dalam latar sungai Citarum. Lantas keduanya 'dihijrahkeun' oleh Ki Juru Pantun ke Buana Nyungcung, menyusul Eulis Awang dan Dayang Sumbi yang terlebih dahulu menemui Sunan Ambu, Guruminda, dan Purbasari. Sebagai catatan, Guruminda dan Purbasari adalah sepasang kekasih yang terdapat dalam legenda Lutung Kasarung.

Keempat tokoh tersebut: Sangkuriang, Dayang Sumbi, Karnadi, dan Eulis Awang diminta pertanggungjawabannya manakala mereka berbuat nista di alam dunia karena gelap mata terkalahkan kekuatan cinta buta.

Ihwal cinta dalam sastra Sunda sejatinya tidak berkutat pada judul-judul yang menjual kata-kata 'asmara.' Kata 'cinta' itu sendiri secara verbal banyak dieksplor para pengarang Sunda untuk disematkan sebagai judul ceritanya. Di antaranya 'Pajaratan Cinta'carpon mini karya M Sudama atau 'Lagu Cinta jeung Sajabana' carpon karya Nazaruddin Azhar.

Daftar tema cinta dalam karya sastra Sunda akan semakin panjang bila tidak terpaku pada judul 'cinta' atau 'asmara.' Dalam antologi 'Lalakon Bingbang' (2001) karya Dian Hendrayana, misalnya.

'Kalangkang Riwan,' 'Lalakon Bingbang,' 'Pulas-pulas Parias,' 'Kembang-kembang Longkewang,' atau 'Gelas-gelas nu Nyaranyi' merupakan di antara carpon-carpon Dian yang mengeksplor kekuatan cinta sebagai tema yang diberdayakannya.

Cerita cinta yang dominan mewarnai sastra Sunda sampai kapan pun akan terus dieksplor oleh para pengarang Sunda. Sebab, persoalan cinta antarmanusia merupakan fitrah dan selalu mengiringi perputaran roda zaman. 

Carita cinta moal laas dihakan jaman, moal bari diteureuy wanci. Sebab tiap manusia tentunya memiliki pengalaman, pengetahuan, pengamalan, dan tafsir tersendiri dalam menghadapiunak-anik percintaan.

Hanya, dalam menyelami kehidupan sehari-hari, piraku kita harus mengikuti tapak-lacak Jang Amin, Neng Asih, Sangkuriang, atau Karnadi mah. Keempatnya dibuat sengsara karena jalan hidupnya dibutakan oleh cinta alias bukan cinta yang mereka kendalikan.

Kepada yang belum atau telah merasakan ndahna kapanah ku asmara katurih ku kaasih ada baiknya menulis cerita cinta saja. Paling tidak, cerita cinta dalam khasanah sastra Sunda hak hidupnya bakal manjang sinambungan.***

Artikel di atas sempat dimuat di koran Kompas Jabar. Karya DJASEPUDIN, guru SMA Negeri 1 Cibinong, Kab.  Bogor

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun