Mohon tunggu...
Kompasiana Cibinong
Kompasiana Cibinong Mohon Tunggu... Guru - Kompasiana Cibinong, menulis berita dan cerita dalam bahasa Sunda dan Indonesia

Kompasiana Cibinong, menulis berita dan cerita dalam bahasa Sunda dan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Balada Yuyun, Kaum Buruh dari Jatinangor

16 Juli 2019   06:44 Diperbarui: 16 Juli 2019   07:16 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: Tribun Jabar)

Hari Buruh saban tahun dirayakan. Meski begitu momen hari buruh tetap penting. Pertanyaan utama hajat buruh ini adalah setelah perayaan May Day adakah penderintaan kaum buruh berlalu?  Apakah asa dan cita-citanya sudah terwujud? Sebagai bahan refleksi dan introfeksi kita amati balada nasib salah satu buruh yang tinggal di Jatinangor, Sumedang dan bekerja di perbatasan Kab. Sumedang dengan Kab. Bandung.

Angin berhembus kencang, gemuruh petir terus menemani hujan. Sekira jam sembilan malam, Yuyun  mematung, menunggu bus jemputan di pertigaan Warungkalde-Sayang, Jatinangor Sumedang. Dari rona dan raut wajahnya tergambar beban pikiran yang berat dan mendalam.  Bersama ribuan rekan sepekerjaan, 

Yuyun memburu salah satu pabrik konfeksi di kawasan Parakanmuncang, Sumedang. Janda setengah tua beranak satu itu terpaksa begadang karena giliran sif malam.

Puluhan tahun bekerja di hadapan deru mesin, sejatinya Yuyun sudah merasa jenuh dan berharap ada perubahan. Akan tetapi, usia yang merambat tua membuat tenaganya terus berkurang. 

Bukan sekali dua kali ia mendapat dampratan sang majikan karena hasil produksinya dianggap tidak memuaskan. Perusahaan enggan mengeluarkannya, karena mesti mengeluarkan sejumlah pesangon. Pelbagai cara dilakukan manajemen perusahaan agar Yuyun mengundurkan diri dari perusahaan. Masalah untung-rugi yang menjadi pangkal persoalan.

Dengan segala keterbatasan Yuyun tetap bertahan. Tak ia indahkan demam atau batuk yang menahun. Tak ia hiraukan makian dan akal bulus yang kerap dipraktikkan para dunungan. Yang ada di benaknya terus bekerja agar bisa menopang kebutuhan diri dan anaknya tercinta.

Kisah getir Yuyun, mungkin, dialami pula para buruh yang bekerja di sejumlah kawasan industri. Potret pudar nasib kaum buruh yang tak kunjung sejahtera dapat kita temui seperti di kawasan Majalaya, Cimahi, Padalarang, Cibinong, Cikarang, Depok, Cakung, dan Bekasi.

Lihatlah asupan gizi saat jam makan tiba. Untuk bekerja lebih dari delapan jam, para buruh hanya memakan nasi dan lauk-pauk alakadarnya. Bukan mereka irit atawa pelit, namun uang hasil bekerja di pabrik tidak memungkinkan untuk memenuhi empat sehat lima sempurna. Jangankan membeli makanan yang sehat, bervitamin, dan bergizi tinggi, untuk membayar kontarkan kamar bulanan saja mereka kerap gali lubang tutup lubang.

Pikiran kaum buruh kian pusing ketika menjelang Puasa dan Lebaran. Bagaimana pun juga minimal setahun sekali mereka ingin silaturhami dengan sanak-saduara di kampung halaman. 

Caranya, mengetatkan ikat pinggang. Ya, mengurangi anggaran makan dan kebutuhan harian. Mereka berharap bisa menabung untuk ongkos pulang dan memberi sedikit uang kepada orang tua, saudara, dan handai taulan.

Sisi-sisi getir kaum buruh itu mungkin sejak lama telah kita ketahui. Akan tetapi mengapa nasib kaum buruh tak jua beranjak baik? Tak hanya pekerja di pabrik, buruh tanih, buruh haria, buruh musiman, dan buruh kasar lainnya tetap bernasib sama. 

Muhun, meski mengabdi di perusahaan sudah puluhan tahun, buruh tetap kokoro nyoso malarat rosa alias merasakan kemelaratan yang sempurna. Kemiskinan sepertinya sudah mendarah daging dan sulit dihilangkan.

Sangat jarang menemui pekerja seperti Yuyun dan kawan-kawan merasakan peribahasa buburuh nyatu diupah bas. Pengertiannya, dalam satu pekerjaan selain mendapat gaji yang layak juga mendapat imbalan tambahan. Tentu sungguh nyaman dan menyenangkan.

Kenyamanan seperti itu yang diimpikan kaum buruh. Mereka menginginkan hak-hak yang semestinya didapatkan. Sayang, pihak perusahaan  jarang memenuhinya.

Jangankan kenyamanan dan kesenangan, untuk meminta kejelasan kenaikan upah minimum kota saja kaum buruh mesti unjuk rasa dan merusak fasilitas umum. Ini tentu kurang baik dan kontraproduktif. Sebab ketika sarana jalan umum diblokir maka kerugian mesti ditanggung semua pihak. Ke depannya, iklim usaha bisa  berakibat buruk. Para pemodal dalam dan luar negeri enggan mendirikan lapangan pekerjaan. Padahal jutaan warga lulusan SMA dan sarjana masih mengantre membutuhkan pekerjaan.

Lantas di mana peran negara? Hal inilah yang menjadi pertanyaan kita bersama. Maka, amarah buruh akan penderitaannya selama ini kerap ditumpahkan saat gelaran unjuk rasa.

Beruntung para pengusaha tidak mudah emosional. Bila mereka sama beringasnya dengan para pendemo, alamat negara di ambang kerusuhan. Bisa saja mereka tidak mengacuhkan tuntutan kaum buruh. Mereka bisa lari begitu saja ke luar negeri. Dengan begitu jutaan pengangguran tak terhindarkan. Ketika pengangguran kian masif maka tingkat kriminalitas bisa merajalela. Siapa bisa mengendalikan amarah perut yang lapar?

Maka, ketika ada ketidaksetujuan buah dari kesewenang-wenangan, sampaikanlah dengan cara-cara yang elegan. Tetapi,  andai saluran aspirasi macet bin tersumbat, bukan berarti menghalalkan segala cara.

Saya yakin, buruh, manajemen perusahaan, dan aparat pemerintah bisa memperjuangkan titik temu yang saling menguntungkan. Cara yang paling tepat adalah duduk bersama dengan musyawarah-mupakat. Sauyunan-sabilulungan.

Itulah salah satu makna dari berdemokrasi. Kesejahteraan dan keselamatan untuk kebaikan bersama. Sebuah tujuan mulia yang sangat diimpikan kaum buruh seperti yang terngiang-ngiang dalam angan-angan Yuyun dan kawan-kawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun