Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Elektabilitas Menurun, Alarm Buat Petahana

20 Maret 2019   15:12 Diperbarui: 21 Maret 2019   01:45 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capres nomor urut 01 Joko Widodo menyampaikan pendapatnya saat debat capres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019). Debat itu mengangkat tema energi dan pangan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta infrastruktur. (ANTARA/AKBAR NUGROHO GUMAY)

Pagi-pagi saat membuka laman kompas.com, ada judul yang cukup mencolok terpampang di headline yang berbunyi "Survei Litbang "Kompas": Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf 49,2 Persen, Prabowo-Sandiaga 37,4 Persen". 

Hasil survei Litbang Kompas yang diumumkan hari ini (20/03/2019) cukup mengagetkan terutama bagi para pendukung petahana. Untuk pertama kalinya tingkat elektabilitas petahana berada di bawah angka 50% dan jarak elektabilitas antar kedua pasangan tinggal 11% saja.

Hasil ini mengingatkan saya pada pilkada DKI lalu, dimana petahana BTP-DSH hasilnya baik putaran I maupun II tetap di kisaran 42% saja, sementara suara pasangan AHY-SM justru sepenuhnya lari ke pasangan AB-SU yang pada putaran pertama memperoleh 39% menjadi 58%. 

Walau dalam beberapa survey petahana selalu unggul, namun angkanya memang tak lebih dari kisaran 40-45% yang berpotensi tersalip oleh pesaingnya.

Kalau boleh jujur, menurunnya elektabilitas petahana terjadi diawali ketika memilih calon wapresnya dari kalangan agamis. Harapan untuk meraih suara kaum agamis rupanya tidak membuahkan peningkatan elektabilitas, malah justru menambah jumlah potensi golput. 

Kasus korupsi yang juga terjadi di dalam kubu petahana juga ikut menggerus kepercayaan masyarakat terhadap orang-orang yang berada di sekitarnya. Terakhir salah seorang ketua parpol pengusung turut terseret OTT KPK ditengarai bakal turut memperkeruh keadaan, apalagi survei di atas dilakukan sebelum terjadinya kasus tersebut. Bisa jadi setelah pertengahan Maret ini bakal terjadi penurunan elektabilitas lagi.


Jargon bahwa presiden tak ikut campur urusan KPK dan membuktikan tidak tebang pilih sepertinya kurang kuat untuk mengangkat elektabilitas kembali. Justru sebaliknya, masyarakat jadi berpikir jangan-jangan banyak orang di sekelilingnya yang berperilaku sama, hanya nasibnya lebih baik karena masih terhindar dari radar KPK. 

Banyaknya kasus pelanggaran HAM yang belum tuntas, termasuk kasus Novel dan kasus-kasus terdahulu seperti kasus Munir, Kendeng, Benoa, bandara NYIA, dan sebagainya juga berimbas pada turunnya kepercayaan terutama para aktivis HAM kepada pemerintah sekarang.

Infrastruktur yang selalu digadang-gadang oleh pemerintah sebagai keberhasilan ternyata tak luput dari masalah. Walau sudah banyak jalan tol serta MRT rampung, namun setelah beroperasi timbul masalah seperti longsor di ruas tol Semarang - Salatiga, banjir di ruas tol Madiun - Kertosono.  

Tidak jelasnya pembangunan kereta cepat, penyelesaian LRT yang molor dari jadwal, serta terbengkalainya pembangunan rel di Sulsel menjadi contoh bahwa ternyata masih banyak hal yang harus diselesaikan pemerintah dalam waktu yang semakin sempit ini.

Tingkat Elektabilitas Pilpres (Sumber: Kompas.com)
Tingkat Elektabilitas Pilpres (Sumber: Kompas.com)
Belum lagi masalah hutang BPJS kepada rumah sakit, serta berkurangnya jenis tanggungan membuat masyarakat semakin ragu apakah pemerintah memang mampu menjalankan amanah undang-undang dengan baik. 

Tiket pesawat yang semakin tinggi malah membuat masyarakat harus ke luar negeri dulu sebelum menginjak ibukota juga turut membuat masyarakat semakin resah dengan keadaan ini.

Memang bukan semua salah petahana, karena tidak mudah menghela gerbong kereta tua walau lokomotifnya sudah berganti sejenis Shinkansen. Aparatur yang lamban bekerja masih mendominasi dihampir semua lembaga negeri ini, sementara para pegawai baru justru malah sebagian mengikuti irama seniornya, bukan membawa perubahan yang lebih baik. Para politisi terutama pendukung petahana juga tidak menunjukkan perilaku yang dapat diteladani membuat masyarakat semakin apatis dengan pemilu kali ini.

Celakanya, golput justru jadi kambing hitam yang terus ditakut-takuti, bukannya malah dirangkul oleh pendukung petahana. Bukannya memperbaiki kesalahan kolektif birokrat dan politisi yang sudah mendarah daging ini, malah golput yang disalahkan. 

Seharusnya kita menyadari mengapa mereka golput, karena ternyata setelah lima tahun bekerja, walau ada perubahan signifikan di beberapa bidang termasuk infrastruktur, namun belum menyentuh akar permasalahan yang terjadi. Kasus korupsi makin marak, bahkan semakin banyak yang terkena OTT, kasus HAM yang tak pernah diselesaikan membuat orang skeptis akan adanya perubahan mendasar di negeri ini.

Menaikkan gaji PNS, walaupun sudah waktunya dan tak terkait langsung dengan pemilu, rasanya tidak akan menolong banyak untuk mengerek elektabilitas yang sudah terlanjur turun. Apalagi waktu pencoblosan tinggal hitungan hari, tak sampai sebulan lagi, hanya tinggal mukjizat saja yang mampu mendongkrak elektabilitas petahana.

Hasil survey memang belum tentu menjadi kenyataan, namun bisa menjadi barometer untuk waspada. Turunnya elektabilitas harusnya menjadi peringatan bagi para pendukung petahana untuk lebih humanis serta harus mampu meyakinkan para swing voters dengan tidak lagi menakut-nakuti apalagi mengkambinghitamkan golput, karena sudah terbukti pendukung sebelah tak bergeming sedikitpun walau perwakilannya sudah diberi tempat khusus di samping beliau.

Berilah keyakinan pada masyarakat dengan menunjukkan perilaku yang positif, bukan lagi saling mengejek apalagi menyebar hoax yang tidak penting. Berusahalah menahan diri untuk tidak melakukan tindakan koruptif, kriminal, atau pelanggaran hukum lainnya agar menjadi teladan serta untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada petahana yang mulai menurun akibat hal-hal yang telah diuraikan di atas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun