Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pengaruh Perilaku Masyarakat terhadap Meledaknya Dollar AS

1 September 2018   19:08 Diperbarui: 2 September 2018   07:41 1140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(FOTO: KOMPAS / TOTOK WIJAYANTO)

Sebelum krisis moneter, kebanyakan orang hanya membeli barang dalam bentuk cash, masih jarang orang membeli barang dalam bentuk kredit. Sekarang hampir setiap orang 'dimampukan' untuk memiliki barang walau harus dengan kredit.

Peningkatan kebutuhan akan barang tanpa diiringi produksi di dalam negeri tentu membuat kita harus mengimpor dari luar negeri dan membutuhkan mata uang asing termasuk Dollar untuk membayarnya. 

Neraca perdagangan yang tidak seimbang alias defisit lambat laun membuat nilai tukar semakin menurun karena kebutuhan impor lebih besar daripada ekspor barang menyebabkan peningkatan nilai tukar Dollar terhadap Rupiah. Sebaiknya mulai dipertimbangkan kembali menggunakan mata uang negara asal impor misalnya Vietnam atau Tiongkok agar tidak teralalu tergantung pada Dollar.

Bila kita bandingkan dengan negara tetangga, masyarakat kita lebih modern dalam penggunaan hape terbaru atau mobil teranyar. Lihatlah negara tetangga Malaysia atau Thailand, jarang sekali mobil baru bersliweran di jalan, demikian pula hape lama masih banyak dipakai warganya ketimbang harus membeli baru. 

Iklan hape dan mobil tidak terlalu mencolok di sana, sementara di negeri ini justru masyarakatnya masih senang gaya dengan mainan baru walau harus kredit sehingga meningkatkan impor barang tersebut karena belum mampu diproduksi di negeri sendiri. Perilaku inilah yang memicu impor besar-besaran dan berperan dalam menurunkan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar.

3. Perilaku Spekulatif

Selain gaya, masyarakat kita juga sering menumpuk barang atau dengan kata lain 'investasi' baik dalam bentuk tanah, rumah, emas, Dollar atau barang berharga lainnya. Investasi khususnya dalam bentuk spekulasi mata uang juga turut berperan dalam menurunkan nilai tukar karena kebutuhan Dollar meningkat sementara Rupiah semakin tidak bernilai karena ditukar dengan mata uang asing. 

Secara nominal mungkin mereka untung karena nilai Rupiah yang bakal dimiliki ikut terkerek dengan naiknya nilai tukar, tapi secara intrinsik atau nilai barang justru semakin mahal karena harus diimpor dengan menggunakan Dollar. Akhirnya secara riil nilainya sama saja, bahkan bisa jadi lebih mahal sekarang karena praktek spekulasi tersebut.

* * * *

Sebagai perbandingan selama 40 tahun terakhir per tanggal 1 Januari 1978, 1 USD = 442 Rupiah; 2,37 Ringgit; 20,3 Baht; 7,3 Peso; 239 Yen. Sementatar per 31 Agustus 2018, 1 USD = 14788 Rupiah; 4,11 Ringgit; 32,76 Baht; 53,48 Peso; 111 Yen. 

Tampak bahwa depresiasi Rupiah paling besar yaitu sebesar 3445%, sementara Ringgit hanya 173%, Baht 161%, bahkan Yen malah terapresiasi 215%. Paling dekat dengan Rupiah adalah Peso yang terdepresiasi 764% dalam kurun waktu 40 tahun. Ini menunjukkan bahwa Rupiah sangat rentan untuk kembali jatuh ke jurang depresiasi apabila masyarakat kita tidak segera mengubah perilaku konsumtif dan koruptif menjadi produktif dan kreatif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun