"Kawan, kau tahu? Jika Pak Habibie itu terkenal bukan karena fisiknya, tetapi Beliau terkenal karena karyanya."
**
Aku termangu, saat terbaca sebuah status dari sahabatku di beranda media sosial. Dia bilang: "Aku minder Nda, saat mereka membully aku. Meskipun kenyataannya itu benar. Aku memang nggak sempurna secara fisik. Tapi aku punya perasaan Nda, karena aku seorang insan yang hidup di dunia. Aku bukan malaikat yang diciptakan tidak mempunyai nafsu."
Aku merasakan sakitnya di bully. Karena aku juga pernah mengalaminya. Sedih itu tidak bisa dibendung. Sakit hati merasakan pahitnya hinaan dan cacian.
Lalu, tanganku menjadi gatal ingin memberikan komentar distatusya. "Jangan minder dong, Dek! Nggak keren, ahh."
"Sulit Kak, membuangnya. Aku terlanjur dijajah rasa minder akut."
"Jangan begitu dong. Hai pemuda, bangkitlah!"
"Nggak akan mungkin aku bisa terbebas dari zona jajahan ini? Aku, terlanjur sakit hati oleh perkataan mereka, yang jelas memang minderlah. Karena omongan mereka, memang benar adanya, dan nggak dibuat-buat."
"Apaan sih, Dek. Bisa sampai segitunya?"
"Kakak udah lihat, kan profilku?"
"Udah, terus kenapa?"
 "Itu kenyataan. Kak. Aku nggak suka pakai profil orang lain. Biar kelihatan cakep. Lalu orang berbondong-bondong add my Fb."
"Terus?"
"Kakak kok nggak ikutan mereka membully aku, sih? Kulitku tuh, memang hitam, tidak tinggi, body gemuk, dan .... "
"Ssst! Loh, loh, kok jadi nyerang fisik begini sih! Kau tahu jika cakep itu?"
"Cakep kenapa? Aslinya aku jelek. Titik."
"Dengerin dululah, yauu, main nyerocos aja."
"Ya, baiklah."
"Cakep itu relatif."
"Iya, sih, Kak. Tapi ...." Jawabnya.
"Bapak BJ Habibie itu hebat dan terkenal bukan karena fisiknya. Tetapi dia terkenal di bumi Indonesia bahkan sampai ke luar negara, karena karyanya. Kau tahu apa karyanya?"
"Dia itu bapak teknologi, sekaligus anak bangsa yang berprestasi di kancah Internasional."
"Nah, itu tahu. beliau itu seorang sosok yang sangat dihormati oleh ilmuwan dunia khususnya di bidang penerbangan. Lalu, apalagi yang kamu tahu tentang sosoknya?"
"Selain dikenal sebagai orang paling cerdas di antara ahli penerbangan, beliau juga merupakan mantan Presiden Republik Indonesia yang ke-3."
"Benar. Itupun kamu juga sudah tahu. Jadi apalagi? Sudahkah kamu berani membebaskan diri dari jajahan zona minder?"
"Iya, Kak. Benar. Cakep itu relatif. Menjadi hebat dan terkenal itu bukan karena fisik. Tapi dibuktikan denga hasil karya."
"Terus?"
"Terima kasih, Kak. Insyaallah aku juga akan belajar dari hal ini. Mulai sekarang mau belajar membebaskan diri dari zona minder, dan insyaallah di masa depan akan kubuktikan denga terus berkarya."
"Sama-sama. Saya dari kecil juga menjadikan pak Habibie itu sebagai inspirasiku. Mau tahu ceritanya?"
"Mau dong, Kak."
**
20 tahun yang lalu, aku hanya seorang gadis dekil di kampung. Gadis miskin dan bukan keturunan priyayi. Kedua orang tuaku hanya seorang petani, yang mempunyai penghasilan pas-pasan saja. Hanya cukup makan dan keperluan sehari-hari.
"Kenapa Dek, menangis?" Kakakku memelukku dari belakang.
"Ada yang ngatain aku dekil, kurus, dan jelek."
"Huss, sudah-sudah." Dia membelai rambutku. "Apapun yang mereka katakan jangan didengar. Jangan dimasukkan ke hati."
"Tapi, Kak. Aku kan malu dipermalukan mereka seperti itu?"
"Sini, dengerin kakak bicara ya?" Kakak melepaskan pelukannya, lalu memegang bahuku.
Aku mengangguk, mencoba akur dengan semua nasihatnya. Karena aku capek nangis terus.
"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Jika Allah menghendaki, dengan usaha dan doa pasti akan berhasil. Termasuk kamu, Dek."
"Ya."
"Pernah dengar nggak perkataan, 'biar jelek tapi intelek' coba renungkan baik-baik."
"Benar Kak."
"Kamu tahu? Bapak Habibie? Dia seorang yang sangat hebat. Dia seorang yang sangat cerdas. Namanya sangat terkenal di Indonesia bahkan di luar negara. Karena apa? Karena karyanya. Dia terkenal bukan karena fisiknya, Dek."
Aku menangis sejadi-jadinya. Terharu dengan semua nasihat kakak. Mulai saat itu, pak Habibie menjadi sumber inspirasiku untuk bangkit.
Aku menjadi semangat belajar, meraih mimpi hingga sekolah selesai sampai ke jenjang lebih tinggi. Meskipun pada awalnya banyak orang yang mencemooh, bahkan meragukan kemampuanku, karena memang berasal dari keluarga tidak mampu.
"Ehh, kamu. Gadis kampung. Jangan mimpi kamu bisa sekolah tinggi. Apa kamu tidak kasihan melihat orang tuamu. Mereka itu tidak mampu, kamu malah maksain sekolah sam pai tinggi. Habis itu kamu juga akan jadi pengangguran. Ahh, buang-buang uang saja." Salah satu tetangga menasihatiku dengan cibiran.
Namun justru diluar dugaan. Keluargaku selalu mengingatkan, jika mereka selalu mendukung semua niatku, jika aku ingin berhasil. Aku masih teringat komentar ibu, waktu aku mengadukan cibiran tetangga. "Mereka itu hanya bisa bicara. Tak perlu diambil hati. Semua keperluanmu kami yang berikan bukan mereka yang banyak ngomong. Sudah seharusnya kamu mendengar nasihat dan dukungan keluargamu."
Aku semakin terharu saat mendengar perkataan mereka. Yaa ... hari ini aku merasakan dan menikmati indahnya pencapaian itu. Aku berdiri tegak, di kaki sendiri. Alhamdulillah.
**
Pagi ini, aku berangkat kerja, mengendarai mobil sendiri. Hatiku terasa sayu, sedih dan pilu. Berita semalam membuatku sebak, saat sendirian. Lalu hati membisikkan puisi tentangmu, sepanjang perjalananku. Wahai Bapak inspirasiku, Bapak BJ Habibie.
Bapak Habibie,
Bumi menangis
Indonesia menangis
Seluruh pengagummu menangis
Dan akulah salah satunya
Bapak Habibie,
Engkaulah Bapak inspirasiku
Kala itu hingga kini
Meskipun jasadmu
Dijemput bumi
Tapi kehebatanmu
Akan tetap menjadi inspirasi kami
Seantero dunia mengenalmu
Karena karya terbaikmu
Bukan karena fisikmu
Bapak Habibie,
Akan terus dikenang jasamu
Pada nusa dan bangsa
Juga kami
Yang bukan siapa-siapa
Karena engkau
Tetap menjadi
Bapak inspirasi kami
Bapak Habibie
Selamat jalan
Semoga khusnul khotimah
Alfatihah ....
**
Bandar Seri Begawan, 12 September 2019