Mohon tunggu...
Divia Priscilla
Divia Priscilla Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia biasa

penulis amatiran

Selanjutnya

Tutup

Financial

Revisi UU BI, Bagaimana Kabar Independensi Bank Sentral?

18 Oktober 2020   17:30 Diperbarui: 18 Oktober 2020   17:37 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Beberapa waktu lalu, wacana mengembalikan fungsi pengawasan dari OJK ke Bank Indonesia muncul. Sekarang, hal ini bukan lagi wacana melainkan telah menjadi Draf Revisi Undang-undang yang sudah berada di Badan Legislasi DPR. Artinya Revisi Undang-undang Bank Indonesia sudah siap untuk dibahas.

Permasalahannya, dalam draf revisi undang-undang ini bukan hanya membahas soal fungsi pengawasan Perbankan dari OJK ke Bank Indonesia. Tetapi ada hal lain yang dikhawatirkan dapat melucuti Independensi Bank Indonesia.

Lalu mengapa hal ini dikhawatirkan? Apakah independensi Bank Indonesia sangat penting?

Tentu saja independensi Bank Indonesia sangat penting, karena ada aturan undang-undang yang mengatur Independensi Bank Indonesia. Dalam Undang-undang tersebut pada Pasal 4 Ayat 2 disebutkan bahwa:

“Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam UU tersebut”.

Independensi Bank Indonesia juga dapat menghindari campur tangan politik khususnya menjelang pemilu. Jenjang pemilu biasanya ada godaan untuk menurunkan suku bunga. Dengan begitu maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi pengangguran. Perekonomian yang kuat akan memudahkan partai yang berkuasa terpilih kembali.

Sifat independen pada bank sentral juga bisa menjaga dari terpengaruhnya kesewenangan pemerintah dalam mengontrol inflasi. Intinya, jika pemerintah diberikan kendali atas ekonomi, mereka mungkin menggunakan uang sembarangan yang pada akhirnya akan menyebabkan keruntuhan ekonomi.

Lanjut ke draf revisi undang-undang BI, terdapat tiga poin yang disoroti di Badan Legislasi dalam draf revisi undang-undang Bank Indonesia.

Pertama mengenai lapangan kerja. Bank Indonesia kini memiliki tambahan target untuk menjaga stabilitas lapangan kerja, yang dimana pada mulanya tugas Bank Indonesia adalah menjaga kestabilan nilai tukar dan stabilitas harga. Nantinya soal lapangan kerja ini akan masuk ke dalam tugas Bank Indonesia.

Dalam RUU terbaru "Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang berkelanjutan," bunyi pasal 7 ayat 1.

Untuk mencapai tujuan ini, Bank Indonesia diminta melaksanakan kebijakan moneter berkelanjutan secara transparan dengan berkoordinasi dengan pemerintah. Sebab, di RUU terbaru, penetapan kebijakan moneter tidak lagi dilakukan hanya oleh BI tapi ada dewan Kebijakan Ekonomi Makro.

Jadi perhitungan untuk mengukur pengangguran sudah ada seperti Bank sentral AS. The Fed itu selalu mengkalkulasi atau menghitung lapangan pekerjaan angka pengangguran pada setiap bulannya untuk perhitungan pertumbuhan ekonomi dan pembuatan kebijakan di bank sentral. Masalahnya kalau di Indonesia angka pengangguran ini munculnya tiga bulan sekali. Sementara kalau di Amerika setiap satu bulan. Jadi negara ini dinilai kurang efektif jika perhitungannya bukan setiap bulan melanikan setiap perkuartalan.

Selain soal lapangan kerja, yang kedua disorot adalah pembentukan Dewan Moneter. Jadi Dewan Moneter ini nantinya akan beranggotakan Menteri Keuangan sekaligus ketuanya, Menteri di bidang perekonomian, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Gubernur Bank Indonesia, dan Deputi Gubernur BI.

Susunan anggotanya mirip dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan atau KSSK. Bedanya kalau di Dewan Moneter, Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS ini tidak masuk tetapi di KSSK masuk.

Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Prof Dr Fx Sugiyanto menilai tidak perlu ada Dewan Moneter atau Dewan Kebijakan Ekonomi Makro sesuai draf RUU Bank Indonesia (BI) agar tidak terjadi “overdosis”, karena sudah ada KSSK yang di mana fungsi jajaran mereka sama dan tidak ada tingkatannya.

Menurut dia, keberadaan Dewan Moneter perlu dipertanyakan. Apa esensi munculnya Dewan Moneter atau Dewan Kebijakan Ekonomi Makro dalam RUU Bank Indonesia itu karena justru malah akan mengganggu indenpendensi Bank Indonesia.

Jika nantinya Dewan Moneter ini ada maka Dewan Moneter akan diketuai oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan salinan draf perubahan ketiga UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia pasal 9B ayat 1 menyatakan Dewan Moneter ini diketuai Menteri Keuangan.

Dewan moneter ini sebelumnya sudah pernah ada sebelum krisis moneter 1998. Tapi dibubarkan karena dianggap tidak efektif menahan krisis moneter. Lalu mengapa pemerintah ingin balik lagi seperti pada tahun 1998 yang padahal keberadaan Dewan Moneter saat itu dinilai tidak mampu menahan krisis moneter pada tahun 1998.

Menurut peneliti ekonomi Indef Yusdisita “Kalau sampai revisi undang-undang terutama soal dewan moneter ini lolos akan ada konsekuensi. Kita berkaca dari era order baru dimana pemerintah bisa masuk ke kebijakan monter. Hasilnya terjadi krisis.”

Menurutnya, hal ini sebenarnya bertolak belakang dengan semangat independensi bank sentral di negara-negara yang maju karena kita ingin mengikuti negara-negara maju dalam hal independensi bank sentral, sehingga bank sentral bisa mengendalikan stabilitas nilai tukar rupiah, mengendalikan inflasi berdasarkan data driven. Bukan kemudian dengan political driven atau dengan agenda-agenda politik yang ada pada eksekutif. Karena ini merupakan hal penting untuk meningkatkan trust dari pada pelaku pasar. Ketika independensi berkurang, maka terdapat penurunan kepercayaan terhadap pelaku pasar.

Lalu poin ketiga adalah tentang pengembalian pengawasan perbankan dari OJK balik lagi ke Bank Indonesia. Artinya nantinya pengawasan perbankan kembali ke tangan BI, berarti nanti BI akan menguasai perbankan di Indonesia. Berarti ada uang yang cukup besar akan dikelola oleh BI. Jadi sebenarnya apakah revisi ini ada hal terselubung? Atau adakah orang-orang yang sebenarnya punya kepentingan di dalamnya? Melihat gelimang uang yang akan diatur dan juga dikendalikan oleh Bank Indonesia.

Oleh: Divia Priscilla/ Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi 2018, Universitas Negeri Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun