Filsafat Dakwah sebagai Telaah Menyeluruh
Oleh: Syamsul Yakin
(Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) dan Diva Nurul Maulidia (Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Perspektif filsafat terhadap dakwah membantu kita melihat sisi lain dari aktivitas dakwah yang bertujuan memberi kontribusi ilmiah bagi perkembangan konsep-konsep dakwah sekaligus memperkaya wacana filsafat. Melalui kacamata filsafat, dakwah dikaji secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
Secara ontologis, dakwah dipahami sebagai bentuk komunikasi yang khas: seorang mubaligh menyampaikan pesan-pesan bersumber pada Al-Qur'an dan al-Sunnah, dengan tujuan agar mad'u bertindak saleh sesuai ajaran tersebut. Pada tataran epistemologis, dasar pengetahuan tentang dakwah bersumber pada Al-Qur'an dan Hadis. Melalui metode bayani, ayat dijelaskan oleh ayat lain, ayat dijelaskan oleh hadis, atau hadis diperjelas oleh hadis lain, sehingga dakwah memiliki landasan rasional yang terstruktur.
Dimensi aksiologis menyoroti manfaat dakwah yang sangat luas. Pertama, bagi dai, kewajiban berdakwah gugur dan ia memperoleh kebaikan di dunia maupun akhirat. Kedua, bagi mad'u, kewajiban belajar terpenuhi dan kebaikan juga diraih di dua alam kehidupan. Ketiga, bagi alam semesta, dakwah berperan menjaga keseimbangan kosmos. Dengan demikian, filsafat dakwah merangkum dasar, prinsip, dan pokok-pokok paling esensial dari aktivitas dakwah.
Filsafat dakwah dapat pula dipahami sebagai kajian rasional mengenai prinsip-prinsip dakwah yang digali dari Al-Qur'an, Hadis, serta pemikiran para ulama dan dai. Beragam aliran pemikiran ini memperlihatkan perbedaan paradigma, namun kesemuanya bertujuan menjelaskan hakikat dakwah pada level paling dasar. Pendekatan filsafat dakwah tidak terfokus pada interaksi sosial semata, melainkan pada hakikat manusia itu sendiri---baik sebagai dai maupun mad'u---dan bagaimana keduanya berhubungan dengan realitas di luar dirinya melalui aktivitas dakwah.
Pertanyaan utama yang diajukan filsafat dakwah adalah apakah kemampuan berdakwah ditentukan oleh sifat bawaan dai atau oleh pengalaman yang ia peroleh; begitu pula apakah penerimaan mad'u terhadap pesan dakwah bersifat rasional atau emosional. Karena itu, kajian filsafat dakwah bersifat menyeluruh, mendasar, reflektif, kritis, dan postulatif, meneguhkan dakwah bukan sekadar praktik komunikasi keagamaan, melainkan sebuah aktivitas kemanusiaan yang sarat makna filosofis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI