Mohon tunggu...
Biru Langit
Biru Langit Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha kembali pada Ilahi dalam kondisi Khusnul Khotimah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Please, Jangan Cuek

9 September 2012   03:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:43 2229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

“hei, berandal untuk apa kau pulang! Hiduplah saja sana di jalanan karena kami sudah tak peduli dengan mu”, teriak ibu dan kakak ku dari balik jendela rumah. Sedangkan aku, hanya terdiam saja diluar pagar tanpa sempat membuka gemboknya. Aku balik berfikir, kenapa mereka masih bersikap begitu pada ku padahal aku sudah bertobat dan mengubah semua kebiasaan buruk ku. “apakah ini hukuman Mu untuk ku Tuhan?”, lirih ku dalam hati.

Aku masih tercenung berdiri didepan pagar rumah dan sontak semprotan air dari selang menggugah ku dari lamunan. “ahhh, apa-apaan ini bu? Aku ingin pulang dan kembali kepada mu. Aku rindu kalian semua”, mohon ku pada ibu yang sedari tadi tampak murka melihat ku. “ tak ada lagi tempat untuk mu disini brandal! habiskan saja waktu mu dengan pria-pria itu sampai kau merasakan pil pahit suatu saat nanti”, tegas ibu dengan ketus. “oh Tuhan aku merasa benar-benar lemah dan tak berdaya. Inikah balasan yang Kau berikan atas semua perbuatan ku?”, aku terus bertanya-tanya.

Nampaknya mereka tak ada lagi yang peduli dengan ku dan aku pun memutuskan pergi selamanya sampai keluarga ku mau menerima ku kembali. “begitulah bu sedikit latar belakang ku menerima tinggal di tempat ini”, tutur ku pada bu Vina. Bu Vina adalah seorang guru sekolah luar biasa yang hampir dua tahun ini menjadi ibu angkat ku. sejak awal perjumpaan kami di sebuah halte bus, memang aku tak pernah bercerita kalau aku diusir dari rumah oleh keluarga ku. aku hanya bilang padanya kalau aku diusir karena dinilai telah mengecewakan mereka. Aku belum berani berterus terang pada bu Vina, tapi pada akhirnya aku memang harus bercerita yang sebenarnya pada dia.

Ya, aku mencoba jujur padanya. Aku sampaikan sebelum keluarga mengusirku, aku adalah remaja wanita 17 tahun yang mismoral. Banyak aktivitas negatif yang aku lakukan, ini karena rasa penasaran ku ingin mencoba hal yang tak monoton. Seringkali aku mengajak teman-teman pria dan wanita kerumah hanya sekedar nonton film. Tapi kemudian, teman-teman ku mulai menawarkan menonton film-film dewasa. Sampai akhirnya aku penasaran dan ingin mencoba langsung adegan dalam film itu. Sekali dua kali aku merasa sangat aneh, tapi lama-lama aku menikmatinya. Sampai pada suatu waktu kami melakukan pesta sex di kamar ku yang cukup luas. Aku benar-benar sangat menikmati semua itu. Tak segan-segan aku pun senang meminum-minuman keras yang kuanggap bisa memacu birahi untuk mencicipi puncak kenikmatan dunia. Tapi untuk narkoba aku sangat menolak. Tanpa disadari ternyata aku jadi keranjingan dan ketagihan melakukan semua hal buruk itu.

Seringkali orang tua dan kakak ku pergi keluar kota hanya sekedar berlibur beberapa hari diakhir pekan. Mereka tak pernah mengajak ku karena mereka tahu aku pasti akan menolaknya. Aku hanya ingin bersenang-senang dengan teman-teman yang se visi dengan ku. keluarga ku sangat menyadari kalau aku seorang anak yang badung, tapi mereka tidak pernah tahu sebenarnya kenakalan ku sudah sangat melampaui batas-batas norma. Begitu rumah kosong, segera ku panggil teman-teman dan mengajak mereka bermalam di rumah. Kalau sudah terjadi pesta-pesta laknat itu, rumah ku kotor dan seperti kapal pecah. Bayangkan saja, pakaian dan pakaian dalam mereka berserakan dimana-mana. Belum lagi sisa makanan dan botol-botol minuman yang teronggok di semua sudut ruang. Mereka tidur tanpa sehelai busana pun. “ semua itu sangat menjijikkan dan aku muak”, kenang ku mengingat masa-masa itu.

Entah kenapa lama-kelamaan aku jenuh dan bosan dengan semua itu. Aku mencoba pelarian lain, ya aku menjalani kehidupan sex bebas dengan siapa saja yang ku mau. “seolah sudah diperbudak nafsu semua sisi kehidupan ku kacau. Kuliah ku berantakan dan hubungan dengan keluarga rusak”. Aku sudah sangat addict dengan kebiasaan ku itu, tapi aku tak mau menjual diri ku bak pekerja-pekerja seks diluaran sana. Aku melakukan ini hanya untuk kesenangan dan bukan mencari uang karena orang tua ku cukup mampu menghidupi ku.

Saat itu benar-benar ku rasakan betapa setan sangat kuat menghasut ku. Tak puas berhubungan dengan seorang pria, aku pun sempat menjalin hubungan sesuka hati dengan perempuan. “ah sudahlah semua sudah pernah ku jalani”. Aku melakoni semua ini hampir enam tahun lamanya. Bukan waktu yang sebentar dan selama itu pula Tuhan mencatat dosa-dosa ku. Aku yakin sebenarnya semua ini terjadi bukan semata-mata keteledoran ku dalam pergaulan. Melainkan ketidakpuasan ku pada kedua orang tua ku juga. Pada saat masih duduk di SMP berkali-kali aku bertanya pada kedua orang tua ku tentang sex. Tapi mereka tak pernah memberi jawaban dan malah selalu bilang, “ kamu masih kecil itu urusan orang dewasa. Lagi pula ngapain ngomongin begituan”. Aku berani bertanya begitu karena sempat aku membaca buku-buku kedokteran kakak ku yang kala itu sedang mengambil studi kesehatan reproduksi.

Suatu waktu aku bertanya pada kakak ku, tapi tak ada juga jawaban yang memuaskan keingintahuan ku. berkali-kali pula aku tanyakan lagi ke keluarga ku tapi mereka menganggap itu tabu untuk dibicarakan. Akhirnya aku memutuskan untuk mencari tahu sendiri. Aku tanya ke teman-teman ku dan mereka malah menyuruh ku membuka internet sambil membrowse kata “sex”. Tanpa ragu aku pun pergi ke warnet dan mengikuti anjuran teman-teman. alhasil wow banyak sekali pembahasan yang kutemui. Aku mecoba mencari artikel yang mudah ku pahami. Sampai pada akhirnya tak disengaja kupilih situs yang penuh dengan gambar dan video dewasa yang disitu banyak sekali tertera kata”sex”. Sontak aku menganggap bahwa itulah yang disebut sex, karena itu hal yang baru bagi ku aku pun jadi sering melihat-lihat gambar dan video disitus itu. Saking seringnya, aku jadi penasaran dan sampailah pada keberanian ku untuk mencoba. Ini yang kemudian tanpa kusadari menjadi cikal bakal kerusakan moral ku.

Sejak saat itu aku sudah berhenti bertanya pada keluarga ku karena aku merasa sudah menemukan jawaban yang selama ini aku cari. “jadi aku tak perlu lagi penjelasan dari mereka”. Mula-mula hanya hal-hal kecil yang kulakukan sambil meniru adegan divideo tapi kemudian berlanjut pada perilaku yang makin parah. Sampai pada suatu waktu ketika aku sedang “indehoy” dikamar dengan beberapa teman ku, tiba-tiba ibu ku datang dan menyaksikan semua perbuatan kami. Nah, sejak saat itulah tanpa sempat mendengar penjelasan ku kami semua langsung diusir keluar rumah. Semua botol minum dibuangnya sembari marah-marah. Aku ingat sekali umpatan ibu saat itu, “ Hany apa yang kamu perbuat iniii?, keluaaaaaarrr kalian semua binatang!!!! Jangan coba-coba kotori rumah ku dengan perbuatan seperti ini! Keluar sekarang juga!”. “bu maafin Hany bu, hany bisa jelasin semuanya bu”, pinta ku. tapi nampaknya ibu ku terlanjur marah besar. Dia menangis dan mengunci dirinya dalam kamar. Aku mengetuk pintu kamarnya tapi hanya isak tangis yang terdengar dan tak lama kemudian ibu berteriak “ pergi kamu Hany, ibu gak mau lihat muka yang menjijikkan itu. Kamu jangan kembali lagi kerumah! Ibu muak melihat mu”. Aku faham ibu bersikap begitu padaku, karena ia memang sangat membenci hal-hal seperti itu. Terutama yang berbau free sex, entah apa yang menyebabkan ia begini tapi ia tak pernah memberikan penjelasan gamblang kepada ku tentang buruknya perilaku itu.

Saat itu aku menangis sejadi-jadinya. Aku bingung mau pergi kemana, kerumah kerabat rasanya tidak mungkin karena ibu pasti akan tahu keberadaan ku. akhirnya aku memilih tinggal dirumah seorang teman ku. parahnya lagi dirumah itu semua keluarganya penganut free sex. Wanita yang tinggal dengan bapak teman ku ternyata bukan istrinya dan kerap gonta-ganti wanita. Kakak-kakaknya pun begitu. Benar-benar aku gak habis pikir saat itu, tapi mau gimana lagi. Sepertinya tak ada pilihan, sampai akhirnya mau tidak mau aku jadi terpengaruh juga dengan kehidupan sehari-hari mereka. “duuhh kalau ingat kok bersalah dan jijik banget deh”. Tak terasa hampir setahun aku tinggal dengan mereka dan sampai suatu waktu aku digemparan oleh sebuah berita. Ya, kakak sulung teman ku itu menderita sakit HIV/AIDS. Semua orang tahu kalau penyakit ini belum ada obatnya dan pasti akan berujung pada kematian.

Mendengar berita itu aku mulai ketar-ketir khawatir kalau-kalau aku juga bisa terinfeksi penyakit yang sama karena pola hidup kami serupa. Jujur saja aku sempat beberapa kali menderita penyakit kelamin, tapi aku tak menyadari kalau ternyata akibatnya bisa terjangkit HIV/AIDS. Akhirnya dengan alasan ingin pulang kerumah aku memutuskan pergi dari situ. Padahal aku juga masih bingung mau kemana dan tak ada tempat persinggahan lagi. Beberapa malam aku tidur dari rumah teman satu ke teman lain. Lama-lama aku juga merasa tidak enak. Siang itu aku duduk dihalte bus depan sebuah sekolah luar biasa di kawasan Jakarta Selatan. Ketika duduk disana aku menatapi anak-anak remaja yang waktu itu masih seusia ku. tanpa sadar aku menangis dan kebetulan disebelah ku ada seorang ibu yang ternyata guru di sekolah luar biasa itu. Ia bertanya pada ku dan kami ngobrol lebih banyak.

Bu Vina namanya, ia sangat keibuan. Lemah lembut dan mau mendengarkan cerita ku. Saat itu aku belum berani ceritakan semua padanya karena kami masih baru kenal. Tapi dia mau menerima ku apa adanya bahkan mau menampung ku tinggal dirumahnya. Bu Vina memang sudah lama menjanda dan tak punya anak, jadi aku diajak menemaninya. “tak apalah aku bisa membantunya beres-beres rumah dan siapa tahu aku bisa menjadi lebih baik”, harap ku dalam hati saat itu. Ohya, bu Vina termasuk orang yang religus pantas saja pembawaannya tenang sekali dan kalau didekatnya sambil mendengar nasihatnya hati ku merasa adem.

Tak terasa ternyata berbulan-bulan sudah aku tinggal dengannya. Aku merasa diriku jauh lebih baik dari sebelumnya. Aku jadi lebih taat beribadah dan mendekatkan diri pada Tuhan. Nah, tepat dua bulan lalu bu Vina terpilih menjadi kepala sekolah aku pun serta diajaknya untuk menjadi relawan pengajar disekolah itu. Wah aku senang sekali menerima tawaran itu yang tanpa pikir panjang aku langsung ambil kesempatan itu. Disana setiap hari aku bertemu dengan anak-anak yang kurang beruntung. Kurang beruntung dari segi kelengkapan alat indera. Aku banyak bertanya tentang anak-anak itu kepada bu Vina, ternyata ada diantara mereka anak-anak yang terlahir cacat dan dibuang orang tuanya. Hati ku mulai bertanya-tanya lagi kenapa orang tua mereka begitu tega melakukan itu padahal aku yakin anak-anak ini meski kekurangan tetap dikarunia kelebihan oleh Tuhan. “ah sudahlah aku tak mau berpolemik begini karena toh aku juga bukan orang yang bermoral baik”, pikir ku menutup obrolan.

Ketika melihat anak-anak itu bermain aku selalu berfikir betapa bersyukurnya aku dengan kondisi fisik ku ini. Dibanding mereka aku lebih sempurna tapi ternyata aku malah melalaikan kesempurnaan ku ini dengan mengikuti bisikan setan. “hmm…Tuhan aku benar-benar bukan maklhuk yang bersyukur”, gumam ku dalam hati. Kesempatan ku menjadi relawan disekolah ini ku yakin jalan Tuhan untuk menyadarkan sekaligus menebus dosa-dosa ku yang lalu. Tuhan memang Maha Pembolak-balik hati. Diakhir tahun ini aku diangkat menjadi guru junior disekolah itu yang mengajar studi kesenian. Hari-hari ku sangat bahagia dan aku berusaha memendam masa lalu ku yang suram. “aku bahagia melihat anak-anak itu tertawa ceria tanpa beban”.

Dengan segala kebaikan yang kuperoleh ini aku tidak ingin pengalaman yang menimpa ku selama ini dirasakan juga oleh anak-anak lain. Terutama bagi anak-anak yang memiliki orang tua cuek. aku jadi berharap setiap orang tua hendaknya bisa secara bijak memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang dipertanyakan anak-anak mereka. Apapun itu, Baik terkait persoalan yang bersifat pribadi dan mungkin tabu. Apalagi anak-anak dijaman sekarang mereka begitu kreatif dan super mudah mengakses informasi. Ku harap semua orang tua bisa menjadi pelindung bagi anak-anak dan mengasihi mereka dengan sepenuh hati.

Satu hal yang masih ingin kurasakan, “ ibu aku ingin pulang dan memeluk mu. Maafkan aku dan segala kesalahan ku bu”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun