Tangisan karena ditolak bisa membawa kita pada luka lama tentang rasa tak diinginkan.
Tangisan karena gagal bisa membuka memori tentang masa kecil yang penuh tuntutan.
Tangisan karena pujian mengoyak kembali kenangan remaja, saat semua hasil kita belum dipandang mata.
Setiap air mata menyimpan cerita.
Kadang, cerita itu berasal dari masa kini.
Namun, seringkali, ia adalah surat tertunda dari masa lalu.
Dengarkan Diri
Kita tak selalu perlu buru-buru sembuh.
Mungkin, kita bisa berhenti sejenak dan bertanya:
"Apa yang sebenarnya sedang kamu tangisi?"
"Siapa bagian diriku yang sedang ingin bicara?"
Tak semua luka berdarah.
Tak semua tangisan tahu namanya sendiri.
Kita hanya perlu hadir, diam-diam menemani, dan berkata:
"Aku dengar kamu."
"Aku di sini."
"Tak apa menangis."
Sebab, ketika kita berani memahami bahasa air mata, di sanalah penyembuhan yang sejati dimulai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI