Ada bagian dari diri kita yang tak pernah benar-benar tumbuh dewasa.Bagian itu menyimpan air mata yang dulu ditahan,pelukan yang tak kunjung diterima,
dan suara-suara yang terlalu lama dipendam dalam sunyi.
Ia ... inner child.
Hari ini, mari kita temui dia kembali.
Dengan lembut.
Dengan jujur.
Dengan cinta yang tak lagi ditunda.
Hai, aku di masa kecil.
Maaf kalau baru sempat menyapamu.
Aku tahu, kadang kau menangis diam-diam,
takut dimarahi karena terlalu sensitif, terlalu takut, terlalu "bukan anak kuat".
Padahal kau hanya butuh dipeluk, bukan dipaksa mengerti semuanya sendiri.Hari ini, aku ingin bicara denganmu.
Bukan dengan kalimat motivasi atau kata-kata besar.
Cukup dengan suara yang dulu kau rindukan,
“Tak apa kamu sedih. Aku di sini.”
Dunia tak selalu hangat.
Namun, kita bisa belajar menciptakan hangat sendiri.
Perlahan, dari dalam.
Lewat kata-kata kecil.
Lewat napas yang tak terburu-buru.
Lewat bahasa yang tak menghakimi.Maafkan aku.
Aku terlalu sibuk tumbuh.
Terlalu sibuk menjadi “dewasa”.
Kupikir waktu akan membuatmu berhenti menangis.
Kupikir lupa bisa menggantikan peluk.Hari ini, aku datang bukan untuk menyuruhmu diam.
Tapi untuk duduk bersamamu.
Untuk menangis bersama jika perlu.
Untuk bilang,
"Aku ada di sini. Aku tak akan pergi lagi.
Bukan untuk tinggal, hanya memelukmu dalam rasa."
(Lalu terdengar suara kecil dari balik cermin):
"Terima kasih ... akhirnya kamu ‘pulang’."
Jika tulisan ini mengetuk ruang kecil dalam dirimu,
tenanglah—kau tidak sendiri.
Dan mungkin, hari ini pun,
kau bisa menulis surat pulang ...
untuk memeluk diri kecilmu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI