Mohon tunggu...
Dita Mey Indryany
Dita Mey Indryany Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi universitas pamulang

menulis, membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penggunaan Bahasa dalam Media Sosial di Kalangan Remaja

2 Desember 2022   12:45 Diperbarui: 2 Desember 2022   16:26 1247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam perkembangannya, komunikasi dapat dilakukan melalui berbagai media, antara lain internet. Melalui internet komunikasi antarorang semakin mudah, baik dengan orang sudah dikenal maupun yang belum dikenal dari berbagai belahan dunia.

Pemakaian bahasa dalam media sosial (medsos) dewasa ini juga menjadi perhatian para bahasawan. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh media sosial  yang dipandang kurang pantas bagi perkembangan bahasa nasional pada masing-masing negara karena penerapannya tidak merujuk pada tata bahasa baku yang telah ditentukan.

Konteks situasi menurut Halliday memiliki tiga ciri. Ketiga ciri tersebut adalah: field ‘medan’, tenor ‘pelibat’, mode ‘sarana’. Mengenai variasi bahasa, Poedjosoedarmo mengemukakan ada tiga kelas varian bahasa, yaitu: dialek; unda-usuk (hormat, nonhormat), ragam (santai/informal, resmi/formal, indah/literer).

bahasa yang dipakai oleh  banyak orang ternyata memiliki berbagai varian. Varian tersebut, antara lain adanya istilah-istilah khusus, misalnya OL kependekan dari online “dalam jaring”, gpp kependekan dari ga apa-apa “tidak apa-apa”, qt kependekan dari “kita” dan juga orang - orang yang sudah fasih dengan berbagai kosakata baru atau standar yang sering digunakan saat berinteraksi melalui media sosial seperti kata gw (dialek Betawi: gue atau gua) yang merujuk pada kata “saya” atau “aku” atau kata “btw” (bahasa Inggris) yang merupakan singkatan dari “by the way” yang berarti “ngomong-ngomong”. Selain itu, ada juga Kosakata  seperti viral, hoaks, keep, COD, GWS, RIP, OTW, offline, netizen, sharing, share, hashtag, posting, upload, download, repost, latepost, screenshot, selfie, ngesive, story, realpict, dan lain-lain. 

Timbulnya istilah-istilah atau kosakata baru yang lebih familiar digunakan oleh warganet berimbas pada perkembangan bahasa Indonesia saat ini. Penggunaan istilah-istilah atau kosakata tersebut tidak hanya digunakan pada saat berkomunikasi di media sosial, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari, baik lisan maupun tulis.

Pemakaian bahasa di media sosial lambat laun mengubah cara kita berbahasa dan berkomunikasi dengan orang lain. Namun, kita juga perlu memahami bahwa beragam media sosial yang kini menjamur memiliki keterbatasan karakter untuk pesan teks yang disampaikan atau memiliki karakteristik tersendiri yang akhirnya berdampak pada bahasa yang digunakan.

apakah bahasa yang digunakan dalam media sosial harus mengikuti kaidah bahasa di media sosial dan bukan bahasa baku? Jawabannya tidak. Kita bisa lihat contoh beberapa akun media sosial milik orang nomor satu di Indonesia yang menggunakan bahasa baku dalam menyampaikan pesannya. Hal ini menandakan bahwa media sosial tidak harus menggunakan ragam media sosial tetapi menggunakan bahasa formal. Lantas, bagaimanakah sebenarnya penggunaan bahasa dalam media sosial? Sebelum itu,  kita sebaiknya mengetahui lebih dahulu pengertian bahasa, media sosial, dan bahasa di media sosial. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa adalah sistem lambang bunyi, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Sedangkan media sosial  adalah teknologi bermedia komputer yang memfasilitasi penciptaan informasi dan membagi informasi, ide, minat, dan bentuk ekspresi lain melalui komunitas virtual atau jaringan. 

Salah satu fungsi bahasa adalah fungsi interpersonal, maksudnya bahasa dapat digunakan untuk membangun dan memelihara hubungan sosial. Ketepatan penutur dalam memilih ragam tuturan, kata-kata, dan penyusunannya sehingga menjadi suatu bentuk gramatik akan menentukan efek positif dalam komunikasinya dan apabila ada ketidaktepatan dalam memilih bentuk-bentuk pilihan kata maka akan menimbulkan efek negatif dalam berkomunikasi.

Jika hal ini dibiarkan terus-menerus maka pesona bahasa Indonesia semakin memudar. Dampak lebih buruk lagi para remaja atau generasi muda bahkan tidak tahu bahasa Indonesia yang baik dan benar seperti apa. Hal tersebut karena mereka terbiasa menggunakan bahasa media sosial atau bahasa Alay dalam segala situasi. 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun