Mohon tunggu...
dita dwi aurelia
dita dwi aurelia Mohon Tunggu... Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Boikot Jadi Gaya Hidup, Apakah Gen Z Sadar Politik Yang Diperjuangkan?

5 Juni 2025   22:55 Diperbarui: 5 Juni 2025   22:52 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sekarang ini, di media sosial kita sering lihat banyak orang ramai-ramai mengajak boikot produk tertentu. Contohnya, ada ajakan untuk tidak membeli produk yang dianggap mendukung tindakan Israel terhadap Palestina. Aksi ini terlihat keren dan penuh semangat, apalagi di tengah arus informasi yang mudah diakses, terutama oleh anak muda. Tapi, di balik semangat itu, ada pertanyaan penting yang perlu kita pikirkan yaitu apakah semua orang yang ikut boikot benar-benar paham soal masalah politik dan agama yang sedang terjadi? Atau jangan-jangan, banyak yang cuma ikut-ikutan tanpa tahu alasan sebenarnya, hanya supaya terlihat peduli dan tidak dianggap cuek? Ini penting, karena kalau boikot cuma jadi tren tanpa kesadaran, bisa-bisa dampaknya jadi kecil dan maknanya hilang.

Banyak dari kita mungkin belum benar-benar paham apa sebenarnya masalah yang sedang diperjuangkan. Sering kali, kita ikut aksi boikot hanya dengan repost atau share postingan di media sosial, tanpa tahu jelas kenapa kita melakukannya. Padahal, konflik Palestina bukan masalah sederhana yang bisa diselesaikan hanya dengan berhenti beli produk tertentu. Di balik konflik ini, ada sejarah panjang penjajahan, perebutan kekuasaan, dan sumber daya oleh negara-negara besar. Selain itu, ada sistem ekonomi dunia yang ikut menjaga ketidakadilan, termasuk cara kerja perusahaan-perusahaan besar yang memperkuat kekuasaan ekonomi tertentu. Isu agama juga jadi bagian rumit dalam konflik ini, karena banyak narasi keagamaan yang saling bertabrakan dan justru memperumit keadaan.

Bagi banyak orang, agama jadi alasan utama untuk ikut boikot, terutama dalam mendukung Palestina. Mereka merasa terpanggil karena ajaran agama tentang keadilan, kasih sayang, dan perdamaian. Tapi, agama seharusnya bukan hanya jadi simbol atau alat buat menunjukkan solidaritas di media sosial. Semua agama besar seperti Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan lainnya mengajarkan pentingnya hidup adil dan penuh empati. Jadi, kalau boikot dilakukan karena alasan agama, seharusnya juga dibarengi dengan cara hidup yang sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya, tidak asal beli barang yang dibuat dengan cara yang tidak etis atau merusak lingkungan, mendukung usaha lokal yang jujur, dan menolak segala bentuk ketidakadilan. Dengan begitu, boikot bukan cuma aksi sesaat atau ikut-ikutan tren, tapi jadi bagian dari gaya hidup yang lebih sadar, bermakna, dan bisa membawa perubahan nyata.

Agar aksi boikot tidak jadi tren sesaat yang cepat hilang, ada beberapa hal penting yang bisa kita lakukan. Pertama, Gen Z yang aktif di media sosial perlu lebih banyak belajar tentang sejarah, ideologi, dan konteks global di balik konflik seperti Palestina. Kalau kita paham akar masalahnya, boikot yang dilakukan bukan cuma reaksi emosional, tapi langkah sadar yang menunjukkan kepedulian dan tanggung jawab. Kedua, penting untuk punya ruang diskusi yang terbuka dan ramah, baik di sekolah, kampus, atau komunitas online. Di tempat seperti ini, kita bisa saling berbagi pendapat, belajar bareng, dan memahami hubungan antara agama, politik, dan sistem ekonomi global yang sering kali jarang dibahas. Diskusi ini membantu kita menghindari pemahaman yang dangkal dan membuat aksi kita jadi lebih kuat dan berdampak. Tanpa ruang belajar dan berdialog, aksi boikot bisa jadi cuma ikut-ikutan tren dan mudah terpengaruh opini yang lewat begitu saja. Maka dari itu, membangun komunitas belajar yang kritis dan terbuka sangat penting, supaya boikot jadi bagian dari perjuangan yang terus berjalan dan membawa perubahan nyata.

Selain menolak hal-hal yang kita anggap salah, kita juga perlu aktif mendukung hal-hal yang baik dan membangun. Misalnya, kalau kita memboikot produk dari perusahaan besar karena alasan tidak etis seperti eksploitasi pekerja, merusak lingkungan, atau mendukung ketidakadilan, maka langkah selanjutnya adalah mendukung usaha-usaha yang lebih bertanggung jawab. Kita bisa mulai dengan membeli produk lokal, dari koperasi atau usaha kecil yang peduli pada manusia dan lingkungan. Dengan begitu, kita ikut mendorong ekonomi yang lebih adil dan ramah lingkungan.

Tapi sebenarnya, politik seperti apa sih yang sedang diperjuangkan lewat aksi boikot ini? Politik yang diperjuangkan adalah politik keadilan, yakni usaha untuk melawan ketidakadilan dan penindasan. Dalam konteks Palestina, ini artinya kita menolak penjajahan dan kekerasan yang terus mereka alami, juga tentang menolak sistem global yang membuat segelintir negara dan perusahaan besar makin kaya dan berkuasa, sementara banyak orang di negara lain tetap hidup susah. Jadi, saat kita ikut boikot, sebenarnya kita sedang bilang bahwa kita tidak mau menjadi bagian dari sistem yang menindas dan tidak adil.

Pada akhirnya, tujuan kita semua sebenarnya sama yaitu ingin hidup di dunia yang lebih adil, tanpa diskriminasi, penindasan, atau ketidakadilan. Tapi, penting untuk diingat bahwa perubahan besar tidak bisa terjadi hanya dengan tindakan sederhana seperti menghapus aplikasi atau pindah ke merek lain yang sedang tren di media sosial. Perubahan yang nyata butuh proses yang dalam dan terus-menerus. Dunia bisa berubah kalau kita punya kesadaran yang kuat tentang apa yang kita yakini, paham nilai-nilai agama secara mendalam, dan mau terus bergerak lewat aksi yang konsisten. Kalau semua ini dijalani bersama, maka solidaritas yang kita tunjukkan bukan cuma simbol, tapi jadi bagian dari gerakan yang berdampak nyata dan tahan lama. Jadi, jangan boikot hanya karena takut dibilang tidak peduli atau ingin terlihat keren. Boikotlah karena kamu benar-benar tahu apa yang sedang kamu perjuangkan, mengerti alasannya, dan siap terus belajar serta bertindak untuk perubahan yang lebih besar. Dengan sikap seperti itu, setiap langkah kecil yang diambil bisa jadi bagian dari perjalanan menuju dunia yang lebih adil dan manusiawi untuk semua.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun