Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali terhanyut dalam menjalani rutinitas tanpa menyadari betapa berharganya hal-hal di sekitar. Misalnya saja air, yang menjadi salah satu bukti paling dekat dengan kehidupan kita. Selama ini, keberadaan air kerap dianggap biasa saja, seolah hanya menjadi pelengkap dalam menunjang aktivitas sehari-hari. Tidak jarang pula kita menyepelekan perannya, padahal air memegang peran penting dalam menjaga keberlangsungan hidup. Bagaimana tidak, setiap hari kita senantiasa membutuhkan air untuk berbagai kebutuhan mulai dari minum, memasak, mandi, mencuci hingga menjaga kebersihan lingkungan. Air adalah anugerah terbesar untuk menopang kehidupan, bukan hanya manusia melainkan juga tanaman, hewan hingga seluruh ekosistem bumi. Selain itu air juga menjadi elemen utama yang tidak tergantikan dalam menetukan keberlangsungan hidup di bumi, bahkan dalam Al- Qur'an dijelaskan bahwa segala kehidupan berawal dari air (Muhjidin Mawardi, 2014). Namun karena keberadaannya yang begitu dekat dengan kehidupan ini, keberadaannya kerap dianggap remeh seolah tidak akan pernah habis. Padahal kenyatannya  justru menunjukan hal sebaliknya, di mana ketersediaan air bersih semakin terbatas bahkan kini menjadi persoalan global yang mendesak.
Kesadaran akan pentingnya air semakin terasa ketika kita menengok hal kecil yang begitu dekat dalam keseharian, tetapi kerab diabaikan. Misalnya, air yang menetes perlahan tanpa henti dari  keran yang rusak. Hal ini sekilas tampak remeh, tetapi jika dibiarkan berhari-hari tanpa adanya upaya untuk memperbaikinya maka air yang terbuang bisa semakin banyak. Dari yang awalnya hanya setetes, lama-kelamaan jumlahnya dapat mencapai puluhan liter dan terbuang sia-sia. Gambaran sederhana ini menunjukkan bahwa persoalan besar sering kali berawal dari kelalaian kecil. Dari keran yang menetes kita diingatkan bahwa menjaga air bukan hanya soal kebijakan besar atau dengan teknologi canggih saja, melainkan juga bisa dimulai dari kesadaran sederhana dalam aktivitas keseharian kita.
Air yang kita manfaatkan dalam rutinitas sehari-hari sesungguhnya memegang peran vital dalam banyak aspek kehidupan. Tubuh manusia lebih dari separuh berat badan tersusun oleh air. Kandungan air dalam tubuh mencapai sekitar 75% pada bayi dan 55% pada orang lanjut usia, sehingga air menjadi sangat penting dalam memelihara kestabilan seluler serta keberlangsungan hidup (Popkin et al., 2010). Air juga digolongkan sebagai zat gizi utama, karena ketiadaanya dapat berakibat fatal meskipun hanya beberapa hari. Selain dari minuman air juga diperoleh dari makanan, sedangkan kehilangannya terjadi melalui urin, keringat, fases, dan pernapasan.
Selain peran vitalnya bagi tubuh, air juga memiliki peran besar dalam bidang pertanian, industri, serta menjaga keseimbangan ekosistem. Air memiliki fungsi biologis, ekologis, sosial, ekonomi, estetika, sekaligus sepiritual (Muhjidin Mawardi, 2014). Sejalan dengan hal itu ketersediaan air juga menentukan ketahanan pangan, kesehatan masyarakat, serta keberlanjutan lingkungan karena air mendukung berjalanya suatu ekosistem sekaligus aktivitas manusia dalam berbagai sektor.
Namun, keran yang menetes tadi seolah mencerminkan masalah yang lebih besar. Jika satu rumah saja membiarkan kebocoran kecil, bayangkan berapa banyak air yang terbuang bila hal serupa terjadi di jutaan rumah. Pemborosan kecil semacam ini ketika dikalikan secara keseluruhan dapat memberikan konsrtibusi signifikan pada krisis air. Oleh karena itu, krisis air tidak hanya disebabkan oleh faktor besar seperti perubahan iklim atau pencemaran saja, melainkan juga oleh perilaku sehari-hari manusia yang kurang bijak.
Fakta di lapangan menunjukan bahwa dunia saat ini tengah menghadapi krisis air serius. Sekitar 70% permukaan bumi tertutup oleh air, sehingga banyak orang beranggapan bahwa persediaanya tidak terbatas. Namun kenyataannya hampir seluruhnya yaitu 97% dari jumlah air berupa air laut yang tidak dapat dipakai secara langsung untuk kebutuhan (Muhjidin Mawardi, 2014). Dari keseluruhan jumlah tersebut kurang lebih hanya 3% yang tergolong air tawar bahkan kini diperkirakan tinggal 2,5% yang dapat dimanfaatkan. Di samping itu ketersediaan air di dalam tanah juga mengalami penurunan yang signifikan. Proses pengisian kembali yang seharusnya menjaga cadangan air kini semakin terhambat karena maraknya alih fungsi lahan dan kerusakan hutan sebagai daerah resapan yang juga ikut terganggu. Hal ini tambah parah jika masyarakat tidak segera sadar dan bijak dalam upaya penggunaan air dengan baik, misalnya tetesan air dari keran yang dibiarkan menetes secara terus menerus.
Dampak krisis air tersebut meluas ke berbagai sektor. Dalam bidang kesehatan, timbul berbagai penyakit berbasis air seperti diare, kolera, dan disentri. Dari sisi sosisal krisis air memperlebar kesenjangan karena kelompok kurang mampu sulit untuk mendapatkan air bersih. Dari sisi ekonomi, krisis air dapat menghambat produktivitas pertanian, meningkatkan biaya produksi bahkan memicu inflasi harga panen. Sementara itu, dari sisi lingkungan, kerusakan ekosistem dan hilangnya keanekaragamaan hayati menjadi konsekuensi yang sulit dihindari (Muhjidin Mawardi, 2014).
Meski demikian ancaman krisis air bukan berarti tanpa solusi. Upaya dapat dimulai dari langkah kecil setiap individu, seperti memperbaiki keran yang bocor dan tidak membiarkan air dari keran menetes sia-sia, menggunakan air secukupnya dan menampung air hujan untuk kebutuhan domestik. Pada tingkat masyarakat kesadaran bersama perlu dibangun melalui gerakan hemat air, penghijauan, dan konservasi lingkungan. Pemerintah juga memiliki peran besar dengan menetapkan kebijakan pengelolaan air yang berkelanjutan dan menindak tegas pencemaran sumber air. Perlindungan terhadap sumber air adalah tanggung jawab bersama, baik individu, masyarakat maupun pemerintah. Selain itu inovasi teknologi seperti sistem pasokan air hibrida dapat mengurangi variabilitas konsumsi dan lebih hemat jika dibandingkan dengan sistem sentralisasi (Alfin et al., 2022).
Dengan demikian kita diingatkan bahwa menjaga air bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau lembaga besar semata, melainkan tanggung jawab bersama seluruh manusia. Dari kebiasaan kecil seperti memperbaiki keran bocor hingga kebijakan besar dalam pengelolaan sumber daya, semua langkah memiliki peran penting bila dilakukan dengan kesadaran bersama. Air adalah penopang utama kehidupan, oleh karena itu melindunginya berarti melindungi masa depan manusia dan seluruh ekosistem di bumi. Tanpa air, mustahil ada kehidupan yang dapat terus berlangsung. Lebih lanjut, kesadaran ini perlu ditanamkan sejak dini melalui pendidikan dan keteladanan dalam keluarga maupun lingkungan sekolah. Generasi muda harus memahami bahwa setiap tetes air memiliki nilai yang tidak ternilai, sehingga dalam diri mereka dapat tumbuh sikap bijak dalam menggunakan air.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI