Padahal, seperti yang telah saya kemukakan di atas, sejatinya JS bukanlah kelompok yang mengeksklusifkan diri. Bahkan salah satu tujuan awal didirikannya JS adalah sebagai tempat belajar bersama, khususnya bagi para civitas akademika UGM, tak peduli dari kelompok mana ia berasal, mengenai ilmu-ilmu agama.
Proses dakwah yang dilakukan oleh kader-kader JS sebenarnya bukan proses yang instan. So jangan dibayangkan saat seseorang bergabung dengan lembaga ini, maka ia secara otomatis telah mendapat beban dakwah. Ini yang ditakutkan oleh teman-teman mahasiswa pada umumnya. Padahal ada fase-fase yang harus dilalui sebelum benar-benar dapat melakukan dakwah, yakni fase menuntut ilmu. Fase ini penting, sebab seperti yang diungkapkan oleh ulama fiqih terkenal Imam Syafi’i, bahwasanya ilmu sebelum amal. Artinya kira-kira seperti ini, memahami ilmu secara benar mengenai suatu permasalahan sebelum beramal sesuai dengan konteks permasalahan itu sendiri. Mustahil orang bisa menyampaikan kebenaran kepada pihak lain tanpa mengerti hakikat apa yang disampaikannya itu.
Intinya saya ingin menekankan bahwa kader-kader JS sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kebanyakan mahasiswa lainnya. Mereka bukanlah orang-orang yang benar-benar ahli dalam bidang agama sehingga ke depannya masih perlu banyak belajar. Di JS mereka sama-sama belajar, berusaha menjadikan diri lebih baik untuk kemudian mampu menghasilkan karya bagi kemaslahatan umat.
Tudingan eksklusif karena terdiri dari orang-orang shalih sejatinya tidak tepat. Adalah sebuah keniscayaan menjadi seorang yang taat memegang teguh ajaran agama-Nya di sebuah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Sebaliknya suatu kelompok/person dikatakan eksklusif jika mereka/ia mengaku Muslim namun tidak melaksanakan ajarannya. Yang demikian ini layak dikategorikan sbagai kelompok khusus serta melawan mainstream yang ada.
namakuaryapradipta.wordpress.com