"Maling! Maling! Tolong, ada maling!
Tabung gas yang ia pegang pun terlepas dari tangannya. Ia segera mengambil langkah seribu menjauhi teriakan yang muncul dari warung kelontong itu.
Karena ini pencurian pertamanya, segalanya tanpa persiapan, tanpa senjata, tanpa keberanian, dan tanpa rute pelarian darurat.
Saat itu yang ia bisa lakukan hanya berlari sekencang-kencangnya, dengan penuh ketakutan mendengar teriakan ancaman dari orang-orang yang mengejarnya.
"Ketangkep, gua matiin lu!"
Pengejaran ini ternyata tidak memakan waktu, di ujung jalan ia terlihat sudah terpojok. Jalan yang berada di hadapannya buntu. Sedangkan di belakangnya, massa yang haus darah mulai berdatangan satu per satu. Mereka siap menghakimi. Beberapa darinya terlihat membawa balok, besi, dan masalah dari rumah.
Menyadari situasi yang dihadapinya, jantungnya kian berdegup kencang, rasa laparnya yang ia rasakan tadi, telah sirna berganti dengan dua hal yang berkelebat di kepalanya: keluarga di rumah, dan kematian yang sebentar lagi datang menjemput.
"Ampun, bang! Ampun!" teriaknya bermohon seraya melindungi kepalanya dengan kedua tangannya.
***
Ia bernama Daud, berperawakan seperti orang yang hanya makan sehari sekali, memiliki wajah layaknya manusia yang tak paham mana benar dan salah, dan jarang memberikan senyum kepada dunia. Di masa remaja Daud tidak seperti pemuda di desanya, ia tidak suka bergaul, tidak suka mengaji ke surau, apalagi bertani, ia malas sekali. Bagi Daud desanya tidak untuk orang seperti dirinya, karena itu Daud lantas pergi ke kota bermodalkan tekad dan uang tabungannya.