Mohon tunggu...
Dipa Nusantara
Dipa Nusantara Mohon Tunggu... Administrasi - Humanis dan humoris

republik khayalan, republik impian Jarang tidur tapi sering mimpi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cerita Nelayan di Pantai Mukalimus, "Air Laut itu Anugerah Tuhan"

22 Agustus 2019   20:57 Diperbarui: 23 Agustus 2019   18:23 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pantai Mukalimus (Foto Dokumentasi Pribadi)

Sengkarut cerita tertinggal di Pantai Mukalimus, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepri. Sempat terkikis akibat abrasi, kini pantai itu tampak bersolek setelah beberapa tembok penahan tanah terpasang di sekitar tepiannya.

"Terkikisnya itu tak dapat diperkirakan, sudah sejak saya kecil," kata Ali, Ketua RT 01 RW 09, di sana, Rabu (21/8/2019).

Menurut pria yang juga merupakan seorang nelayan ini, akibat abrasi, keindahan pantai itu hampir memudar. Ali bercerita, pengikisan tanah akibat air laut sendiri diperkirakan telah terjadi sejak puluhan tahun lalu.

Tahun demi tahun berganti, tepian pantai pun akhirnya menyusut hingga mencapai 20 meter.

"Belum lagi air pasang, itu bisa air masuk ke rumah warga di sini. Jarak genangan air pasang itu bisa menjangkau sejauh 5 sampai 7 meter pemukiman," tambahnya.

Tak dapat dipungkiri, pembangunan tembok atau tanggul di sekitar tepian pantai (coastal area) Mukalimus mendatangkan manfaat tersendiri bagi Ali dan warga lainnya.

"Memang, setelah dipasang (tembok penahan) tingkat abrasi menurun. Kalau tak entah kemana tepian pantai kami ini, tak jelas," ucap Ali sambil meneruskan bercerita.

Dengan pandangan kosong menghadap ke lautan lepas, Ali mengatakan, sebagian besar warga di sini memang menggantungkan hidupnya dari laut. Laut baginya telah seperti 'perusahaan mapan' tempatnya bersama nelayan lain mengais rezeki.

Ia juga mengaku kesal terhadap siapa pun yang tak dapat menjaga laut dari berbagai kerusakan.

"Laut itu anugerah Tuhan, tengok itu setelah ada pembangunan tembok kami pun dapat rezeki dari sana. Ciptaan Tuhan itu tak ada yang tidak berguna, yang penting dijaga jangan maruk," sesalnya.

Dengan mulai dibenahinya penataan Pantai Mukalimus, terlihat beberapa warga, yang umumnya ibu-ibu, dapat berjualan di sekitar lokasi pantai. Mulai dari jualan makanan ringan, minuman dingin (soft drink), dan dagangan lain dari hasil bumi seperti es kelapa muda.

"Hasil tangkapan kami memang kadang tak bisa ditakar. Tapi ada namanya Ikan Tawar, memang tak laku kali dijual. Tapi lampungnya (gelembung dalam ikan) itu kalau dijual bisa puluhan juta," kata seorang nelayan, Rahmat.

Saat ditemui, ia bersama istrinya sedang mendorong perahu miliknya ke tepian pantai. Ia mengatakan, saat itu dirinya sedang bersiap untuk menjaring ikan di laut.

"Biasanya malam kami pergi melaut, tapi kadang siang juga," sambungnya.

Menurutnya, selain Ikan Tawar, berbagai ikan lain juga kerap dibawa nelayan di sini pulang. Rahmat mengatakan, dengan dibangunnya tembok penahan tanah di sana, kini kehidupan warga menjadi lebih baik.

Katanya, dulu air laut pasang kerap menjadi momok tersendiri bagi warga sekitar tepian pantai. Air dapat membanjiri tiap rumah warga bahkan membuat seluruh aktivitas lumpuh. "Untung pemerintah cepat meresponnya, kalau tidak entahlah," ujarnya.

Kini, Pantai Mukalimus telah bersolek. Dengan tepian pantai yang telah tertata rapi, pantai ini telah menjadi cerita baru bagi kehidupan warga di sana.

"Ya berharap pemerintah nantinya bisa menambah toilet umum di sini. Karena memang belum ada," ucap seorang wanita, Arlina.

Saat ditemui, Arlina bersama kumpulan ibu-ibu lain sedang asik di sekitar tepian pantai. Sambil mengeluarkan handphone miliknya, Arlina meminta tiap ibu-ibu untuk berswafoto sambil mengeluarkan senyum lebar.

"Ayo foto dulu, mumpung ada abang-abang media," timpalnya setelah dimintai tanggapannya.

Bagi tiap wisatawan, Pantai Mukalimus dapat diakses dengan menggunakan kapal ferry penyeberangan antar pulau.

Pantai ini terletak di Desa Mukalimus, Kelurahan Sawang, Kecamatan Kundur Barat, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepri. Tak banyak referensi terkait asal mula nama Mukalimus diberikan.

Namun Ali percaya, nama itu berasal dari kebiasaan warga sekitar yang kerap memalingkan wajahnya saat diajak bekerja.

"Muka itu artinya 'Wajah' dan Limus artinya 'Berpaling'. Tidak tahu persis gimana bisa itu namanya, yang jelas itu serapan dari bahasa melayu tampaknya," kata Ali menutup cerita.

Pantai Mukalimus Percontohan Pengendalian Daya Resap Air di Kepri

Kepala SNVT PJSA Sumatera IV, Handri menjelaskan, proyek pembangunan tembok penahan tanah dari air laut di Pantai Mukalimus merupakan tugas utama pihaknya sepanjang tahun 2018-2019.

Tembok dengan panjang 517 meter ini dilengkapi pula dengan pemasangan material batu sekitar 650-800 kilogram.

"Itu tugas utama kami, dan pemerintah Kabupaten Karimun juga telah berkoordinasi sebelumnya untuk pengerjaan tembok ini kepada kami," terangnya saat ditemui di ruang kerjanya, di Batam.

Handri menambahkan, pembangunan tembok ini sendiri bertujuan untuk melindungi pemukiman warga sekitar pantai dari ancaman abrasi air laut. Menurutnya, hal ini juga untuk melindungi pantai dari kikisan air laut akibat abrasi.

"Program kami itu ada dua. Pertama untuk konservasi sumber daya air seperti membangun tampungan, dan kedua untuk mewujudkan pengendalian daya resap air, contohnya tembok penahan ini," jelasnya lagi.

Ia menyebut, beberapa program telah berjalan sepanjang tahun 2019. Selain tembok penahan di Pantai Mukalimus, beberapa lainnya juga telah dalam tahap penyelesaian.

Seperti, pengerjaan hal serupa di Pulau Putri, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, serta pengerjaan proyek untuk konservasi sumber daya air di bendungan Sei Gong, Kota Batam.

"Kalau di Sei Gong itu merupakan proyek strategis nasional. Ke depan, kami juga akan membangun tampungan lain seperti pembangunan embung di Setokok Batam," ungkapnya.

Bendungan Sei Gong di Batam sendiri tercatat dapat menampung hingga 11,8 juta meter kubik air.

Dengan pertumbuhan penduduk di Batam tiap tahunnya meningkat, terakhir pertumbuhan penduduk tercatat sebanyak 1.376.009 jiwa, bendungan ini dirasa masih kurang untuk memberikan ketersediaan air bagi masyarakat.

Apalagi, dibanding tahun 2018 lalu, sebanyak 234.193 jiwa terus bertumbuh dan datang di Kota Batam. Sementara, untuk bendungan di Pulau Setokok, ia menyebut bendungan itu dapat menampung sebanyak 0,0016 meter kubik air untuk warga sekitar.

"Namun itu hanya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air di pulau setokok saja," ungkapnya.

Akibatnya, Handri pun merasa khawatir dengan kondisi ketersediaan air di Provinsi Kepri, khususnya di Kota Batam sendiri. Menurutnya, hal ini sangat memprihatinkan.

"Sangat minim sekali, apalagi penduduk terus bertambah. Masih banyak perlu dibangun tampungan air," katanya.

Selain itu, ia sempat menyinggung terkait pembukaan lahan dan penyalahgunaan hutan lindung di Batam. Hal ini menurutnya juga menjadi salah satu penyebab minimnya ketersediaan air di Batam.

"Tak dapat dipungkiri itu. Aktivitas ini tentu berpengaruh terhadap ketersediaan air. Karena tidak ada lagi yang menyerap air kan?" katanya.

Dalam menyelesaikan beberapa pekerjaan pembangunan terkait konservasi sumber daya air dan pengendalian daya resap air, beberapa kendala tentu menjadi perhatiannya.

Tak banyak memang, namun permasalahan ruang dan waktu menjadi hal paling utama. Apalagi menurutnya, beberapa daerah di Kepri merupakan kawasan remote area, dan itu membutuhkan waktu untuk proses pengerjaannya.

"Pulau-pulau terluar dan kadang agak lama untuk dijangkau," ucapnya lagi. (dipa nusantara)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun