Mohon tunggu...
Dion Pardede
Dion Pardede Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Akan terus dan selalu belajar.

Absurdites de l'existence. Roséanne Park 💍

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pandemi, dan Produsen Kehangatan Bernama Jarak

18 Mei 2020   03:50 Diperbarui: 18 Mei 2020   13:51 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara tidak langsung kehangatan ini menstimulus rasa bahagia dalam diri. Dorongan dari rasa bahagia akan membantu kita membangun semangat dan optimisme.

Perbincangan santai dengan teman dekat selain dapat melegakan rindu juga akan menyadarkan bahwa kita dalam pandemi ini tidak sendiri, sehingga tidak ada ruang untuk bersedih, atau paling tidak mempersempit ruang itu dengan kebersamaan, sehingga produktivitas tidak didistorsi olehnya lewat suasana hati. Kehangatan juga menjadi alat preventif dari berbagai kemungkinan negatif yang bisa saja terjadi selama beraktivitas dan berhubungan jarak jauh. Dengan kehangatan serta kebahagiaan dalam diri.

Kesehatan mental dapat kita jaga dengan tetap 'nongkrong' online bersama orang-orang terdekat secara rutin. Untuk tetap kritis dan menajamkan pikiran, kita tetap bisa membaca buku di rumah, untuk mahasiswa tetap mengikuti kelas online, dan salah satu fenomena yang berperan dalam menjaga kekritisan kita adalah turut mewabahnya berbagai forum diskusi online, maupun webinar.

Forum diskusi online yang entah itu dilaksanakan sebuah Lembaga Bantuan Hukum, LSM, sampai Organisasi Mahasiswa patut dihaturkan terimakasih karena telah turut serta dalam menjamin produktivitas pikiran dan distribusinya. 

Saya sendiri beberapa kali mengikutinya, mulai dari membahas konstruksi negara, ideologi, diskusi soal kebijakan, dan hal-hal menarik nan penting untuk diulas di masa ini.

Lalu, apakah diskusi publik menjadi kurang 'cadas' akibat jarak? Jelas tidak, minimal bagi saya dan beberapa teman. Diskusi publik meskipun dipisahkan jarak dan melalui gawai masing-masing tetap berlangsung seru, menghibur, dan tentunya mengedukasi. 

Otak tetap terpacu walau brainstorming jarak jauh.  Fakta menarik yang saya temukan adalah bahwa orang-orang yang selama ini dalam diskusi publik terkesampingkan keinginannya untuk bertanya karena malu atau takut menjadi lebih aktif dan berani. Sepertinya jarak berhasil mengubur rasa takut beberapa orang. Hitung-hitung hal ini bisa jadi semacam latihan untuk terbiasa berani bersuara nantinya.

Ada banyak pelajaran yang kita dapati,  tetap ada kehangatan yang tersaji, bahkan bisa jadi pandemi menjadi masa berlatih dan evaluasi. Yang jelas, berhubungan jarak jauh seperti ini memang tidak kita inginkan untuk berlangsung selamanya, tetapi setidaknya kita tetap bisa menikmatinya karena memang banyak sekali alasan untuk itu.

Cobaan ini menyadarkan kita bahwa pertemuan non virtual akan kita dambakan ketika terpaksa berjauhan, namun cara kita menyikapinya menjadi penentu hadir atau tidaknya kehangatan.

"...saat terasa berat-beratnya, ku tahu kau pun berjuang juga, hadapi semuanya langsung di muka, apapun yang terjadi tidak apa".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun