Bapak Presiden Yang Terhormat.
Perkenalkan, saya adalah seorang pendidik dan pengajar yang saat ini tengah berjibaku dalam kepungan asap pekat. Bapak Presiden, saat ini banyak anak didik kami yang tak lagi sehat. Hutan kami yang dahulu lebat kini terbakar dan penghuninya nyaris sekarat.
Kami pun bingung harus mengadu kepada siapa. Pemadam kebakaran bahkan sudah ada yang gugur dalam bekerja. Rumah sakit telah bekerja sedemikian rupa, namun pasien keluar masuk tak seperti biasa. Dan kami yakin musibah ini tak mampu diselesaikan oleh Pemda.
Bapak Presiden,
Dulu kami sempat Bahagia, karena tim sukses dan bawahan Bapak sering sesumbar. Setelah Bapak berkuasa tak pernah lagi ada kebakaran hutan. Namun kini api itu ada di mana-mana. Asap itu mengikat bagai gurita.
Bapak Presiden,
Mungkin Bapak belum mendengar kabar dari kami. Namun kami mafhum, karena mungkin kabar itu belum sampai dari pembisik dan penasehat kabinet yang kita cintai. Namun kami tetap ingin memberi informasi, kami di Jambi sudah bernafas susah payah setengah mati. Matahari pun enggan menyinari, karena terhalang asap yang tak berperi.
Bapak Presiden,
Turunlah kemari. Kami yakin, Bapak adalah pembela kami. Bukan pembela cukong pembakar hutan Ibu pertiwi. Bukankah kita punya teknologi tingkat tinggi. Perangsang hujan yang hebat tak tertandingi. Turunlah kemari, sambil membawa heli. Jangan dengarkan penasehat Bapak yang hobi berselfi.