Mohon tunggu...
Dini Melinda Ayu
Dini Melinda Ayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Serumpun Kadang Tak Rukun (Pasang Surut Hubungan Indonesia Malaysia)

18 Juni 2021   06:05 Diperbarui: 18 Juni 2021   06:35 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kedekatan letak geografis antara Indonesia dengan Malaysia merupakan salah satu faktor yang sangat mendorong kedua negara ini untuk menjalin sebuah hubungan. Hubungan kekerabatan Indonesia dan Malaysia sudah terjalin jauh sebelum kedua negara tersebut terbentuk sehingga tidak dapat dipungkiri bila ada kesamaan budaya, adat istiadat, dan kebiasaan masyarakatnya. Hal inilah yang menyebabkan kedua negara tersebut sering  mengalami pasang surut, namun pada awalnya kedua negara tersebut mengalami hubungan yang baik terutama ketika Malaysia merdeka dari Inggris pada 31 Agustus 1957 disambut baik oleh Indonesia.

Namun di balik berbagai kerjasama yang dijalankan ternyata hubungan antar kedua negara ini juga mengandung banyak sekali konflik. Hubungan Indonesia dan Malaysia mulai memanas yaitu setelah Presiden Soekarno mengkampanyekan sebuah slogan "Ganyang Malaysia", 17 September 1963 pemerintah Indonesia mengumumkan konfrontasi terhadap Malaysia. Jika dilihat dari sejarah hubungan bilateral antara Indonesia dengan  Malaysia antara tahun 1963-1966 merupakan masa paling pahit.

Akibat perbedaan interpretasi antara Soekarno dengan Tengku Abdul Rahman telah membawa kedua bangsa tersebut pada masa hubungan yang paling pahit yang disebut konfrontasi Indonesia Malaysia. Adanya perbedaan tersebut tidak terlepas dari latar belakang pengalaman sejarah yang berbeda sehingga orientasi politik dan faktor kepemimpinan di kedua negara berpengaruh dalam dinamika hubungan kedua negara (Sunarti, 2014).

Sejak jatuhnya Soekarno yang digantikan oleh Suharto dan hadirnya Tun Abdul Razak yang menggantikan Tengku Abdul Rahman sebagai Perdana Menteri Malaysia, mulailah terjadi perubahan politik di kedua negara tersebut untuk sepakat mengakhiri permusuhan karena kedua pihak menyadari terdapat kepentingan lain yang lebih besar sehingga kedua belah pihak mempunyai pandangan untuk menyelesaikan pertikaian tersebut.

Pada masa Orde Baru, hubungan antara Indonesia dan Malaysia nampak tidak ada masalah yang serius meskipun dalam permasalahan perbatasan, pemerintah Indonesia dan Malaysia masih memiliki perbedaan cara pandang terhadap tapal batas mereka termasuk perebutan Pulau Sipadan dan Ligitan yang menjadi permasalahan sejak lama. Pada akhirnya kedua negara tersebut sepakat untuk membawa permasalahan dua pulau ini kepada Mahkamah Internasional yang pada akhirnya membawa keputusan untuk menyerahkan kedua pulau ini kepada Malaysia.

Ternyata konflik antara Indonesia dengan Malaysia menyangkut batasan wilayah perairan tidak hanya mengenai penguasaan atas Pulau Sipadan dan Ligitan. Dan masalah perbatasan baru yang dialami oleh pemerintah Indonesia dengan Malaysia adalah batas wilayah Ambalat. Tidak hanya soal wilayah, masalah penanganan TKI juga dianggap jadi batu ganjalan relasi kedua negara tersebut selama ini. Sebab, hingga kini isu penyiksaan hingga perekrutan TKI ilegal di Malaysia masih marak ditemui. Kesamaan budaya antara Indonesia dan Malaysia justru menjadi bumerang relasi kedua negara. Beberapa tahun lalu warga Indonesia ramai memplesetkan nama Malaysia menjadi 'Malingsia' setelah iklan pariwisata Negeri Jiran menggunakan lagu daerah Rasa Sayang-Sayange. Warga Indonesia menuding Malaysia telah mengklaim lagu daerah asal Maluku itu sebagai milik mereka. Baju batik, alat musik angklung, wayang kulit, dan gamelan juga tak luput dari perseteruan kedua negara. Di era saat ini pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi hubungan Indonesia dengan Malaysia semakin mengalami perbaikan. Dalam kerja samanya Indonesia dan Malaysia di era Presiden Jokowi saat ini memprioritaskan pada 3 bidang, yaitu mengenai buruh migran atau TKI, masalah perbatasan, dan peningkatan kerja sama dalam bidang ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Rakhman. B. K. 2008. Pasang Surut Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap Malaysia Dalam Kurun Waktu 1999-2007. Skripsi: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Sulistiono. B. B. 2020. Konflik Indonesia-Malaysia: Dalam Perspektif Kebangsaan 1963-2010. Yogyakarta: PT Kanisius.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun