Mohon tunggu...
dinda pranata
dinda pranata Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger, Book Enthusias, Translator Bahasa Jepang

Ibu Rumah Tangga yang suka nulis. Punya motto "yang penting coba dulu". Baca buku bukan cuma buat gaya-gayaan tapi gaya hidup. Find me at www.senjahari.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Senioritas, Apakah Sistem Ini Membuatmu Lebih Maju? ataukah Harus Mulai Ditinggalkan?

28 Oktober 2021   20:10 Diperbarui: 28 Oktober 2021   20:13 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Senioritas nyatanya sudah mendarah daging dalam kehidupan dimana pun. Senioritas dimana-mana acap kali membawa masalah tersendiri seperti penindasan, ketidakadilan, ketimpangan sosial, kekerasan dan berbagai masalah lain baik di sekolah, di tempat kerja bahkan di keluarga. Lho terus apa manfaatnya ada senioritas kalau begitu kalau penerapannya negatif? 

Bukan Padi Berisi Tapi Tiang Berlistrik.

Ketika di kantor ada saja kelakuan para senior yang acap kali bikin gerah junior-juniornya. Mulai dari meminta bantuan pekerjaan tapi apresiasi jadi miliknya, hingga kadang menggunakan senioritas untuk menekan juniornya yang masih terbilang 'polos'. 

Jika ada pepatah mengatakan semakin padi berisi maka semakin merunduk ia dibuatnya. Maka pepatah ini benar-benar tidak berlaku untuk senioritas yang semena-mena seperti itu. Pepatah yang lebih cocok seperti semakin tua maka ia akan seperti tiang listrik. Maksudnya?

Walau sudah banyak pengalaman menghadapi orang, senior seperti ini tidak membuatnya semakin berwibawa atau semakin memahami nilai dari pengalamannya. 

Jika kita bersandar pada tipe senior bak tiang listrik, kita pun bisa tersengat listrik saat ada badai atau hujan. Contoh nyatanya bisa kita lihat pada kasus-kasus bullying di sekolah di Jepang yang mengatasnamakan senioritas. 

Kalau di Indonesia contoh yang sering terjadi seperti STPDN yang pernah melakukan kekerasan saat ospek dan contoh yang lainnya. Apakah senior seperti ini memiliki prestasi? Jawabnya belum tentu.

Seorang yang sudah banyak pengalaman tidak akan menggunakan kekuatan pengalamannya untuk menekan orang lain atau bahkan menyakiti pihak lain. Seperti kata orang ketika kita banyak pengalaman merasakan pahit, kita secara intuisif akan mengingat pengalaman itu jika melihat seseorang mendapatkan perlakuan yang sama. 

Namun jika kita abai terhadap intusisi itu kita akan menjadi orang yang apati terhadap orang lain dan sering kali bertindak kelewat batas sebagai senior. Yang sering terjadi adalah kita akan balas dendam karena pernah merasakan sakit.

Contoh kasusnya seperti seorang senior mengambil ide juniornya kemudian ia berhasil naik pangkat atau dapat prestasi serta tunjangan yang fantastis. 

Sedangkan juniornya yang bekerja keras hanya bisa gigit jari dan hanya merasakan mendapatkan nasi bungkus. Lalu junior ini menjadi junior, karena pernah merasakan rasa pahit ia kemudian melampiskan hal tersebut kepada juniornya dna memperlakukan juniornya sama sepertinya. Bisa dikatakan ini seperti lingkaran setan yang tidak akan putus kecuali ada yang memutusnya. 

Lingkungan Jadi Toxic.

Di perusahaan besar pun lingkungan kerja toxic bisa jadi ada. Kita tahu seperti yang baru saja viral tentang senior KPI yang melakukan bullying dan sexual harrashment kepada juniornya, tidak bisa lepas terhadap lingkungan toxic semacam itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun