Mohon tunggu...
dinda khoirun
dinda khoirun Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa S1 Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Getar Frekuensi Kehidupan Sound Horeg: Ketika Suara Menggetarkan Tubuh dan Lingkungan

12 Oktober 2025   22:15 Diperbarui: 12 Oktober 2025   22:16 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Sound Horeg (Sumber: Pesona Gondanglegi 2024)

Pada budaya Sound Horeg, frekuensi bunyi yang dihasilkan umumnya berkisar antara 20 Hz hingga 200 Hz untuk suara bass, dan dapat mencapai hingga 20.000 Hz pada komponen suara treble. Rentang frekuensi tersebut mencakup hampir seluruh jangkauan pendengaran manusia yang berada antara 20 Hz–20.000 Hz. Namun, bagian yang paling khas dari sound horeg adalah frekuensi rendah (20–80 Hz) dengan amplitudo besar yang menghasilkan getaran kuat. Secara fisika, frekuensi rendah dengan amplitudo tinggi menghasilkan energi bunyi yang besar, sehingga gelombang udara yang dirambatkan dapat menyebabkan resonansi pada benda di sekitarnya seperti kaca jendela, dinding, atau bahkan genteng rumah. Fenomena inilah yang membuat bunyi dari sound horeg terasa “mengguncang” meskipun pendengar tidak berada tepat di depan sumber suara.

Gelombang bunyi dengan energi besar ini bergerak dalam bentuk tekanan udara berulang (compressions dan rarefactions) yang saling bertumbukan di udara. Karena amplitudonya tinggi, getaran tersebut mampu menimbulkan vibrasi mekanik pada objek yang frekuensi alaminya (frekuensi resonansi) mirip dengan frekuensi bunyi dari speaker.

Contohnya:

  • Jika genteng atau kaca rumah memiliki frekuensi resonansi sekitar 60 Hz, dan sound horeg memancarkan gelombang dengan frekuensi mendekati nilai itu, maka benda tersebut akan bergetar hebat akibat resonansi.

  • Inilah sebabnya rumah yang berada di dekat jalur sound horeg bisa ikut “bergetar” atau bahkan gentengnya bergeser.

Namun, secara fisiologis, paparan bunyi di bawah 100 Hz dengan intensitas di atas 85 dB dalam waktu lama dapat memberikan tekanan pada gendang telinga dan memengaruhi keseimbangan sistem saraf pendengaran. Menurut standar WHO, batas aman paparan suara keras bagi manusia adalah tidak lebih dari 85 dB selama 8 jam. Sehingga, meskipun fenomena sound horeg menjadi daya tarik budaya yang unik, penting untuk tetap memperhatikan aspek keselamatan pendengaran dan lingkungan. Pengaturan jarak, arah speaker, serta penggunaan pelindung telinga menjadi langkah sederhana untuk menikmati musik tanpa menimbulkan efek negatif bagi kesehatan.

Dari sudut pandang fisika, bunyi yang dihasilkan dari budaya Sound Horeg tidak hanya memiliki efek estetika dan hiburan, tetapi juga membawa dampak fisik dan lingkungan akibat energi gelombang yang besar.

  1. Dampak terhadap tubuh manusia
    Bunyi dengan frekuensi rendah dan amplitudo tinggi dapat menimbulkan getaran yang terasa di dada, kepala, atau bahkan perut pendengar. Hal ini disebabkan karena tubuh manusia juga memiliki frekuensi alami (resonansi), umumnya di kisaran 60–90 Hz. Ketika frekuensi bunyi mendekati nilai tersebut, tubuh dapat ikut bergetar. Fenomena tersebut dikenal sebagai resonansi tubuh. Dalam jangka panjang, paparan bunyi dengan intensitas di atas 85 dB dapat menyebabkan kelelahan pada sistem pendengaran, dan bila terus-menerus terjadi, dapat memicu kerusakan sel rambut halus (stereosilia) di koklea telinga bagian dalam. Akibatnya, pendengaran menjadi berkurang secara bertahap. Selain itu, tekanan bunyi ekstrem juga dapat memengaruhi denyut jantung dan sistem saraf, karena tubuh secara refleks merespons getaran yang kuat sebagai stimulus stres atau ancaman.

  2. Dampak terhadap lingkungan
    Dari sisi lingkungan, energi bunyi dari Sound Horeg dapat memantul dan menyebar melalui udara serta permukaan padat di sekitarnya. Gelombang bunyi dengan amplitudo tinggi dapat menyebabkan resonansi pada struktur bangunan seperti kaca, genteng, atau bahkan dinding beton. Polusi suara ini juga berdampak pada hewan, terutama burung dan serangga yang peka terhadap getaran frekuensi rendah. Mereka dapat kehilangan orientasi atau berpindah dari habitat aslinya akibat terganggu oleh kebisingan yang terus-menerus.

  3. Dampak sosial dan psikologis
    Selain dampak fisik, gelombang suara dengan intensitas tinggi juga dapat memengaruhi keseimbangan emosional dan psikologis. Getaran keras yang terus-menerus bisa menimbulkan rasa tidak nyaman, mudah marah, atau sulit berkonsentrasi bagi sebagian orang yang tinggal di sekitar area kegiatan Sound Horeg. Namun, bagi komunitas pendukungnya, Sound Horeg justru menimbulkan efek sebaliknya yaitu menjadi media ekspresi dan kebanggaan budaya lokal, serta sarana hiburan yang menyatukan masyarakat.

    Foto Sound Horeg (Sumber: Pesona Gondanglegi 2024)
    Foto Sound Horeg (Sumber: Pesona Gondanglegi 2024)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun