Mohon tunggu...
Dinda dwiwijayanti
Dinda dwiwijayanti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Ilmu Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tinjauan Kembali Historiografi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

1 Januari 2021   20:19 Diperbarui: 2 Januari 2021   19:46 2091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari kemerdekaan Indonesia adalah sebuah momentum tonggak penting bangsa Indonesia. Melalui proklamasi itu bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan kepada semua bangsa di dunia. Dengan demikian Proklamasi menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan tatanan hukum yang baru. Proklamasi menjadi dasar hukum bagi berlakunya hukum nasional. Dengan diproklamasikan kemerdekaan Indonesia berarti bangsa Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya secara formal, baik kepada dunia internasional maupun kepada Bangsa Indonesia sendiri, bahwa mulai saat itu Bangsa Indonesia telah merdeka.


Penulisan sejarah pada masa kemerdekaan Indonesia banyak didominasi oleh penulis – penulis sejarah Proklamasi. Banyaknya para penulis mengenai historiografi kemerdekaan Indonesia juga membuat para akademisi tertarik untuk mengkajinya. Tak hanya itu, banyak penulis yang menterbitkan beberapa buku yang membahas mengenai tokoh – tokoh yang berperan dalam kemerdekaan Indonesia. Namun, dalam tulisan ini saya mengupas  historiografi bagaimana proses kemerdekaan Indonesia. Tulisan ini juga tidak lepas dari pemaparan para penulis kemerdekaan Indonesia salah satu penulis yang membahas mengenai proses kemerdekaan Indonesia.

Penculikan Peristiwa Rengasdengklok
                                     
Salah satu penulis yang membahas mengenai kemerdekaan indonesia adalah buku “Api Sejarah: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Kemerdekaan Indonesia Jilid Kedua.” karya Ahmad Mansyur Surya Negara memaparkan bahwa peristiwa penculikan dan proklamasi, setelah proklamasi 17 Agustus 1945 terdapat beberapa versi penulisan. Versi pertama, berisikan kesibukan pembagian tugas  antara Tentara Pembela Tanah Air – Peta di Rengasdengklok. Versi kedua, dalam masalah penculikan, Bung Karno melontarkan kritik kerasnya kepada Sultan Syahrir yang tidak ma uterus terang dalam berjuang untuk Republik Indonesia.  Kemudian, versi ketiga, walaupun Adam Malik tidak ikut pada proses penculikan ke Rengasdengklok, tetapi dikalahkan sikap heroiknya Soekani.. Versi keempat, menuturkan Bung Karno menolak paksaan Wikana agar malam itu segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Versi kelima, memuat perbedaan pendapat mengenai perizinan untuk membacakan Proklamasi 17 Agustus 1945, antara Laksamana Maeda dan Jenderal Nishimura.
                                                   
Namun berbeda dengan pemaparan pada buku “Seputar Proklamasi Kemerdekaan : Kesaksian, Penyiaran, dan Keterlibatan Jepang” karya Hendri F. Isnaeni memaparkan  bahwasannya dalam peristiwa Rengasdengklok kelompok pemuda bukan diculik melainkan dibawa ke Rengasdengklok. “Sebenarnya mereka bukan diculik, tetapi dijauhkan dari Jakarta agar jangan dipengaruhi pimpinan militer dan pemerintahan Jepang,” ujar Latief. Pelbagi kelompok pemuda yang mengetahui bahwa Jepang menyerah segera terpisah dan mengirim utusan kepada Bung Karno dan Bung Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan. Memang Jepang sudah menyatakan akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia, namun kelompok pemuda hanya khawatir jikalau Sekutu mendarat sebelum proklamasi dilaksanakan.

Pembacaan Teks Proklamasi

Dalam buku “Api Sejarah: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Kemerdekaan Indonesia Jilid Kedua.” karya Ahmad Mansyur Surya Negara memaparkan Berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, kendatipun mendapat halangan Jenderal Nishimura dari Angkatan Darat Jepang, tetapi malam menjelang 17 Agustus 1945 mendapat bantuan dari Laksamana Maeda pada masa berkuasanya tidak ikut menyebarkan Janji Kemerdekaan di kelak kemudian hari dari Perdana Menteri Koiso, 7 September 1944, Kamis Pahing, 18 Ramadhan 1363, karena wilayah kekuasaan Kaigun diluar Jawa dan Sumatra. Menurut Mr. Achmad Soerbardjo, pukul 03.00 pagi waktu sahur Ramadhan teks Proklamasi didektekan oleh Bung Hatta, dan ditulis dengan tangan Bung Karno, kalimat pertama diambil dari Prambule atau Piagam Jakarta 22 Juni 1945.

Buku kedua yaitu pada buku “Seputar Proklamasi Kemerdekaan : Kesaksian, Penyiaran, dan Keterlibatan Jepang” karya Hendri F. Isnaeni yang memaparkan pada tanggal 16 Agustus 1945 sejak golongan pemuda mengamankan kedua tokoh yaitu Soekarno dan Muhammad Hatta ke Rengasdengklok, kota kecamatan di sebelah timur Jakarta. Tujuannya adalah supaya mereka terlepas dari pengaruh Jepang. Proklamasi  yang dirumuskan oleh tiga orang pemimpin golongan tua yakni Soekarno, Moh. Hatta dan Soebardjo dengan bantuan Sayuti Melik untuk mengetik naskah teks proklamasi naskah. Ketikan itulah yang beberapa jam kemudian setelah hari terang pada tanggal 17 Agustus 1945 dibacakan Soekarno di jalan Pegangsaan timur No. 56.


Penyiaran Berita Teks Proklamasi
                                                 
Dalam resensi buku "80: Janji ANTARA Tidak Lelah Mengabdi" yang diterbitkan oleh Antara Riau ini membahas mengenai  di Bandung terjadi pula gerakan penyebaran berita proklamasi di luar Radio Bandung Hoso Kyoku dan Pemancar Radio Malabar oleh Bary Lukman, 1922 - 2007 M, dengan berani menuliskan teks proklamasi dengan kapur tulis di papan tulis, di depan Vorking berhadapan dengan gedung PLN Jalan Asia Afrika. Bary Lukman berani pula mengibarkan sang merah putih milik K.H.Isa Anshari di gedung Dennis, sekarang Bank Jabar. walaupun tulisan teks proklamasi di papan tulis tersebut dihancurkan oleh Balatentara Jepang. Namun, tindakan Balatentara Jepang itu tidak dapat menghentikan tersebarnya berita proklamasi di tengah rakyat. Demikian pula peran media transportasi kereta api dan lainnya,  dalam mobilitas gerakan para pemuda dalam mengobarkan semangat Proklamasi.

Buku kedua yang membahas mengenai penyiaran proklamasi adalah buku “Seputar Proklamasi Kemerdekaan : Kesaksian, Penyiaran, dan Keterlibatan Jepang” karya Hendri F. Isnaeni yang menerangkan bahwa pada tanggal 17 Agustus naskah lengkap Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dibacakan ke dalam bahasa Indonesia dibacakan oleh Jusuf Ronodipuro, dan terjemahannya dalam bahasa Inggris dibacakan oleh Soeprapto yang dibacakan melalui radio. Untuk siaran luar negeri, radio itu memakai pengenal diri “This is the voice of free Indonesia”. Letaknya di dua tempat, yakni di Gondangdia (kini BNI 46, depan Gedung Joang), dan sebuah Sekolah Kedokteran Salemba Raya.

Sambutan Rakyat dan Daerah terhadap Proklamasi

                                                     
Sambutan mengenai berita proklamasi mulai tersebar ke seluruh pelosok negeri. Begitu mengetahui berita kemerdekaan Indonesia, terjadi usaha perebutan senjata oleh rakyat dan kekuatan kelaskaran terhadap Jepang di berbagai daerah. Salah satunya buku “Revolusi Kemerdekaan Indonesia” Karya Endra Wismulyani  yang memaparkan bahwa  rakyat di daerah Jakarta maupun di kota – kota lain menyambut dengan antusias dan penuh semangat. Untuk lebih menyemarakkan dan membakar semangat penyambutan proklamasi, para pemuda membentuk kelompok – kelompok aksi. Mereka ingin menunjukkan diri sebagai perjuangan yang heroik. Pada saat itu muncul beberapa kesatuan aksi perjuangan, seperti Kelompok Barisan Pelopor, Peta, Mahasiswa, dan Komite van Aksi Menteng 31.

Berbeda dengan buku “Seputar Proklamasi Kemerdekaan : Kesaksian, Penyiaran, dan Keterlibatan Jepang” karya Hendri F. Isnaeni yang menjelaskan bahwa pembacaan Proklamasi kemerdekaan tidak hanya menuai sambutan dari beberapa kalangan khusunya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Seperti halnya Gerakan rakyat di Yogyakarta dipelopori oleh BKR dan KNID yang dibentuk pada 24 Agustus 1945. Pada tanggal 26 September 1945 rakyat merebut kantor – kantor yang masih ditangan Jepang. Pada 5 dan 6 Oktober 1945 mereka menyerbu pusat pemerintahan Jepang di Gedung Agung dan Kido Butai, markas tentara Jepang di Kotabaru, sehingga Jepang di Yogyakarta menyerah pada 7 Okotober 1945.

Perbedaan Keempat Sumber Historiografi Kemerdekaan Indonesia

Dari ulasan ketiga sumber historiogarfi diatas dapat kita tangkap bahwa letak perbedaan di suatu kronologi peristiwa kemerdekaan Indonesia seperti kronologi peristiwa penculikan atau rengasdengklok yang terdapat beberapa versi. Namun, dari perbedaan itulah kita bisa melihat bahwa historiografi dapat berbeda dilihat dari berbagai sudut pandang. Meskipun begitu, ketiga buku ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing – masing, tetapi dengan gaya bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun