Dalam dunia jurnalistik, reportase adalah proses pencarian, pengumpulan, dan penyajian informasi secara faktual kepada publik. Dalam ilmu komunikasi, teknik reportase memegang peran vital sebagai bagian dari penyampaian pesan secara akurat dan etis. Namun, pendekatan dalam reportase dapat berbeda tergantung pada objek peliputan. Tiga konteks yang sering muncul dalam praktik jurnalistik adalah peliputan selebritis, pemerintah, dan bencana alam. Masing-masing memerlukan teknik, etika, dan sensitivitas yang berbeda.
1. Reportase Selebritis: Antara Informasi dan Sensasi
Peliputan selebritis sering kali masuk dalam kategori jurnalistik hiburan. Teknik reportase pada kasus ini menuntut wartawan untuk:
*Mengutamakan fakta dan klarifikasi langsung dari sumber utama, bukan gosip.
*Verifikasi ganda sebelum menyebarluaskan berita yang berpotensi viral.
*Menjaga privasi dan hak-hak personal, terutama dalam isu sensitif (perceraian, kesehatan, skandal).
*Hindari framing yang dapat memicu opini negatif tanpa dasar.
Meskipun sering dianggap ringan, peliputan selebritis tetap harus memenuhi kaidah jurnalistik, termasuk keakuratan, keberimbangan, dan tidak merugikan individu yang diberitakan.
2. Reportase Pemerintah: Menguji Kekuasaan dan Transparansi
Dalam peliputan aktivitas pemerintah, wartawan berperan sebagai pengawas kekuasaan (watchdog). Teknik reportase pada isu-isu pemerintahan mencakup:
*Penggalian dokumen resmi, konferensi pers, dan wawancara dengan narasumber kredibel.
*Menggunakan pendekatan investigatif jika ada dugaan pelanggaran atau penyimpangan kebijakan.
*Menghindari bias politik, serta menyajikan fakta dari berbagai sisi untuk menjaga keberimbangan.
*Memahami konteks kebijakan publik agar dapat memberikan informasi yang mendidik bagi masyarakat.
Reportase pemerintah menuntut kedalaman analisis dan ketelitian, karena kesalahan informasi dapat memicu kesalahpahaman atau konflik politik.
3. Reportase Bencana Alam: Sensitivitas dan Ketepatan Waktu
Bencana alam membutuhkan teknik reportase yang cepat namun tetap sensitif terhadap korban. Prinsip utama dalam meliput bencana adalah:
*Ketepatan waktu (speed) tanpa mengorbankan akurasi (accuracy).
*Mengutamakan keselamatan diri jurnalis saat berada di zona bencana.
*Mengangkat suara korban, bukan mengeksploitasi penderitaan mereka.
*Bekerja sama dengan otoritas terkait (BNPB, relawan) untuk mendapatkan data valid.
*Memberikan informasi praktis, seperti titik evakuasi, bantuan, atau status cuaca.
Jurnalis juga harus menghindari sensasionalisme dan tidak menyebarkan ketakutan, apalagi hoaks.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI