Pada dasarnya pembahasan filsafat sulit dipahami karena cara penyampaian dan pemahaman yang salah. Sering kali kita hanya menghafal istilah-istilah yang ada di dalam filsafat tanpa mengetahui makna yang terkandung di dalamnya, dengan begitu pemahaman akan istilah yang ada pada filsafat hanya menjadi semacam mantra kosong dan tak bermakna bagi kita.Â
Ketika manusia lahir ke dunia, ia memiliki kemampuan melihat, mendengar, meraba, mencium dan sebagainya. Dengan keahlian mengindra tersebut, manusia kemudian mengetahui objek-objek yang 'ada' di sekelilingnya dan menyadari bahwa ia adalah subjek. Namun, tanpa disadari 'ada' sudah tercampur dengan yang terindra karena pada dasarnya objek dan subjek didahului oleh 'ada' itu. Tanpa ke-ada-an sesuatu tidak akan pernah bisa terindra. Kebanyakan manusia menyakini bahwa objek-objek itu dapat dikatakan ada apabila ia terlihat, terdengar, tercium, dan teraba, padahal nyatanya yang tidak terindra belum tentu tidak ada. Seperti halnya remote tv atau kunci motor yang kadang hilang ketika dicari, hakikatnya benda-benda itu ada namun tak terindra.Â
Alur 'ada' : Ada  - Diriku - Selain diriku
Dengan penjelasan di atas ada dua pendapat mengenai ke-Ada-an. Pertama, orang-orang yang meyakini segala hal itu harus ada terlebih dahulu baru dapat kita indra maka paham ini ashalatul wujud. Kedua, pendapat orang-orang yang meyakini bahwa segala sesuatu harus dapat tertangkap indra terlebih dahulu maka dapat dikatakan ada, paham ini disebut ashalatul mahiyah.
Maka kesimpulannya, 'ada' merupakan sesuatu yang mendahului pikiran dan benda. 'ada' merupakan sesuatu yang telah terjadi dan masing-masing diri kita telah melewati 'ada'.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI