Mohon tunggu...
Dina Oktaliana
Dina Oktaliana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Raden Intan Lampung

Haloo, aku dina. Aku harap teman-teman bisa mengambil manfaat dan pengetahuan dari artikel yang aku tulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Perempuan, Haruskah Sempurna?

5 Mei 2024   00:14 Diperbarui: 28 Mei 2024   14:02 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan dituntut untuk sempurna, baik fisiknya, akhlaknya, pemikirannya dan perilakunya, narasi ini yang akan melahirkan stigma-stigma negatif tentang perempuan apabila tak mampu memenuhi hasrat dan kriteria publik.

Perempuan dituntut menjadi sempurna dalam berbagai peran. Peran-peran yang dilanggengkan oleh masyarakat dan menjadi bagian dari tradisi yang wajib ditaati.

 "Perempuan ngapain kuliah, nikah aja biar ada yang tanggung jawab"

"Perempuan ngapain kerja, baiknya dirumah"

"Perempuan harus selalu taat dan patuh pada suami, nurut!"  

Seringkali disalahgunakan oleh kaum laki-laki, dengan dalih bahwa agama memerintahkan perempuan untuk selalu patuh dan tunduk. Keyakinan seperti ini apabila tidak dilandasi dengan ilmu seringkali disalahgunakan untuk mengintimidasi perempuan, mengancam keselamatan dan keamanan diri perempuan.


Agama menentukan hak dan kewajiban bagi suami istri, juga dengan batasan-batasan syar'i. Sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) bahwa diantara suami dan istri haruslah menciptakan sikap saling dalam rumah tangganya. Saling mengasihi, menyayangi, melindungi juga menghormati. 

Agama mengajarkan untuk memuliakan perempuan, menjaga, melindungi, juga membimbingnya dengan dasar-dasar kebaikan, dengan cara yang baik dan sesuai dengan syariat agama. 

Selanjutnya diatur dalam Q.S. An-Nisa: 34-36 dan Q.S An-Nahl: 72.

Dalam beberapa kasus rumah tangga, marak isu beredar mengenai kekerasan terhadap perempuan, korban perselingkuhan, bahkan ketidaksetaraan gender.

Budaya patriarki yang melahirkan tindak kekerasan terhadap perempuan seharusnya tidak kita biarkan tumbuh subur. Mulai dari kita sebagai perempuan, harus berdaya untuk menggemakan stop kekerasan pada perempuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun