Sudah hampir satu bulan saya tidak menulis, sehingga agak sulit juga membangkitkan kembali mood menulis. Apalagi saya mengalami kelelahan fisik yang lumayan bikin stamina sempat anjlok di bulan Agustus ini. Jadi, butuh waktu untuk bisa kembali ke aktivitas yang satu ini.
Tapi tenang, bukan saya yang masuk rumah sakit ;).
Di bulan Agustus ini, selain bekerja kantoran seperti biasanya—dengan cuaca musim panas di kota Marseille yang mencapai puncaknya bisa 40 derajat Celcius!—sementara banyak penduduk Prancis memilih berlibur, saya juga mencari penghasilan tambahan di luar kantor seperti cat sitting. (Mungkin kapan-kapan saya akan cerita pengalaman saya tentang cat sitting, ya).
Terlebih lagi, bulan Agustus merupakan bulan perayaan buat orang Indonesia, karena ada tanggal 17 Agustus yang selalu dinanti para WNI di luar negeri agar bisa merayakannya bersama seluruh WNI lainnya di KJRI/KBRI setempat. Sehingga, pekerjaan saya semakin tambah dobel. Namun, bukan itu yang akan saya tulis kali ini, melainkan pengalaman saya mendampingi kolega yang dirawat di rumah sakit swasta yang termasuk dalam daftar 50 rumah sakit terbaik di Prancis.
Sebenarnya, mendampingi orang sakit di rumah sakit bukan yang pertama kali buat saya. Sewaktu di Indonesia, alhamdulillah saya dikasih kesempatan untuk merawat anggota keluarga yang sakit dan diopname di rumah sakit. Saya sendiri pun pernah dirawat di rumah sakit.
Sehingga, pengalaman berbagi cerita dengan sesama pasien, mendapat ilmu baru dari perawat dan dokter, menjadi pengalaman yang berkesan untuk saya. Mungkin, buat Kompasianer terdengar aneh ada orang yang menikmati hari-harinya di rumah sakit, haha. Tapi mungkin karena pada dasarnya saya senang belajar dan menemukan hal baru, ya.
Singkat cerita, balik lagi tentang mendampingi kolega yang diopname di rumah sakit. Seperti halnya di Indonesia, pasien diputuskan untuk dirawat setelah melalui tahapan pemeriksaan di instalasi gawat darurat (IGD) terlebih dahulu.
Uniknya di Prancis, dan mungkin di negara-negara Eropa lainnya, pasien yang kondisi kesehatannya dianggap paling parah akan didahulukan untuk ditangani. Misalnya, pasien korban kecelakaan, pasien yang pingsan, atau pasien yang secara klinis keadaannya mengkhawatirkan. Jadi, kalau sakit batuk, pilek, demam, diare, keseleo, gatal-gatal, dan sejenisnya, harus bersabar menunggu giliran.
Saya sendiri pernah terpaksa ke IGD ketika gatal-gatal hebat akibat diserang kutu. Sedangkan kalau ke dokter umum hampir tidak mungkin karena rata-rata dokter umum di sini harus membuat janji terlebih dahulu.