Tidak mudah memang untuk mulai menulis lagi, setelah bertahun-tahun vakum menulis. Entah mungkin saya yang menjadi sangat malas, merasa menulis blog sudah tidak berguna lagi, apalagi sekarang orang-orang gandrung sekali dengan medsos. Saya pun juga ikut-ikutan menjadi adiktif dengan medsos, tapi tidak pernah menghasilkan sesuatu yang produktif dari medsos tersebut.
Baiklah daripada berlama-lama meracau, saya pikir lebih baik menulis sesuatu tentang kota yang sudah saya tinggali sejak tujuh tahun terakhir ini di Prancis. Sekalian mengenalkan ke teman-teman Kompasianer mengenai kota ini, yang saya rasa pasti belum banyak orang yang kenal. Orang-orang Indonesia biasanya mengidentikkan Prancis dengan Paris, atau bahkan sering orang lebih akrab mendengar kata Paris, daripada negara Prancis itu sendiri. Ya, itu wajar sih, karena sejauh pengamatan saya selama ini, yang sering dipromosikan ke seluruh dunia adalah Paris. Mulai dari fashion, kuliner, sampai tujuan wisata.
Kota Marseille pun sebenarnya sudah mulai sering diperkenalkan dan dipromosikan belakangan ini (entah mulai tahun berapa), tapi memang sejak saya tinggal di sini sejak tahun 2018, kota Marseille, kalau kata orang-orang yang sudah lama tinggal di sini, sudah banyak mengalami perubahan. Meskipun, tetap sisi-sisi 'gelap'-nya, seperti kemiskinan, lingkungan yang kumuh dan kotor, tetap bisa dilihat di beberapa sektor.
Baiklah, saya mulai secara umum dulu ya. Saya usahakan bercerita berdasarkan pengalaman saya selama tinggal di kota pelabuhan nelayan ini, soalnya kalau cuma copy-paste info dari wikipedia atau sumber-sumber lainnya di internet, Kompasianer juga pasti bisa menemukan sendiri dengan cepat :).
Kemudian, di pusat kotanya, disebut kawasan Vieux-Port atau terjemahannya Pelabuhan Tua, bisa ditemukan para nelayan yang menjual hasil tangkapan ikan mereka secara langsung. Makanya, hampir setiap hari Sabtu pagi, jika kita berkesempatan mengunjungi Vieux-Port, mulai dari arah keluar stasiun metro saja sudah tercium bau amis ikan, hmm...
Walaupun ada pantai dan laut, Marseille juga mempunyai gunung batu kapur yang berbukit-bukit, disebut Les Calanques. Perbukitan ini menjadi tempat favorit bagi para hikers, sebutan untuk orang yang senang menjelajahi bukit dan gunung. Bentangan perbukitan kapur ini kalau menurut info dari Kantor Pariwisata Marseille, membentang sejauh 20 km hingga ke kota-kota kecil tetangganya. Yang ingin mencoba mendaki perbukitan Calanques tapi belum punya pengalaman, jangan kuatir, karena kita bisa memilih jalur lintasan sesuai level kemampuan kita. Ada yang untuk level pemula (seperti saya, haha..), menengah, bahkan mahir. Dan, jangan coba-coba langsung loncat ke mahir kalau memang belum pernah mendaki sama sekali, karena memerlukan kaki yang kuat, kemampuan mengatur napas yang panjang, selain keberanian.
Bagaimana dengan tempat-tempat wisata yang bisa dikunjungi di Marseille selain cagar alamnya? Yang namanya negara Prancis, pastinya ada gereja, tetapi rata-rata bentuk gerejanya tidak sama dengan yang ditemukan di Paris. Apabila di Paris dan kota-kota lainnya di utara Prancis, orang-orang mengenal katedral Notre Dame de Paris yang bergaya gothik, maka di Marseille ada basilik Notre Dame de la Garde, bergaya Bizantium dengan banyak ornamen mosaik, dan patung Bunda Maria menggendong bayi Yesus bersepuhkan emas. Uniknya, gereja ini terletak di puncak bukit, yang menjadi ikon kota Marseille. Dari atas bukit gereja ini, kita bisa melihat pemandangan seluruh kota Marseille. Walaupun bergaya Bizantium, ternyata katedral Notre Dame de la Garde baru dibangun pada abad ke-19. Ada juga sih gereja berarsitektur Bizantium lainnya di Marseille, dan letaknya di dekat laut. Namun, kapan-kapan saja ya saya tulis sekalian dengan gereja-gereja lainnya yang ada di Marseille. Ada juga koq gereja-gereja bergaya gothik di kota Marseille.